JAKARTA, MARITIM.
Masjid bisa menjadi sarana untuk menyemai pandangan Islam yang moderat, damai, sejuk, dan rahmatan lil ‘alamin (membawa rahmat bagi umat manusia). Bukan menjadi tempat untuk provokasi, kegiatan yang aneh-aneh, atau bahkan menghalalkan segala cara.
“Islam tidak menghalalkan segala cara. Orang semakin berilmu, akan makin moderat. Tapi kalau radikal kayanya nggak berilmu,” kata Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri pada peletakan batu pertama pembangunan masjid Abdurrahman Wahid di Pusdiklat Kemnaker, Jakarta Timur, Selasa (13/3).
Masjid berlantai dua yang akan dibangun berukuran 19 kali 15 meter itu dipersiapkan mampu menampung 370 jamaah di lingkungan Pusdiklat dan masyarakat sekitar. Menurut Sekjen Kemnaker Hery Sudarmanto, pembangunan masjid akan rampung selama 4 bulan dengan biaya Rp 1 miliar.
Dikatakan, masjid menjadi tempat pemersatu bagi masyarakat yang bersemangat belajar agama untuk membangun sesuatu yang positif bagi kehidupan beragama dan bernegara. Tapi ada yang saking gairah dan semangatnya, orang lain dianggap kafir.
“Belajar agama hendaknya dengan guru yang tepat, sehingga tidak terkena paham seperti itu,” pintanya.
Hanif berharap masjid Abdurrahman Wahid juga bisa digunakan untuk mengaji mengingat saat ini bagi masyarakat di kota-kota besar, termasuk Jakarta, mengaji merupakan barang mewah. Sempitnya waktu masyarakat untuk mengaji kepada kyai, akhirnya banyak yang mengaji melalui ‘mbah Google’.
“Untuk mengaji dan belajar agama harus dengan guru atau ulama yang tepat, sehingga pemahaman agamanya baik, tidak macam-macam,” ujarnya.
Di bagian lain, Hanif menegaskan bahwa NKRI, Kebangsaan, Pancasila sudah jadi bagian dengan Islam, jadi tidak perlu dipertentangkan lagi. Ini bukan sekedar kesepakatan politik, tapi merupakan keputusan yang berdimensi agama.
“Sudah sah secara syariat dan fikih,” tegasnya.
Menteri dari Partai Kebangkitan Bangsa itu juga mengritik pandangan segelintir orang yang bilang demokrasi itu haram. Anggapan seperti itu dinilai salah, karena Indonesia pada 2019 nanti akan menggelar pesta demokrasi dengan pemilu, yakni pemilihan presiden dan legislatif.
“Kalau demokrasinya haram, berarti hasil pemilunya juga haram. Eksekutifnya haram, legislatifnya haram, semua hasil produknya juga haram,” ujarnya ketus.
Hanif perlu meluruskan pandangan seperti itu agar masyarakat tidak terprovokasi dan terjebak oleh anggapan yang salah.
Menaker yang didampingi sejumlah pejabat Kemnaker selanjutnya meninjau renovasi asrama diklat yang berada di lantai dua dan tiga gedung Pusdiklat.**Purwanto.