Makassar, Maritim
MENYUSUL diresmikannya 16 pelabuhan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) oleh Menteri BUMN Rini Soemarno, Jumat (24/8/2018) lalu, Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) berharap Pusat Logistik Berikat (PLB) di KTI terus dibuka. Ketua Umum DPP ALFI Yukki Nugrahawan Hanafi katakan adanya PLB di KTI dinilai sangat penting guna memicu pusat-pusat perdagangan baru. Hal ini sekaligus menjadi pekerjaan rumah yang harus dipikirkan agar PLB di KTI dapat mendorong perdagangan baru di samping menciptakan konektivitas laut dan pertumbuhan ekonomi wilayah itu. Ujar Yukki: “Pekerjaan besar lainnya adalah bagaimana kita ciptakan pusat logistik berikat di KTI agar tumbuh pusat perdagangan baru”.
Ke-16 proyek yang diresmikan, merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dibangun Pelindo IV, dengan tujuan mendorong pembangunan di wilayah timur yang masih tertinggal. Adapun 16 pelabuhan tersebut terdiri dari lima pelabuhan di Papua (Pelabuhan Jayapura, Biak, Sorong dan Manokwari. Lima pelabuhan di Pulau Sulawesi (Pelabuhan Kendari, Bitung, Makassar dan Pare-pare), empat pelabuhan di Pulau Kalimantan (Pelabuhan Balikpapan, Tarakan, Nunukan dan Sangatta), serta dua pelabuhan di wilayah Ambon dan Ternate.
Menurut Yukki, selain membangun infrastruktur penunjang akitivitas maka diperlukan juga sistem digitalisasi dalam penerapan di semua pelabuhan itu. Jelasnya: “DPP ALFI juga terus mendorong pelabuhan-pelabuhan di Indonesia untuk digitalisasi mengingat pembangunan fisik saja tidak cukup. Kami berharap kedepannya pembangunan infrastruktur itu akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah timur agar bisa lebih tinggi dengan standar pelayan yang juga tinggi dan biaya yang efisien dan efektif. Kami juga inginkan Makassar menjadi hub tujuan export untuk wilayah timur. walaupun Bitung juga berpotensi sebagai pelabuhan hub”.
Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menyambut positif terkait beroperasinya 16 pelabuhan di KTI, namun ALFI tetap beri catatan terhadap pemerintah bahwa pembangunan infrastruktur pelabuhan harus dibarengi dengan infrastruktur jalan yang memadai. Ujarnya: “Tentunya bukan hanya pelabuhannya saja yang harus dibangun, tetapi semua infrastruktur jalan ke dan dari pelabuhan harus memadai agar tak terjadi kemacetan, seperti yang terjadi pada pelabuhan di Jawa. Jadi semua harus terintegrasi dengan moda lainnya”.
Selain itu, ada pekerjaan rumah lain yang menyangkut dengan prinsip ship follow the trade, yaitu bagaimana kapal dapat terisi di atas 80% terutama yang datang dari KTI, karena saat ini tingkat keterisian kapal rata-rata baru mencapai 55%. Menurut Yukki, tingkat kterisian tentunya harus dilihat dari mana kapal itu dan akan ke mana. Ukuran kapal tersebut berikut kapasitas pelabuhannya juga perlu dikaji, tetapi diambil rerata untuk KTI baru 55 %”.
Imbuh Ketua Umum ALFI, mengingat luasnya wilayah KTI, harus dilihat dari mata rantai pasok berikut jenis komoditinya. Kendati demikian, dia tetap mengapresiasi pemerintah dalam pemerataan pembangunan khususnya di KTI. Selain itu, dia berharap ada sinergi yang dilakukan semua pihak di samping tugas pemerintah itu sendiri. Ujar Yukki: “Tentunya ini bukan tugas pemerintah atau Pelindo IV semata, tetapi merupakan tanggung jawab kita semua untuk mengoptimalisasi”.
Sementara itu, terkait kerja besar Peloindo IV, Menteri BUMN lewat siaran per menyatakan: “Ini suatu capaian yang besar, dalam kurun waktu kurang dari tiga tahun. Pembangunan pelabuhan-pelabuhan akan membantu masyarakat terutama dalam mendorong konektivitas laut dan daya saing di wilayah timur Indonesia. Terima kasih kepada Pelindo IV yang sudah bekerja keras”. ***ERICK ARHADIT