SNI Wajib Pelumas Adalah Kebutuhan Negara Bukan Keinginan Industri

Pemberlakuan SNI wajib pelumas untuk melindungi konsumen, persaingan usaha yang sehat, investasi dan multiplier effect lainnya
Pemberlakuan SNI wajib pelumas untuk melindungi konsumen, persaingan usaha yang sehat, investasi dan multiplier effect lainnya

JAKARTA – MARITIM : Instrumen yang paling cocok untuk menambah idle kapasitas industri pelumas di dalam negeri adalah dengan memberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib pelumas di seluruh wilayah Indonesia. Kenapa? Karena Indonesia perlu aturan itu.

“Ini adalah kebutuhan negara bukan keinginan pemerintah atau industri. Karena SNI wajib pelumas untuk melindungi konsumen, persaingan usaha yang sehat dan menumbuhkan industri di dalam negeri. Kalau industri dalam negeri tumbuh dapat menyerap tenaga kerja, menambah investasi dan multiplier effect lainnya,” kata Direktur Industri Kimia Hilir dan Farmasi Kemenperin, Taufiek Bawazier, saat FGD ‘Implementasi Peraturan SNI Wajib Pelumas Bagi Perlindungan Konsumen’, yang diadakan Forwin, di Jakarta, Rabu (27/3).

Read More

Pada kesempatan ini tampil pula pembicara lain seperti Ketua Bidang Pengembangan Asosiasi Produsen Pelumas Dalam Negeri (Aspelindo) Andria Nusa, Ketua Umum Masyarakat Pelumas Indonesia (Maspi) Barman Tambunan dan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi.

Seperti diketahui, SNI wajib pelumas tertuang dalam Permenperin No 25 tahun 2018 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Pelumas Secara Wajib. Aturan ini resmi diundangkan pada 10 September 2018 dan akan berlaku satu tahun kemudian.

Pada Permenperin itu juga berisi 21 SNI bersifat sukarela dan tujuh  tujuh kategori pelumas yang wajib ikut SNI, di antaranya pelumas mesin bensin 4 tak kendaraan bermotor, mesin bensin 4 tak sepeda motor dan mesin bensin 2 tak dengan pendingin udara. Lalu mesin bensin 2 tak pendingin air, mesin diesel putaran tinggi, roda gigi transmisi manual dan gardan serta transmisi otomatis.

Menurutnya, SNI wajib pelumas berpotensi meningkatkan ekspor produk, yang mayoritas dibutuhkan oleh produk otomotif ini.

“Jika nanti sudah diterapkan, ekspor diharapkan akan meningkat, karena dengan diterapkannya SNI wajib pelumas produk industri dalam negeri sudah mengikuti standar internasional,” katanya.

Dia memprediksi, ekspor produk pelumas yang memenuhi SNI wajib bisa mencapai US$77 juta, atau sekitar Rp1,09 triliun (kurs US$ 1 = Rp 14.200) pada 2019. Meningkat dibandingkan pada 2018 senilai US$ 72 juta atau sekitar Rp1,02 triliun.

Dibuatnya aturan soal SNI ini untuk meningkatkan daya saing dan utilisasi industri pelumas dalam negeri, sehingga dapat memenuhi peningkatan kebutuhan pelumas, khususnya bagi industri otomotif nasional.

Di sisi lain, untuk melindungi konsumen terhadap beredarnya pelumas palsu. Bagi yang melanggar ketentuan ini dapat diancam sanksi pidana dan denda hingga miliaran rupiah.

Taufiek menambahkan, tahun lalu utilisasi pelumas SNI wajib baru 42%, tapi setelah berlaku secara nasional ditargetkan utilisasinya mencapai 60%.

Sementara Ketua Bidang Aspelindo, Andria Nusa, berharap aturan SNI wajib pelumas ini tidak hanya berlaku pada sektor otomotif nasional saja melainkan juga ke industri.

“Kami sangat menyambut pemberlakuan SNI wajib pelumas ini karena memberikan perlindungan konsumen. Hal lain, jangan sampai ada barang dan jasa yang masuk ke negara dengan mutu kualitas rendah,” pintanya. (M Raya Tuah)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *