BPPI Berperan Aktif Melaksanakan Alih Tehnologi Hasil Litbang ke Pengguna Industri

Gubernur Riau Arsyadjuliadi Rachman didampingi Sekretaris BPPI Kemenperin Yang Yang Setiawan mengunjungi stan pameran hasil litbang industri usai menghadiri Rapat Koordinasi BPPI Kemenperin dan Peresmian BPPSI
Gubernur Riau Arsyadjuliadi Rachman didampingi Sekretaris BPPI Kemenperin Yang Yang Setiawan mengunjungi stan pameran hasil litbang industri usai menghadiri Rapat Koordinasi BPPI Kemenperin dan Peresmian BPPSI

Pekanbaru, Maritim

Riau merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup baik dengan didorong aktivitas industri pengolahan kelapa sawit. Potensi ini membuat Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berinisiatif membentuk Balai Pengembangan Produk dan Standardisasi Industri (BPPSI) di Pekanbaru sebagai upaya memacu daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam cukup besar. Agar bernilai tambah tinggi melalui kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) serta perekayasaan.

“Sesuai dengan tugas dan fungsinya, balai litbang yang berada dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) berperan aktif melaksanakan alih teknologi hasil litbang kepada industri pengguna,” kata Kepala BPPI Kemenperin, Ngakan Timur Antara, pada ‘Rapat Koordinasi dan Peresmian BPPSI’, di Pekanbaru, Riau, Kamis (23/11).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Riau tahun 2017, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Riau merupakan yang ke lima terbesar secara nasional, di bawah provinsi DKI Jakarta. Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah atau terbesar untuk provinsi di luar Pulau Jawa. Kontributor terbesar dalam pembentukan PDRB Riau adalah berasal dari nilai ekspor bersih (net export) yang mencapai 29,53 persen.

Menurut Ngakan, nilai ekspor untuk produk lemak dan minyak nabati mencapai 68 persen dari total ekspor provinsi Riau. Sebagian besar produk olahan kelapa sawit di Riau hingga saat ini masih dalam produk mentah yakni CPO. Padahal, potensi pasarnya lebih besar untuk dikembangkan menjadi produk turunan yang menghasilkan nilai tambah tinggi.

Ngakan menjelaskan, industri sawit mampu memberikan kontribusi signifikan bagi Indonesia, karena sebagai produsen dan eksportir terbesar dunia. Sektor ini mampu menyerap tenaga kerja mencapai 21 juta orang baik secara langsung maupun tidak langsung.

Berdasarkan data BPS sampai September 2016, tercatat nilai ekspor produk hilir sawit sebesar US$13.3 miliar atau telah melebihi nilai ekspor minyak dan gas bumi. Produk hilir mencapai 54 jenis. Secara rata-rata tahunan, sektor industri kelapa sawit hulu-hilir menyumbang US$20 miliar pada devisa negara.

Dalam bidang industri pengolahan, Indonesia berpeluang menjadi pusat industri sawit global untuk keperluan pangan, non pangan dan bahan bakar terbarukan. Kemenperin mencatat, Indonesia berkontribusi sebesar 48 persen dari produksi CPO dunia dan menguasai 52 persen pasar ekspor minyak sawit.

Cabang industri potensial yang dapat dikembangkan dari kelapa sawit adalah oleokimia. Jenis produk ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bagi sejumlh industri hilir baik untuk kategori pangan maupun non pangan. Ke depan, pengembangan industri pengolahan komoditas unggulan lokal akan menjadi kunci keberhasilan pertumbuhan ekonomi provinsi Riau seiring menyusutnya komoditas migas.

Industri oleokimia dinilai sebagai sektor yang strategis karena selain memiliki keunggulan komparatif melalui ketersediaan bahan baku yang melimpah, juga memberikan nilai tambah produksi yang cukup tinggi yakni di atas 40 persen dari nilai bahan bakunya.

Oleh karena itu, pembentukan BPPSI Pekanbaru bertujuan pula untuk meningkatkan daya saing industri melalui pelayanan standardisasi. Selain itu, membantu industri dalam analisis kebutuhan teknologi, analisis pasar dan pengembangan produk. Dalam hal pengadaan teknologi, BPPSI akan didukung oleh Unit Pelaksana Teknis lain yaitu Balai Besar serta Balai Riset dan Standardisasi Industri yang tersebar di 17 provinsi di Indonesia.

BPPSI Pekanbaru didorong agar dapat bekerjasama dan bersinergi dengan instansi-instansi di daerah untuk melihat dan memetakan potensi yang dapat dikembangkan. Untuk itu, perlu dibangun jejaring kerjasama dengan pihak perusahaan, asosiasi industri, dunia usaha dan lembaga riset baik di dalam maupun luar negeri. (M Raya Tuah)

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *