Jakarta, maritim
DALAM memberi dukungan terhadap tumbuh kembanganya sektor pariwisata, setiap instansi pemerintahan mengklaim memiliki langkah sendiri-sendiri. Deputi Bidang Kerjasama Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Wisnu Wijaya Soedibyo mengatakan kementerian telah melakukan banyak upaya untuk dapat meningkatkan dan mempercepat penanaman modal ke sektor pariwisata.
“Kami terus berupaya, dari BKPM dan dinas-dinas daerah untuk selalu mempercepat segala hal yang terkait investasi, khususnya di sektor pariwisata” katanya dalam Rapat Koordinasi (Rakornas) Pariwisata Kemenpar, di Jakarta, pekan lalu.
Adapun, langkah-langkah yang diupayakan oleh BKPM adalah pertama, BKPM meminimalisir permasalahan terkait dengan perizinan dan non-perizinan dalam penanaman modal dan pengadaan tanah. Ujarnya: “Kan sering ada permasalahan dari peraturan yang tumpang tindih, dan bahkan di beberpa tempat ada pihak-pihak yang mengaku punyai wewenang dan menghambat investasi. Jadi ini yang kami coba atasi”.
Kedua, BKPM juga tengah mengupayakan percepatan penanaman modal untuk proyek-proyek infrastruktur. Ungkap Wisnu: “Tetapi setelah adanya sistem kerjasama pemerintah dan badan usaha [KPBU], rasanya ini sudah mulai bisa diatasi”.
Ketiga, BKPM juga tengah mencoba untuk meluluskan paket insentif pajak mini tax holiday. Dengan demikian, banyak investor yang masih memiliki keraguan, karena besarnya nilai investasi menjadi lebih tertarik menanamkan modalnya. Kata Wisnu pula: “Jadi skalanya lebih kecil dari pada skala investasi yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Keuangan saat ini, yang mencapai besaran Rp500 miliar”.
Lebih lanjut Wisnu menjelaskan, realisasi investasi di sektor pariwisata dari tahun ke tahun meningkat cukup signifikan, yakni Rp12,0 triliun pada 2015, Rp13,7 triliun pada 2016, dan Rp19,1 triliun pada 2017. Sementara itu, realisasi investasi pada semester I/2018 sudah mencapai Rp7,9 triliun.
Terkait hal itu, Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Meliadi Sembiring mengatakan pelaku UMKM di sektor pariwisata juga dapat memanfaatkan dana bergulir yang memiliki bunga 4,5% per tahun. Menurutnya: “Dana bergulir ini juga dapat digunakan untuk pelaku UKM di sektor pariwisata, karena peruntukannya untuk sektor pariwisata, perikanan dan peternakan”.
Alokasi dana bergulir tahun ini mencapai Rp1,2 triliun, atau lebih kecil dari tahun lalu yang mencapai Rp 1,5 triliun. Adapun, program yang telah berjalan sejak 2008 ini telah dapat disalurkan kepada 2.613 koperasi dan dimanfaatkan dananya oleh lebih dari 900.000 lebih UMKM. Selain itu, katanya pelaku usaha di sektor pariwisata juga dapat memanfaatakan pinjaman non-koperasi simpan pinjam. Jelasnya: “Itu pinjaman khusus untuk sektor riil, yang bunganya 5% per tahun, tetapi lebih untuk pelaku industri manufaktur, dan kriya. Tetapi juga dapat dimanfaatkan oleh sektor pariwisata”.
Bank Indonesia juga akan mengintensifikasi layanan sistem pembayaran dan ekonomi digital di daerah-daerah destinasi pariwisata. Kata Pimpinan Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Reza Anglingkusuma: “Dalam kegiatan ini, karena BI sebagai otoritas sitem pembayaran nasional. Selain itu, BI juga akan dorong peningkatan kegiatan usaha penukaran valuuta asing non bank (Kupva BB) berizin di destinasi pariwisata. Tetapi kami akan tetap menindak tegas Kupva BB tak berizin, karena hal iotu akan mendistorsi usaha legal di destinasi wisata tersebut”. ***ERICK ARHADITA