Jakarta, Maritim
Archipelagic and Island State (AIS), atau Forum Negara-negara Pulau dan Kepulauan, merupakan kendaraan bagi banyak pihak mengatasi perubahan iklim. Sekaligus sebagai kunci dan kebutuhan pembangunan maritim bagi para anggotanya.
“Semangat kerja sama dalam persiapan ini akan jadi lebih penting, karena Forum AIS membahas tantangan bersama, di mana Isu-isu yang dihadapi negara pulau dan kepulauan tidak mengenal perbatasan. Seperti perubahan iklim, bencana alam, polusi dan limbah laut. Merupakan ancaman umum dan membutuhkan solusi yang disesuaikan dengan keadaan negara-negara kita yang uni,” ujar Menko Maritim, Luhut B Pandjaitan, saat pertemuan dengan para pemimpin dan perwakilan negara-negara peserta Forum AIS, di sela-sela acara Our Ocean Conference (OOC) 2018, di Bali, Senin (29/10).
Siaran pers dari Kemenko bidang Kemaritiman, yang diterima tabloidmaritim.com, menyatakan Forum AIS akan digelar pada 1-2 November 2018, di Manado, Sulawesi Utara, dapat mengkatalisasi pemikiran inovatif dan membantu menghasilkan solusi cerdas serta inovatif dari para anggotanya.
Karena yang dibutuhkan sekarang adalah aksi global, yang menuntut lebih tanggap dan cepat. Bahkan kreatif menghadapi situasi seperti sekarang ini. Seperti adanya pembiayaan Green Sukuk, yang diterbitkan Indonesia bersama United Nations Development Program (UNDP), sehingga bisa membantu Indonesia mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan.
“Model pembiayaan campuran (blended finance), adalah salah satunya, yang telah kami luncurkan bernama SDG One. Bertujuan untuk menghasilkan lebih dari US$2 miliar pendanaan bagi proyek-proyek terkait SDG,” ungkapnya.
Sementara bantuan gabungan global untuk mengatasi dampak perubahan iklim sekitar US$150 miliar. Sementara yang dibutuhkan US$9 triliun.
Para pejabat dari 20 negara telah melakukan pertemuan menjelang pelaksanaan Forum AIS. Yang berpartisipasi sudah mencapai 46 negara, antara lain Indonesia, Singapura, Palau, Maurutius, Saint dan Nevis, Selandia Baru serta Inggris. Hampir mencakup seluruh negara kepulauan yang ada di dunia.
Direktur UNDP di Indonesia, Christopher Bahuet, menambahkan Forum AIS mendesak dilakukan. Karena ekonomi kelautan adalah yang paling rentan terhadap perubahan iklim dan dampaknya terlihat pada negara pulau dan kepulauan di seluruh dunia.
Di sisi lain, suhu perubahan dari Arus Teluk di Atlantik, memiliki penyebab sama dengan naiknya permukaan laut dalam mempengaruhi negara-negara pulau di Pasifik. Semua negara bagian di negara ini berperan dalam perdagangan ikan global senilai US$153,5 miliar.
Maka dari itu, katanya, Forum ini kesempatan bagi semua pihak untuk memanfaatkan alat-alat inovatif dalam pembiayaan pembangunan. Di mana UNDP Indonesia berkomitmen untuk menemukan cara-cara baru dalam menutup kesenjangan pembiayaan pembangunan. (M Raya Tuah)