Jakarta, Maritim
BADAN Usaha Supply Chain Indonesia (SCI) menyatakan program tol laut yang dinilai belum optimal sejak diimplementasikan pada 2016 oleh Kementerian Perhubungan perlu diatasi dengan fokus terhadap komoditas wilayah setempat. Setijadi, Chairman SCI mengatakan fokus terhadap komoditas diperlukan untuk meningkatkan potensi muatan balik dari Kawasan Timur Indonesia (KTI) maupun daerah-daerah lain yang dilewati program tol laut, misalnya, komoditas perikanan.
Untuk tol laut pada trayek T-2 (Tanjung Priok–Tanjung Batu–Blinyu–Tarempa–Natuna (Selat Lampa)–Midai–Serasan–Tanjung Priok), misalnya, dapat dimanfaatkan untuk pengangkutan ikan dari Natuna. Trayek T-11 (Tanjung Perak–Timika–Agats–Marauke– Tanjung Perak) juga dapat digunakan untuk pengangkutan ikan dari Merauke. Jelasnya: “Sebagai gambaran, potensi di Wilayah Pengelolaan Perikanan 718 sebesar 1.992.730 ton”.
Menurut Setihadi, Natuna dan Merauke, adalah dua dari 12 lokasi Program Sentra Kelautan & Perikanan Terpadu (SKPT) yang dibangun Kementerian Kelautan dan Perikanan di tahun 2017. Pengembangan SKPT lain juga dapat disinergikan dengan program tol laut, termasuk dalam upaya peningkatan muatan balik.
Dia menilai upaya tersebut tepat karena Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Tanjung Perak merupakan pintu keluar kawasan industri di bagian barat dan timur Pulau Jawa yang sebagian produknya dikirim ke KTI dan wilayah-wilayah lain. Ujarnya: “Di lain sisi, sebagian besar industri pengolahan ikan juga berada di Pulau Jawa, hingga diperlukan pengangkutan ikan dari KTI dan wilayah-wilayah lain tersebut yang dapat jadi muatan balik tol laut. Namun upaya peningkatan muatan balik ini bukan hal mudah yang bisa dicapai dalam waktu cepat mengingat perlu perencanaan dan implementasi secara sistemik dan sistematis dalam jangka panjang dengan melibatkan banyak pihak terkait”.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sempat memberi ultimatum kepada operator perusahaan BUMN dalam program tol laut jika tak bisa memenuhi standar minimal muatan balik sebesar 30%, berupa pencabutan subsidi biaya pengangkutan. Pemerintah mencatat muatan balik masih berkisar 10%—20% dari ruang muat kapal.
Data Kemenhub per awal Juli 2018 menunjukkan, muatan berangkat KM “Caraka Jaya Niaga III-4” di trayek T-2 (Tanjung Priok-Tanjung Batu-Blinyu-Tarempa-Natuna (Selat Lampa)-Midai-Serasan-Tanjung Priok) rerata 501 ton per voyage, atau 19,3% dari kapasitas kapal 2.600 ton. Namun, muatan balik di trayek yang dioperasikan PT Pelni itu rerata hanya 12,7 ton per voyage atau tak sampai 5% dari kapasitas kapal.***MRT/2701