
Pekanbaru, Maritim
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendirikan Balai Pengembangan Produk dan Standardisasi Industri (BPPSI) di Jalan Hang Tuah Kulim, Tenayan Raya, Pekanbaru, Riau. Balai tersebut dibangun untuk membantu daerah mengembangkan produk-produk yang memiliki keunggulan agar bernilai tambah tinggi. Sehingga kehadirannya mampu meningkatkan perekonomian masyarakat dan daerah.
“Balai ini dibangun dengan tujuan untuk membantu daerah mengembangkan potensi daerahnya agar produk-produk industri yang dihasilkan mempunyai nilai tambah. Sehingga mampu meningkatkan perekonomian masyarakat dan daerah,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Ngakan Timur Antara, pada peninjauan persiapan akhir ‘Rapat Koordinasi Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) dan Peresmian Balai Pengembangan Produk dan Standardisasi Industri (BPPSI), di Pekanbaru, Riau, Rabu (22/11).
Dengan diresmikannya BPPSI ini, kini balai dan standarisasi industri di bawah binaan BPPI Kemenperin berjumlah 24, yang letaknya menyebar di 17 provinsi di seluruh Indonesia.
Ngakan Timur Antara sebelumnya melantik Krus Haryanto sebagai Kepala BPPSI. Orang pertama di BPPSI Riau itu sebelumnya adalah salah satu pejabat eselin III Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) di Semarang.
Menurut Ngakan, produk-produk unggulan yang jumlahnya cukup banyak di Riau, akan dikembangkan untuk mencapai produk turunan dan memberikan nilai tambah bagi masyarakat. Sehingga bisa meningkatkan perekonomian daerah.

Dipilihnya Riau sebagai tujuan, karena memang daerah ini memiliki potensi kekayaan alam yang cukup tinggi dan banyak, suatu hal yang bisa diberdayakan oleh balai-balai Kemenperin.
“Walau awalnya balai ini belum punya alat yang cukup lengkap tapi kami bisa mendatangkan peneliti atau perekayasa dari balai besar lain yang ada di Indonesia ini. Sehingga kemampuan balai Riau bukan hanya cerminan kemampuan dari mereka sendiri tapi hasil garapan bersama dari balai-balai lain,” ungkapnya.
Ngakan berharap, balai ini dapat membantu pengembangan produk unggulan Riau seperti sawit, karet, kelapa, sagu, nanas, logam dan seterusnya menjadi produk turunan. Yakni dari sawit, misalnya, tidak hanya jadi CPO saja. Kemudian logam, para pengrajin pandai besi Pekanbaru perlu lebih banyak lagi membuat dodos, karena yang dibutuhkan mencapai 72.000 per tahun. Sementara yang dihasilkan masih jauh dari harapan.
Khusus peneliti nantinya akan dikolaborasi dengan balai lain yang sudah ada. Tiap tahun balai Pekanbaru akan memperoleh aloaksi tambahan peneliti. Sehingga mampu mengerjakan pekerjaan yang diberikan. Termasuk juga tahun depan itu akan dialokasikan belanja alat-alat baru, memperbaiki gedung, melengkapi personel dan melengkapi infrastruktur lainnya.
Sedangkan untuk mengoptimalkan balai Pekanbaru, katanya, pihaknya akan selalu berkomunikasi dan berkoordinasi dengan asosiasi serta instansi terkait lain. Sehingga akan terjadi tukar menukar informasi lalu diturunkan jadi suatu kegiatan penelitian yang punya prospek dan dikerjakan secara bersama-sama.
“Saya berharap, balai Pekanbaru ke depan bisa menciptakan berbagai hasil litbang berteknologi, sehingga bisa merangsang investor untuk berinvestasi di Riau,” ucap Ngakan.
Di tempat sama, anggota DPRD Riau Eva Yuliana menyambut baik dengan kehadiran BPPSI di daerah pemilihannya. Apalagi, di wilayahnya banyak kawasan industri, seperti di Kampar. Yang memiliki pengrajin pandai besi, batik dan pengrajin songket. Sementara di daerah Tembilahan punya kelapa dan ikan di Bagan Siapi-api serta Rokan Hilir.
“Kami mengharapkan kepada Kemenperin setelah selesai acara peresmian balai ini dapat melakukan peninjauan ke sentra-sentra industri yang cukup potensial di wilayahnya untuk dikerjasamakan,” pinta politisi Fraksi Demokrat itu. (M Raya Tuah)