Prioritas Program Ketenagakerjaan 2018, Ini Arahan Menteri Hanif

Menaker M. Hanif Dhakiri didampingi para pejabat tinggi Kemnaker memukul gong tanda dibukanya Rakornas Pembangunan Ketenagakerjaan di Hotel Bidakara, Jakarta.
Menaker M. Hanif Dhakiri didampingi para pejabat tinggi Kemnaker memukul gong tanda dibukanya Rakornas Pembangunan Ketenagakerjaan di Hotel Bidakara, Jakarta.

JAKARTA, MARITIM.

Menteri Ketenagakerjaan Moh. Hanif Dhakiri mengungkapkan 14 program dan kegiatan yang akan dilaksanakan tahun 2018 ini. Meliputi 5 program di bidang pelatihan dan produktivitas (Lattas), 6 program bidang penempatan dan perluasan kesempatan kerja (PPK), 2 program bidang hubungan industrial dan jaminan sosial tenaga kerja (PHI & Jamsos), serta satu program prioritas di bidang pengawasan ketenagakerjaan.

Di bidang lattas akan difokuskan pada masifikasi pelatihan kerja dan sertifikasi dengan mengutamakan kualitas pelatihan tenaga kerja. Dalam konteks ini, harus dipastikan sumber daya manusia yang dilatih sesuai dengan kebutuhan dan mampu bersaing di pasar kerja.

“Untuk itu, BLK (Balai Latihan Kerja) harus direvitalisasi, reorientasi dan rebranding. Sehingga masyarakat tidak menganggap BLK  sebagai pendidikan vokasi kelas dua (second class),” kata Menaker di hadapan Kepala Dinas Ketenagakerjaan seluruh Indonesia saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pembangunan Ketenagakerjaan di Jakarta, Selasa (30/1/2018).

Rakornas selama dua hari ini bertajuk “Peningkatan Peran Pembangunan Ketenagakerjaan untuk Mendorong Investasi dan Perluasan Kesempatan Kerja dalam Rangka Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas”.

Hanif mengingatkan, jumlah tenaga kerja yang dilatih tidak sebanding dengan pertambahan angkatan kerja. Dalam setahun, output pelatihan yang dilakukan  pemerintah hanya 275.000 orang, lembaga pelatihan swasta cuma 300.000, pihak industri hanya bisa melatih 20.000 orang. Sementara angkatan kerja baru setiap tahun bertambah 2 juta orang, termasuk lulusan SMA/SMK dan perguruan tinggi.

Lembaga pelatihan swasta kini jumlahnya sekitar 8.000 di seluruh Indonesia, tapi yang aktif hanya 2000-an. Keberadaan mereka, akan dievaluasi sehingga diharapkan mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas pelatihan.

Di bidang PPK, Hanif mengatakan akan segera menyelesaikan aturan pelaksanaan UU 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI). Meliputi 11 PP (Peraturan Pemerintah), 3 Peraturan Presiden (Perpres) dan 12 Peraturan Menteri (Ketenagakerjaan).

Undang-undang mengamanahkan semua peraturan ini harus diselesaikan dalam waktu 2 tahun. “Tapi kalau bisa setahun lebih baik,” ujarnya.

Ia juga menyebut akan mengevaluasi tenaga kerja asing tentang standar lama waktu bekerja terkait dengan jabatannya. Untuk itu, Hanif menekankan aturan atau perizinan harus sederhana, simple. Jangan dibikin ruwet, tapi penegakan hukumnya harus kuat.

Dampak digitalisasi

Di bidang PHI dan Jamsos, Menaker mengingatkan bakal terjadinya PHK  sebagai dampak perkembangan digitalisasi. Hal ini harus diantisipasi sedini mungkin, baik dalam menangani penyelesaian proses PHK maupun pelatihan bagi korban PHK agar bisa bekerja kembali di era digitalisasi.

Selain itu, pihaknya juga menggarap konsep unemployment benefit yang diintegrasikan dengan skill development fund, serta aturan pesangon yang berlaku. Dalam konsep ini, pemerintah akan membiayai pelatihan bagi korban PHK dan membiayai kehidupan keluarganya selama mereka belum mendapat pekerjaan kembali.

“Konsep ini masih dibahas bersama Menteri Keuangan,” lanjutnya.

Di bidang pengawasan ketenagakerjaan, Menaker akan fokus pada perusahaan di sektor konsutruksi dan perusahaan yang menggunakan bahan baku berbahaya. Penekanaan ini berdasarkan adanya beberapa kecelakaan kerja di sektor konstruksi, serta terbakar dan meledaknya pabrik kembang api belum lama ini.

“Fokus pengawasan ini untuk memastikan angka kecelakaan kerja dapat ditekan,” tegas Hanif.

Purwanto.

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *