Kemnaker Optimis Revisi UU Perlindungan TKI Selesai 2017

Dirjen Bina Penta dan PPK Maruli Hasoloan (tengah) didampingi Sestama BNP2TKI Hermono dan Direktur Eksekutif Migran Care Anis Hidayah menjelaskan hasil pelaporan delegasi Indonesia atas ratifikasi konvensi perlindungan hak-hak pekerja migran dan keluarganya.
Dirjen Bina Penta dan PPK Maruli Hasoloan (tengah) didampingi Sestama BNP2TKI Hermono dan Direktur Eksekutif Migran Care Anis Hidayah menjelaskan hasil pelaporan delegasi Indonesia atas ratifikasi konvensi perlindungan hak-hak pekerja migran dan keluarganya.

JAKARTA, MARITIM.

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) optimistis revisi UU No. 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI selesai tahun ini. Pasalnya, semua masalah krusial telah selesai dibahas bersama DPR, dan kini sudah sampai pada tingkat perumusan dan sinkronisasi.

“Tidak ada satu pun hambatan dalam pembahasan di DPR. Bahkan kami ingin penyelesaian revisi UU Perlindungan TKI ini dipercepat,” kata Sekjen Kemnaker  Herry Sudarmanto di Jakarta, Rabu (20/9).

Penegasan itu sekaligus membantah beredarnya rumor bahwa DPR tidak akan menyelesaikan revisi UU tersebut tahun ini. Adanya rumor ini juga diakui oleh Direktur Eksekutif Migran Care, Anis Hidayah. “Saya dengar ada sinyal dari DPR revisi UU Perlindungan TKI tidak akan selesai tahun ini,” ujarnya.

Anis menegaskan, penyelesaian UU ini harus menjadi prioritas utama, karena korban (TKI) terus berjatuhan. UU Perlindungan TKI harus menjadi prioritas pemerintah dalam membangun sistem tata kelola migrasi dengan pendekatan hak asasi manusia.

Untuk itu, Anis minta pemerintah (Kemnaker dan BNP2TKI) segera mengatasi dan memastikan revisi UU Perlindungan TKI dapat selesai tahun ini. Kalau sampai gagal, revisi UU ini akan masuk dalam Prolegnas (program legislasi nasional) tahun 2018.

Senada dengan Sekjen Kemnaker, Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan & Perlindungan TKI (BNP2TKI) Hermono meyakini revisi UU 39/2004 akan selesai tahun ini. Dari 88 pasal krusial yang dibahas bersama DPR, semuanya sudah sampai tahap perumusan dan sinkronisasi,

Ia mengingatkan, revisi UU 39/2004 merupakan inisiatif DPR. “Kalau ada (anggota DPR) yang tidak sepakat (selesai tahun ini), akan merugikan DPR sendiri,” sambungnya.

Penyelesian revisi UU 39/2004 ini mencuat menyusul adanya rekomendasi Komite Pekerja Migran Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam konvensi perlindungan hak-hak pekerja migran dan anggota keluarganya di Jenewa Swiss pada 5-6 September 2017. Salah satu dari 28 rekomendasi komite itu, pemerintah Indonesia diminta segera mengesahkan UU 39/2004.

Dalam konvensi tersebut, Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Maruli Apul Hasoloan mengatakan, Komite Pekerja Migran PBB memberikan apresiasi kepada pemerintah Indonesia atas upaya dan komitmen dalam meningkatkan perlindungan pekerja migran. Baik TKI yang bekerja di luar negeri maupun tenaga asing yang bekerja di Indonesia.

“Ini menunjukkan bahwa perlindungan terhadap pekerja migran yang dilakukan pemerintah Indonesia berada di jalur yang benar,” katanya saat menjelaskan hasil pelaporan delegasi Indonesia atas ratifikasi konvensi perlindungan hak-hak pekerja migran dan keluarganya.

Tentang revisi UU No. 39/2004 Maruli mengatakan, sebelumnya undang-undang ini fokus pada penempatan TKI. Setelah revisi akan difokuskan pada aspek perlindungan. Ini membuktikan Indonesia serius memperbaiki tata kelola penempatan dan perlindungan TKI.

**Purwanto.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *