Pemerintah Sepakat Realisasikan Konverter Kit Generasi Kedua Tahun Depan

Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian Kemenperin Zakiyudin didampingi Staf Ahli Menristekdikti bidang Relevansi dan Produktivitas Agus Pudji Prasetyono, Direktur Pengembangan Teknologi Industri Kemenristekdikti Hotmatua Daulay, Kasubdit pada Direktorat Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas KemenESDM Akhmad Wahyu, Agus Aulia dari KEN dan inventor Abdul Hakim Pane dari PT Tritunggal Prakarsa Global masih mengenakan pelampung usai uji coba terapan konkit generasi kedua pada kapal nelayan
Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian Kemenperin Zakiyudin didampingi Staf Ahli Menristekdikti bidang Relevansi dan Produktivitas Agus Pudji Prasetyono, Direktur Pengembangan Teknologi Industri Kemenristekdikti Hotmatua Daulay, Kasubdit pada Direktorat Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas KemenESDM Akhmad Wahyu, Agus Aulia dari KEN dan inventor Abdul Hakim Pane dari PT Tritunggal Prakarsa Global masih mengenakan pelampung usai uji coba terapan konkit generasi kedua pada kapal nelayan

Tegal, Maritim

Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) sepakat segera merealisasikan konverter kit (konkit) generasi kedua tahun depan. Konkit generasi kedua, yang ditemukan inventor Abdul Hakim Pane, sudah terbukti jauh lebih baik ketimbang produk impor yang selama ini ada. Sehingga sangat meringankan ongkos melaut bagi para nelayan.

“Kami dari tiga kementerian sepakat akan merealisasikan konkit generasi kedua ini agar segera diproduksi secara massal tahun depan. Asalkan semua persyaratan yang dibutuhkan sudah dipenuhi oleh inventor. Mulai dari skala industrinya sampai kemampuan memproduksi dalam jumlah besar,” kata Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian (IPAMP) Kemenperin, Zakiyudin, Staf Ahli Menristekdikti bidang Relevansi dan Produktivitas, Agus Pudji Prasetyono, Direktur Pengembangan Teknologi Industri Kemenristekdikti, Hotmatua Daulay dan Kasubdit pada Direktorat Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas KemenESDM, Akhmad Wahyu, saat jumpa pers usai kunjungan kerja melihat dari dekat uji coba terapan konkit generasi kedua pada kapal nelayan, di Tegal, Jawa Tengah (Jateng), kemarin.

Menurut Ketua Kelompok Usaha Bersama Nelayan Gulamah, Tegal Timur, Teguh Safari, dari 20 anggotanya 11 di antaranya telah memakai mesin berkapasitas 5,5 HP ini. Yaitu konkit generasi kedua sejak 2016 lalu.

Dari ongkos pemakaian bahan bakar untuk melaut, katanya, penghematan sangat jauh perbedaannya. Antara yang memakai BBM (bensin) dengan BBG (elpiji).

“Jika memakai bensin, kami butuh 5 liter per hari, dengan biaya Rp9.000 per liter. Sehingga per minggu (6 hari) perlu biaya Rp270.000 per hari). Tapi dengan memakai elpiji 3 kg, nelayan hanya butuh beli 1 tabung seharga Rp18.000, untuk digunakan dalam enam hari,” hitung Teguh.

Dia meminta kepada pemerintah supaya para nelayan di kelompoknya bisa tetap memakai konkit ini atau mamakai mesin yang 15 HP. Agar mampu menjelajah lebih jauh lagi dan tahan terhadap bahaya ombak. Sebab mesin sebelumnya tidak bisa mengimbangi ombak dan kapasitas 5,5 HP seharusnya dipakai di sungai yang tidak memiliki gelombang.

Di tempat sama,  inventor PT Tritunggal Prakarsa Global, Abdul Hakim Pane, menjelaskan pihaknya berhasil mengembangkan teknologi konkit untuk semua jenis mesin. Mulai dari mesin 2-Tak, mesin 4-Tak sampai mesin diesel.

Di sisi lain, pengembangan teknologi konkit dari BBM ke BBG ini, didukung Direktorat Pengembangan Teknologi Industri Kemenristekdikti dan program inkubator Pusat Inovasi LIPI.

“Alasan dikembangkannya konkit generasi kedua ini, awalnya saya gelisah dengan makin langkanya BBM, termasuk harganya yang tinggi dan sering dikeluhkan oleh nelayan. Apalagi selama ini, sebagian besar nelayan kecil menggunakan kapal jenis mesin diesel (solar), mesin 2-Tak dan mesin 4-Tak (bensin). Sehingga perlu solusi alternatif untuk itu,” urainya.

Saat ini, tambahnya, konkit yang beredar banyak tidak nyaman untuk para nelayan. Di antaranya, jika cuaca dingin, mesinnya sering mati dan lain sebagainya.

Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian Kemenperin, Zakiyudin, menambahkan yang perlu diperhatikan setelah masuk pada skala industri, adalah soal Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dan standarisasinya.

Inventor juga perlu memperhatikan kualitas teknologi yang harus sesuai penggunanya. Biaya yang mampu membuat produk berdaya saing serta mampu membuat dalam jumlah banyak.

“Sebab, dengan makin terbukanya pasar global, kita dituntut bisa menghasilkan produk sendiri. Karena itu, apa yang dilakukan Kemenristekdikti ini perlu dihargai,” ucapnya, yang menyebut, peneliti juga dapat berkerjasama dengan usaha kecil menengah.

Ditanya wartawan soal beberapa permintaan tersebut, Abdul Hakim Pane mengatakan, siap melaksanakannya.

Sedangkan Kasubdit pada Direktorat Perencanaan pada Pembangunan Infrastruktur Migas KemenESDM, Akhmad Wahyu, mengatakan tahun lalu pihaknya telah membagikan paket ke 16.981 nelayan dan pada 2018 rencananya dialokasikan untuk 40.000 nelayan.

Staf Ahli Menristekdikti bidang Relevansi dan Produktivitas, Agus Pudji Prasetyono, mengatakan temuan teknologi ini agar diarahkan ke hilirisasi. Sehingga bisa segera dimanfaatkan nelayan masyarakat banyak, salah satunya oleh para nelayan. (M Raya Tuah)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *