KA Listrik: Solusi Atasi Macet dan “Jalur Tengkorak” di Bali

Wacana moda angkutan berbasis rel untuk Pulau Bali
Wacana moda angkutan berbasis rel untuk Pulau Bali

DENPASAR BALI – MARITIM : Rencana pembangunan jalur Kereta Api Listrik untuk Pulau Bali yang akan dimulai tahun 2020, tentu bukan kelatahan dalam mengatasi masalah lalu lintas di kota-kota metropolitan. Pertumbuhan cepat industri dan perdagangan di metropolis yang ditunjang oleh kawasan pendukungnya, memicu makin meningkatnya mobilitas para tenaga kerja, yang karenanya memerlukan sarana angkutan massal, cepat, murah dan tentunya aman.

Cukup dimengerti, bila Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI), serta kawasan pendukungnya Depok-Tangerang-Bekasi (Detabek) merupakan daerah yang paling awal merasakan beban kebutuhan angkutan massal, guna mengurangi kemacetan lalu lintas perkotaan. Karenanya sejak dua dekade lalu, pemerintah daerahnya terus menerus mencari solusi agar kedepan Jakarta tidak makin jadi rimba kendaraan bermotor yang lebih banyak macetnya dibanding kondisi lancar. Jalan keluar untuk mengatasi kemacetan, masih berkutat pada meningkatkan produktivitas angkutan bis kota antara lain dengan meningkatkan peran bis Trans Jakarta, mendorong peran Kereta Rel Diesel (KRD), dibarengi dengan pembangunan jalan-jalan tol dalam kota, dan lain sebagainya.

Hasilnya? Rasio Panjang Jalan Terhadap Jumlah Kendaraan Bermotor di Jakjarta pada tahun 2018 lalu masih “ikut macet” di posisi puncak, disusul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada ranking ke-3 ditempati oleh Provibnsi Bali, dengan rasio 503.37, yang berarti lebih dua kali lipat rasio nasional yang tercatat pada kisaran 216.37. Tak heran bila masyarakat dan Pemprov Bali, kian tak nyaman menghadapi kondisi ini, hingga Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai agar Pemprov menata ulang sistem transportasi Bali.

Problem Mobilitas

Mengacu data, luas wilayah administratip Pulau Dewata mencapai 563.286 Km, dengan jumlah penduduk sesuai sensus tahun 2000 sebanyak 3.124.647, tetapi pada 2019 ini telah meningkat menjadi 4.230.051 jiwa. Peningkatan jumlah populasi ityu, tak hanya disebabkan oleh tingginya angka kelahiran, tetapi utamanya karena migrasi berlatar belakang ekonomi yang mengakibatnkan makin derasnya penduduk pendatang dari pulau-pulau lain. Selain dari Pulau Jawa berdasar alasan perpindahan tugas kedinasan serta bekerja di sektor non formal, pengembangan perdagangan, sekolah/kuliah, terdapat pula yang pindah ke Pulau Bali berdasar keinginan memperdalam kesenian, dll.

Tambahan penduduk musiman di Bali juga selalu terjadi, sesuai dengan iklim pariwisata saat berada di hight-session.  Seperti diketahui, Bali merupakan ikon pariwisata utama Indonesia, yang menumbuhkan industri perpelancongan di provinsi ini. Disebabkan hal ini, mayoritas penduduk ‘asli’ Bali, rerata juga menjadi penyumbang industri pariwisata menjadi usahawan atau sekedar pekerja di hotel dan restoran, menjadi pemandu wisata atau juga penerjemah bagi bagi para wisatawan mancanegara (wisman).

Efek meningkatnya kunjungan wisman maupun wisatawan nusantara (wisnus), mobilitas di Provinsi Bali juga terus meningkat. Dengan akibat populasi kendaraan bermotor kian tinggi. Berdasar data Biro Pusat Statistik (BPS) Bali, jumlah kendaraan bermotor di Bali saat tercatat sebagai berikut:

  • Mobil (pribadi/umum) dengan tanda nomor kendaraan DK sebanyak 2.988.356 unit
  • Sepedas motor sebanyak 2.501.217 unit (tambah sekitar 900 unityang belum mutasi)
  • Kendaraan dinas plat merah serta kendaraan operasional TNI/Polri yang jumlahnya belum terdata dengan rinci).

Kian meningkatnya populasikendaraan bermotor diu Bali, bukan hanya karena penambahan dengan produk-produk mutakhir, tetapi juga banyaknya kendaraan berusia produksi cukup tua tetapi tak ada upaya menyusutan dengan jalan meningkatnya pajak progresip, maupun batyas usia pengoperasian di jalan-jalan umum. Padahakl, menurut para pakar, kalau ada inisiatip dari Pemprov untuk menscrap kendaraan dengan usia produksi 15 tahun ke atas, selain mengurangi jumlah “si jago mogok”, juga berpotensi sebagai tambahan pendapan daerah, seperti di negara0-negara bagian di AS yang tiap tahunnya mendapat tambahan pendapat sebesar Rp.110 triliun dari hasil scraping kendaraan renta.

Angkutan Berbasis Rel

Bertolak dari masalah yang cukupitu, Gubernur Bali I Wayan Koster meluncurkan gagasan untuk membangun angkutan berbasis rel, sebagai salah satu layanan alternatib di Bali. Orang nomor satu di Pulau Dewata itu yakin bahwa pembangunan moda transportasi kereta api akan mampu mengurai kemacetan yang hampir selalu terjadi di jalur tengah Pulau Dewata yang menghubungkan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai di Kabupaten Badung, melintasi Mengwi-Bedugul, hingga ke Singaraja, Kabupaten Buleleng.

Selain itu, kehadiran jalur ini dipastikan akan menyediakan alternatif transportasi yang lebih nyaman dan cepat bagi krama Bali maupun wisatawan mancanegara (wisman) maupun para  wisatawan nusantara (wisnus).

Untuk kondisi saat ini, jalur jalan raya Denpasar-Singaraja sejauh 85 Km, pada umumnya ditempuh selama tiga jam lebih. Diperkirakan kedepan nanti, dengan kereta api listrik, rute tersebut akan mampu ditempuh hanya dalam dua jam.

Selain untuk memangkas jarak tempuh, pembangunan angkutan berbasis rel tersebut juga dimaksud untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas, karena lewat jalur eksisting harus melalui jalur sempit sebagai hasil peningkatan jalan antar wilayah yang dibangun sejak masa pemerintahan Hindia Belanda. Jalan yang mendapat sebutan “jalur tengkorak” itu, selain berliku menyusuri lereng dan jurang, juga naik/turun lewat punggung Gunung Batukaru.

Ramah Lingkungan

Wacana pengembangan infrastruktur baru ini, terungkap saat rapat rencana pengembangan kereta api untuk Pulau Bali pada Jumat (10/5) sore di Jaya Sabha, Denpasar. Sebelumnya, inisiasi ini merupakan gagasan Gubernur Bali Wayan Koster berdasar analisis jaringan kereta api di Bali nantinya akan menghubungkan berbagai titik strategis di pulau ini. Selain akan menjadi solusi bagi masalah kemacetan lalu lintas, jaringan kereta api listrik ini juga akan memperkuat posisi Bali sebagai pulau ramah lingkungan.

 Kereta api yang rencananya berbasis tenaga listrik ini tidak menggunakan bahan bakar fosil, hingga tak akan menimbulkan polusi serta menghasilkan jejak karbon yang 20-35% lebih sedikit dibanding kereta api bertenaga diesel. Inisiatif pembangunan jaringan kereta api listrik ini merupakan salah satu inovasi Gubernur Bali Wayan Koster, sebagai implementasi  visi Nangun Sat Kerthi Loka menuju Bali Era Baru yang diusung Koster, yang dinilai sangat memberi perhatian besar pada pelestarian lingkungan. Karena itulah Koster memastikan bahwa jaringan kereta api Bali harus menggunakan tenaga listrik.

“Jaringan kereta api listrik ini nantinya akan dibangun keliling Bali. Untuk tahap pertama akan diprioritaskan pembangunan jalur penghubung Bandara Ngurah Rai-Mengwitani-Singaraja,” ujar Koster usai memimpin rapat rencana pengembangan infrastruktur kereta api yang dihadiri sejumlah pejabat teras Kemenhub, termasuk Dirjen Perkeretaapian, Kepala Badan Litbang, serta Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI).

Para moncol Dephub itu menyambut baik rencana inovatif yang disampaikan Gubernur Bali dalam mengembangkan jaringan transportasi massal berbasis kereta api di Bali. Mereka meyakini bahwa inovasi tersebut akan meningkatkan kualitas pelayanan transportasi publik serta sekaligus meningkatkan kualitas pariwisata Bali. Sebagai bentuk konkrit dukungan,  para petinggi itu akan segera menyusun Nota Kesepahaman yang akan ditandatangani oleh Menteri Perhubungan, Gubernur Bali, serta Dirut PT KAI.

Sentuhan Lokal

Selain harus ramah lingkungan, Koster juga menekankan bahwa jaringan kereta api tersebut harus sesuai nuansa alam dan budaya Bali. Ungkap Gubernur Bali: “Kami ingin desain yang beda, dengan estetika dan ciri khas tersendiri, dengan sentuhan lokal. Jadi berbeda dengan daerah lain. Bali ini kecil, tapi selalu dilihat dunia”.

Ketersediaan jaringan kereta api yang ramah lingkungan serta bernuansa alam dan budaya Bali, menurut Koster, juga akan memperkuat daya tarik Bali sebagai destinasi pariwisata global. Imbuhnya: “Bali ‘kan jadi tujuan wisata dunia, serta sorotan internasional. Karena itu sudah sepantasnya punya jaringan transportasi yang memadai”.

Lebih jauh Gubernur Bali menyebutkan bahwa masyarakat memberi respon luar biasa bagi rencana pengembangan akses untuk transportasi umum tersebut. Ke depan Pemerintah Provinsi akan terus mendorong penyempurnaan sistem transportasi darat, laut dan udara yang juga akan menjadi pendukung industri pariwisata di Bali.

Selain itu, pemerintah pusat menargetkan jumlah kunjungan wisatawan asing ke Indonesia mencapai 20 juta orang per tahun. Bali sendiri tetap menjadi destinasi wisata unggulan untuk menggaet kunjungan wisatawan asing ke Tanah Air. “Dan ini mesti didukung oleh sarana transportasi yang baik,” tegas pria asal Sembiran, Buleleng ini.

Sementara itu, Kepala Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal (Kemenhub) Gede Pasek Suardika menyatakan dukungannya, bahkan mendorong realisasi pembangunan dan pengembangan kereta api di Bali. Ujarnya: “Ini juga sesuai amanah Presiden yang akan terus mendorong pembangunan infrastruktur dan konektivitas nasional”.

Memungkasi penjelasan, Gubernur Bali I Wayan Koster berucap: “Ini sesuai dengan amanah Presiden yang terus mendorong terwujudnya pembangunan infrastruktur dan konektivitas nasional. Karenanya kami sarankan agar jalur kereta api itu nantinya terhubung pula dengan bandara dan pusat-pusat kegiatan lain, hingga mempercepat akses serta pelayanan kepada masyarakat”. (Erick Arhadita)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *