Jakarta, Maritim
Kemenperin minta industri mainan orientasi ekspor terus melakukan upaya agar produknya punya brand global. Mengingat, pemerintah telah membuat beberapa kebijakan yang dapat memacu ekspor, dengan pemberian fasilitas insentif fiskal melalui program Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE).
“Pemerintah saat ini sangat mendorong industri orientasi ekspor. Untuk itu, kita jangan hanya fokus pada pasar domestik saja, karena ekonomi nasional kini tengah mengalami defisit neraca perdagangan,” kata Menperin, Airlangga Hartarto, usai meresmikan ‘Peluncuran Batik Barbie’, produksi PT Mattel Indonesia, di Jakarta, Selasa (2/10).
Kemenperin mencatat, industri mainan mampu memberi kontribusi signifikan bagi ekonomi nasional, yakni pada 2017 nilai ekspornya mencapai US$302,42 juta. Naik 11,84% dibanding tahun 2016 sebesar US$270,36 juta.
Di samping itu, peran industri mainan dari nilai produksi mencapai Rp10,7 triliun, dengan kapasitas sebesar 4.575 ton pada 2017. Investasi Rp410 miliar dan sampai kini jumlah tenaga kerja yang diserap sebanyak 23.116 orang.
Kemenperin memberi apresiasi kepada PT Mattel Indonesia dalam pengembangan industri mainan di dalam negeri yang telah beroperasi sejak 1992. Ini sekaligus menunjukkan kepercayaan Mattel terhadap iklim investasi di Indonesia.
“Melalui Mattel, kita sekarang punya produsen mainan yang menguasai pasar global, yakni dengan produk boneka merek Barbie. Apalagi, enam dari 10 produk yang beredar di dunia, dihasilkan dari perusahaan ini. Sedangkan mobil mainan Hot Wheels, dua dari 10 produk yang ada di dunia, merupakan buatan anak bangsa kita,” urai Menperin.
Apresiasi lainnya diberikan kepada Mattel karena menyerap tenaga kerja sebanyak 10 ribu orang dengan nilai ekspor dalam lima tahun terakhir rata-rata di atas US$150 juta per tahun.
Kini, tambahnya, Mattel promosikan batik agar jadi bagian kebutuhan masyarakat dunia. Bahwa, batik tidak hanya lagi digunakan sebagai pakaian resmi, tapi kini dapat juga dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan ekonomi.
“Salah satu contohnya yang dikembangkan Mattel, adalah memproduksi Barbie dengan berbusana batik,” ungkapnya.
Upaya ini diyakini dapat memberikan inspirasi dan edukasi kepada para konsumennya, terutama anak perempuan yang berusia 3-7 tahun, untuk mulai mengenal batik sebagai warisan kebudayaan Indonesia.
Bertepatan dengan perayaan Hari Batik Nasional, Barbie meluncurkan koleksi terbaru hasil kolaborasi dengan Iwan Tirta Private Collection, yakni koleksi Barbie Batik Kirana. Kolaborasi ini merupakan kali pertamanya bagi Barbie berkolaborasi dengan desainer lokal menggunakan kain identitas negeri.
“Industri batik nasional memiliki daya saing yang kompetitif di pasar internasional. Indonesia juga menjadi market leader yang menguasai pasar batik dunia. Sehingga berkontribusi signifikan terhadap perekonomian,” tuturnya.
Kemenperin mencatat, keunggulan industri batik nasional terlihat dari capaian nilai ekspor sebesar US$58,46 juta pada 2017, dengan tujuan pasar utama ke Jepang, Amerika Serikat dan Eropa.
Bahkan, potensi perdagangan produk pakaian jadi di dunia yang mencapai US$442 miliar, menjadi peluang besar bagi industri batik dalam negeri untuk semakin meningkatkan pangsa pasarnya. Mengingat batik sebagai salah satu bahan baku produk pakaian jadi.
Sementara di tempat terpisah, Direktur Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka Kemenperin, Muhdori, menjelaska Mattel di Indonesia merupakan PMA, tapi punya hati untuk menggunakan culture Indonesia. Salah satunya batik.
“Di mana, batik yang dikembangkan pada boneka Barbie, itu adalah memang batik yang sebenarnya. Maka dari itu mereka menggandeng desain Iwan Tirta. Jadi tidak ada alasan bagi perusahaan yang selama ini beroperasi di Indonesia tidak mengembangkan kekayaan Indonesia,” katanya.
Buktinya, Mattel bisa dan sudah go internasional dan mampu memenuhi pasar dunia.
Sekarang, lanjut Muhdori, produk Mattel tidak ada dipasarkan di Indonesia. Karena semuanya untuk konsumsi ekspor.
Saat ini, sambungnya, garmen yang di produksi oleh kita sudah mampu memenuhi berbagai macam order dari negara lain. Termasuk desainnya.
“Jadi desainer kita sudah tahu bahwa kalo musim ini, maka pola dan motif batiknya seperti ini, sehingga kita sudah mampu mengetahui selera mereka. Termasuk coraknya. Sehingga desainer kita sudah mengantisipasinya,” urainya.
Dengan menggunakan batik dalam negeri maka TKDN nya sudah 40%. (M Raya Tuah)