Jakarta – Maritim
TERHITUNG sejak Senin (1/1/2018) kemarin, merujuk Peraturan Menteri (Permen) Kelautan & Perikanan Nomor 2 Tahun 2015, alat tangkap ikan cantrang dinyatakan terlarang. Pertimbangannya: pemanfaatan alat tangkap ini berpotensi merusak ekosistem laut. Rifky Effendi Hardijanto Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tegaskan, mulai 1 Januari 2018, tak ada lagi tawar-menawar soal larangan penggunaan cantrang untuk menangkap ikan. Nelayan di seluruh Indonesia tidak boleh lagi menggunakan alat tangkap tersebut. Melalui rilis resmi, ia mengatakan: “Cantrang selesai sudah, tidak perlu dibahas lagi. Pada 1 Januari 2018 pelarangannya diterapkan, jadi artinya alat cantrang merupakan baran terlarang yang tidak boleh beroperasi di Indonesia”.
Pihaknya menyadari, kebijakan ini tak seluruhnya diterima oleh nelayan. Namun, menurut dia kebijakan tersebut harus berlaku. Namun, menurut Rifky, pres merupaka hal biasa. Tetapi harus difahami bahwa aturan harus ditaati, harus diikuti. Boleh saja tak setuju, namun harus tetap ditaati. Kalau tidak ada aturannya, bisa timbulkan kekacauan. Rifky juga akui, masih ada nelayan yang belum memiliki alat tangkap lain sebagai pengganti cantrang. Karenanya, KKP akan terus memberi solusi bagi nelayan agar tetap bisa mencari ikan.
“Ya kalau ada 1-2 kasus, nanti kita selesaikan case by case. Memang ada yang belum selesai, tetapi kan tidak signifikan” tutur Sekjen KKP.
Sebelumnya, nelayan minta kepada Men KP Susi Pudjiastuti untuk segera memberi alat tangkap pengganti cantrang. Sebab, per 1 Januari 2018, alat tangkap tersebut sudah dilarang penggunanya di perairan Indonesia. Sekretaris Jenderal Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Anton Leonard katakan, sejauh ini masih ada nelayan di sejumlah daerah yang belum mendapat alat tangkap pengganti cantrang. Akibatnya, setelah enggat waktu pelarangan diberlakukan, para nelayan tersebut terancam tak bisa mencari ikan. Ujarnya: “Kita harus lihat realita di lapangan. Kalau nelayan jadi tak bisa melaut, ya kita akan protes pemerintah, karena pemerintah sudah janji mau mengganti alat tangkapnya. Permen itu bukan hanya untuk cantrang, tetapi juga alat-alat tarik yang berbentuk seperti trawl juga dilarang. Jadi banyak alat tangkap yang kena aturan Permen itu “.
Anton juga mengungkapkan, HNSI sebenarnya akan mendukung kebijakan larangan penggunaan cantrang, asal hal tersebut justru tidak merugikan nelayan kecil. Pungkasnya:
“Sebenarnya kalau itu dianggap merusak lingkungan, kami akan dukung pemerintah. Tetapi penggantinya harus cepat dicari dan diuji coba. Kami berharap KKP jangan terlalu lambat mewujudkan penggantinya. Kalau pemerintah melarang, maka pemerintah harus juga cari solusi. Ini yang kami terus amati”.***MRT/2701