JAKARTA, MARITIM.
Adanya silang pendapat dalam pembahasan rancangan aturan turunan dari UU No.18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) tidak menyurutkan instansi terkait untuk mengintensif pembahasan, sehingga peraturan pelaksanaan undang-undang tersebut dapat segera diterbitkan.
Dari rencana semula akan menerbitkan 28 peraturan, pemerintah telah memangkas dan hanya akan menerbitkan 13 regulasi. Baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), maupun Peraturan Menteri (Permen).
“Pembahasan kini semakin mengerucut, sehingga dalam waktu dekat regulasi pelaksanaan UU PPMI segera diterbitkan,” kata Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Bina Penta dan PKK) Maruli A. Hasoloan di Jakarta, kemarin.
Namun, Dirjen menyebut ada beberapa masalah yang belum disepakati instansi terkait. Antara lain, soal perizinan bagi Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia, serta kewajiban perusahaan memiliki modal disetor yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan minimal Rp 5 miliar dan wajib menyetor uang ke bank pemerintah dalam bentuk deposito minimal Rp 1,5 miliar sebagai jaminan untuk melindungi pekerja migran.
Maruli yang didampingi Direktur Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Soes Hindharno menegaskan, kedua masalah tersebut jelas tercantum dalam UU PPMI. Ketentuan mengenai perusahaan wajib memiliki Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI) diatur dalam pasal 51. Sedang ketentuan perusahaan wajib memiliki modal disetor Rp 5 miliar dan menyerahkan deposito Rp 1,5 miliar diatur dalam pasal 54.
Uang jaminan ini akan digunakan untuk memenuhi hak-hak pekerja migran yang belum terselesaikan, misalnya santunan asuransi. “Kalau ada kasus seperti ini, maka uang jaminan ini dapat digunakan,” ujarnya.
Soal deposito ini, kata Maruli, juga menjadi masalah sensitif bagi perusahaan pengawakan kapal (manning agent) yang khusus merekrut dan mengirim pelaut Indonesia ke luar negeri. Alasannya, selama ini mereka telah memiliki SIUPPAK (Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal) dari Kementerian Perhubungan.
Solusinya, lanjut Dirjen Bina Penta & PKK, sebagai leading sector Kemnaker akan melakukan sinkronisasi dengan pimpinan instansi terkait. Jika masalah ini belum dapat diselesaikan juga, akan dibawa ke tingkat Menko (Maritim).
Yang pasti, tegas Dirjen, pemerintah sangat concern melindungi pekerja migran, termasuk pelaut yang bekerja di kapal. Baik mengenai syarat kerja, hubungan kerja, upah, keselamatan dan kesehatan kerja, maupun pengawasan dan penegakan hukumnya. Semua masalah ketenagakerjaan ini ditangani oleh Kemnaker, termasuk soal kepelautan.
Namun untuk teknis perkapalan, tetap ditangani oleh Ditjen Perhubungan Laut. “Masing-masing ada lembaga yang menangani. Jadi, tidak ada lembaga yang menang-menangan,” pungkas Dirjen Bina Penta & PKK.
UU PPMI disahkan pada 25 Oktober 2017 menggantikan UU No 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia yang telah berlaku selama 13 tahun. Ada 13 bab dan 91 pasal yang diatur dalam regulasi baru ini.
***Purwanto.