PADA bulan Desember 2017 lalu, hasil laut berupa ikan dan udang hasil tangkapan nelayan Bali mnjadi komoditas yang paling banyak diekspor ke Tiongkok dengan presentase mencapai 29,48%. Sebagai komoditas ekspor terbesar Provinsi Bali, nilai ekspornya sudah mencapai US$ 16,998 juta atau meningkat 36% dibanding periode sama tahun sebelumnya.
Dwi Agus Siswa Putra, Ketua Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) yang memiliki pengaruh kuat di lingkungan para nelayan Bali, mengatakan produk ikan dan udang yang paling banyak diekspor ke Tiongkok adalah cumi. Mayoritas seluruh tangkapan cumi nelayan Bali dikirim ke Tiongkok. Menurut Ketua ATLI yang biasa disapa dengan panggilan akrab “Mister Black” itu, ekspor cumi ke Tiongkok hingga saat ini masih menguntungkan. Hal inilah yang menjadi penyebab makin terdongkraknya nilai ekspor ke negara tirai bambu tersebut.
Menurutnya dari regulasi hingga harga dinilainya sangat kompetitif, hingga ekspor cumi ke China memberi keuntungan yang cukup tinggi bagi nelayan di Bali. Dijelaskan pula, selain mengekspor cumi, pihaknya juga masih tetap mengekspor tuna ke Tiongkok, dalam jumlah tak sebesar ekspor ke Jepang yang masih menjadi tujuan ekspor tuna terbesar bagi Bali. Keuntunga penjualan tuna, tergantung lelang, sedang cumi biasa dibeli dengan fix price dengan untung yang terukur. Menurut data BPS Bai, nilai ekspor tujuan Tongkok meningkat 61,71% pada buan Desember 2017 dibanding bulan sebelumnya menjadi sebesar US$ 2,108 juta. Peningkatan ini mempengaruhi nilai total ekspor yang pada Desember 2017 mencapai US$ 47,222 juta.***MRT/2701