SURABAYA-MARITIM: Disebabkan terjadinya beda pendapat tentang perannya dalam industri perikanan, maka di beberapa daerah terjadi “penggusuran” terhadap Keramba Jaring Apung (KJA) di waduk dan danau, dengan kecenderungan penurunan hasil produksi ikan air tawar di Indonesia. Seperti diberitakan, sejumlah daerah tengah mengkaji pengurangan KJA di waduk maupun danau, karena fasilitas tersebut dinilai jadi penyebab utama pencemaran air. Tetapi, sejauh ini tidak disebut secara pasti berapa besar penurunan produksi yang terjadi.
Padahal, sesuai hasil kajian yang dilakukan Pusat Riset Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dinyatakan bahwa sumber pencemaran dari budidaya perikanan itu relatif rendah dibanding dengan sumber pencemar lain dari hulu dan Daerah Aliran Sungai (DAS).
Dalam ‘Forum Aquatica Asia dan Indoaqua 2018’, anggota asosiasi Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Anang Hermanta menyampaikan saat ini para pembudidaya KJA sudah menyadari bahwa mereka perlu ditata dan dibina agar budidaya ikan air tawar yang dilakukan dapat berkelanjutan. Ujarnya pekan lalu: “Mereka sangat merasakan bahwa air adalah ladang hidup mereka yang harus dijaga kelestariannya”.
Penyokong Terbesar: Anang mengaku anggota GPMT juga telah lakukan berbagai inovasi, misalnya mengembangkan pakan apung ramah lingkungan, hingga pakan tidak jatuh ke dasar perairan, membuat pakan yang rendah fosfor, serta ajarkan feeding management yang baik dan memanfaatkan teknologi tepat guna kepada para pembudidaya. Upaya lainnya adalah melakukan bersih-bersih waduk secara berkala.
Menurut catatan GPMT, selama ini KJA merupakan penyokong terbesar produksi ikan budidaya nasional. Penerapan KJA juga dinilai memberi multiplier effect bagi usaha lainnya. Oleh karena itu, dia memandang penggusuran total KJA akan jadi masalah bagi produksi ikan nasional dan stakeho;der budidaya perikanan air tawar.
“Mengingat manfaatnya yang begitu besar, sebaiknya kita bersama-sama menata KJA, membina pembudidaya KJA, mengatur kembali sesuai dengan daya dukungnya, agar KJA ini menjadi usaha budidaya yang berkelanjutan jangan malah dizerokan” imbuh Anang.
Di sisi lain, GPMT mengapresiasi upaya KKP terkait ketersediaan tepung ikan lokal dan kebijakan pemberantasan illegal fishing. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti disebut telah menyampaikan kepada Kementerian Pertanian (Kementan) agar ketersediaan bahan baku seperti dedak padi dan gaplek di dalam negeri dijamin produksinya.
Sebelumnya, Menteri KP telah menyatakan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia adalah air, hingga seharusnya usaha perikanan jadi basis perekonomian utama dan harus didukung semua pihak. Ujar Menteri Susi, ke sejumlah asosiasi perikanan di ‘Forum Aquatica Asia dan Indoaqua 2018’: “Budidaya perikanan sangat dibutuhkan dan harus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Karenanya sustainable aquaculture is a must“.
Men KP juga sarankan agar kegiatan budidaya KJA dapat saling mendukung sektor yang lain, contohnya pariwisata, dengan membentuk kawasan Aqua Wisata, seperti Agro Wisata yang saat ini sedang dikembangkan.
Makin Berkembang: GPMT berharap pemerintah mengkaji ulang pelarangan keramba jaring apung di waduk dan danau. Anang Hermanta, ketua divisi pakan ikan dan udang GPMT, mengatakan budidaya perikanan, baik udang maupun ikan berkembang dari tahun ke tahun di Indonesia. Hal itu terbukti dari data di lapangan, dengan makin banyaknya investor yang masuk dan tertarik mendirikan parik pakan ikan dan udang.
Sekurangnya, kata Anang, dalam tiga tahun ini terdapat lima pabrik baru dari luar negeri yang berinvetasi di Indonesia. Namun demikian, mulai tahun ini khususnya produksi ikan air tawar cenderung menurun disebabkan karena mulai digusurnya KJA di waduk dan danau.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto membeberkan data bahwa saat ini produksi perikanan budidaya selama 5 tahun terakhir (2013-2017) tumbuh rerata sebesar 4,97% tahun, khusus pada tahun 2017 yang lalu, produksi perikanan nasional tercatat 16 juta ton.***ERICK ARHADITA