JAKARTA, MARITIM.
BPJS Ketenagakerjaan DKI Jakarta segera melakukan langkah hukum terhadap perusahaan nakal yang tidak jujur dalam melaporkan jumlah karyawan maupun gaji yang sebenarnya. Tindakan hukum akan diterapkan bersama Kejaksaan Tinggi DKI sebagai jaksa negara lantaran banyak perusahaan yang melakukan daftar sebagian (PDS), baik jumlah tenaga kerja maupun gajinya.
“Hingga saat ini lebih dari 50 persen perusahaan peserta BPJS di Jakarta melakukan pelanggaran (PDS),” kata Deputi Direktur BPJS Ketenagakerjaan Wilayah DKI Jakarta, A. Hafiz Alhady, kepada Maritim di Jakarta, Senin (4/6).
Dikatakan, berdasarkan ketentuan perusahaan harus memberikan perlindungan dengan mendaftarkan seluruh karyawan beserta gaji yang sebenarnya kepada BPJS Ketenagakerjaan. Namun kenyataannya masih banyak perusahaan yang melakukan PDS.
Menurut Hafiz, ada perusahaan nakal yang hanya mendaftarkan 60% karyawannya, sehingga 40% lainnya praktis tidak mendapat perlindungan jaminan sosial.
Begitu pula soal gaji. Karyawan yang gajinya Rp 10 juta hanya dilaporkan Rp 5 juta. Sementara pekerja yang gajinya Rp 5 juta hanya dilaporkan sebesar UMR (Rp 3,7 juta).
“Ini sangat merugikan pekerja, terutama bila terjadi kecelakaan kerja, karena santunan yang diterima akan lebih kecil lantaran gaji yang dilaporkan tidak sebenarnya,” kata Hafiz seraya menilai perusahaan tersebut mendzolimi pekerjanya.
Pihak Kejaksaan selaku jaksa negara, lanjut Hafiz, bisa mempidanakan perusahaan tersebut dengan tuduhan melanggar ketentuan jaminan sosial ketenagakerjaan.
Selain itu, pihaknya juga akan menertibkan perusahaan jasa konstruksi (Jakon) yang melanggar aturan. Pasalnya, banyak perusahaan jakon yang belum membayar iuran saat proyeknya mulai dikerjakan.
Masalah ini terungkap setelah munculnya klaim akibat tewasnya pekerja di sebuah proyek. Setelah diteliti, ternyata perusahaan yang bersangkutan belum membayar iuran BPJS seperti yang diatur dalam SK Gubernur DKI.
Mestinya, kata Hafiz, iuran harus dibayar 100% di muka sebelum proyek dikerjakan. Kelalaian itu banyak terjadi karena proyek disubkan kepada perusahaan lain.
Terkait pelanggaran ini, perusahaan bisa kena sanksi perdata atau pidana. “Di daerah lain ada perusahaan yang terkena denda, tapi ada juga yang terkena hukuman 6 bulan penjara. Di DKI akan kita terapkan sanksi hukum seperti itu,” tegasnya.
Bidik 7,5 Juta Warga DKI
Di bagian lain, Hafiz yang pernah menjadi Kakanwil BPJS Ketenagakerjaan di Jawa Tengah dan Sumatera Selatan ini mengatakan, saat ini peserta BPJS TK di wilayah DKI sekitar 5,5 juta pekerja dan tahun ini ditargetkan bertambah 2 juta orang.
Hingga 18 Mei 2018, penambahan peserta (perusahaan dan pekerja) telah mencapai 113% dari target yang ditetapkan tahun 2018. Dari target pekerja penerima upah (sektor formal) sebanyak 2 juta, realisasinya mencapai 972.000 orang. Ia optimis target 2 juta akan terlewati sampai akhir tahun. Sedang untuk perusahaan dari target 33.334 terealisasi 34.033 perusahaan.
Sementara itu, ujar Hafiz, tahun ini juga membidik 7,5 juta warga asli Jakarta, baik pekerja formal maupun bukan penerima upah, menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Upaya ini dilakukan bersama Pemda DKI untuk memperluas kepesertaan mengingat dari 5,5 juta peserta BPJS TK di Jakarta baru 1,6 juta warga DKI yang terlindungi jaminan sosial.
“Upaya ini akan dipercepat karena telah mendapat dukungan Gubernur DKI,” katanya.
Selain itu, peningkatan kepesertaan bagi pekerja bukan penerima upah (BPU) juga terus digenjot, terutama untuk pedagang di lingkungan PD Pasar Jaya. Mereka akan membayar iuran sendiri sebesar Rp 16.700 atau Rp19.700 per orang/bulan.
Dengan menjadi peserta BPJS, lanjut Hafiz, setiap warga negara dipastikan merasakan manfaatnya. Sebagai contoh, dengan iuran Rp 19.700/bulan, seorang petugas kebersihan yang meninggal akibat kecelakaan kerja, ahli warisnya menerima santunan sebesar Rp 68 juta.
Untuk petugas kebersihan di Jakarta yang sekarang terdaftar 35.000 orang, iuran BPJS dibayar oleh Pemda DKI. Begitu pula untuk Pengurus RT/RW yang jumlahnya sekitar 91.000 orang.
BPJS Ketenagakerjaan DKI tahun ini juga akan mendorong Pemda DKI untuk mendaftarkan kembali marbot mesjid se DKI Jakarta. Tahun 2017, sebanyak 1.230 marbot telah terdaftar tapi terhenti karena terkendala soal iuran. “Tahun ini kita harapkan Pemda DKI mendukung mereka jadi peserta jaminan sosial kembali,” pungkas Hafiz Alhady.
***Purwanto.