DENPASAR – MARITIM : Menurut pengamatan Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI) pada saat ini kondisi perairan Indonesia yang terdiri atas tiga zona pengawasan, masih berada di kawasan darurat pengiriman narkotika dari luar kepulauan yang berada dibawah yurisdiksi negara dan pemerintah Republik Indonesia.
Nursyawal Embun, Direktur Operasi Laut Bakamla RI, ketika dihubungi di Denpasar, Bali, Minggu (7/7/2019), menyebutkan Bakamla memiliki tiga zona, yaitu zona maritime wilayah barat mulai dari Batam, lalu zona wilayah tengah mulai dari Sulawesi hingga Halmahera, dan zona wilayah timur dari Ambon sampai ke Papua. Jelasnya: “Secara zonasi, Bali masuk di wilayah tengah. Akan tetapi, ketika pada suatu saat kami mendapat informasi tentang kasus narkoba di salah satu pelabuhan di Bali, kami segera susun rencana operasional, sebelum memulai keberangkatan ke perairan Pulau Dewata”.
Sepanjang pelaksanaan operasional keamanan maritim secara keseluruhan dan penekanan terhadap illegal activity, khususnya yang terkait dengan kasus narkoba, yang jadi prioritas nasional, pihaknya akan menggelar operasi khusus penangkapan pelaku drugs trafficking yang mencoba memasuki wilayah perairan Indonesia. Misalnya, ada informasi yang sifatnya presisi atau A1, pihaknya akan menjadikan hal itu sebagai prioritas, kemudian menggelar operasi khusus dengan kapal-kapal yang ada di zona timur atau tengah, tergantung pada efektifitas operasi itu sendiri.
Dijelaskan pula, bahwa upaya pengiriman barang terlarang berupa narkotika serta obat-obatan psikotropik untuk memasuki wilayah perairan Indonesia didominasi oleh pelaku yang mayoritas berasal dari Tiongkok. Hal ini dapat dibuktikan dengan penangkapan dan data-data dari badan intelijen, terkait dengan pergerakan kapal-kapal asing yang mencurigakan.
Menurut Direktur Operasi Laut Bakamla RI, sebagai salah satu contoh tindak penangkapan kejahatan penyelundupan narkotika seberat sekitar 1 ton yang pernah terjadi di wilayah perairan Batam pada tahun 2017, dengan modus menggunakan kapal-kapal kecil berupa kapal nelayan untuk dapat lolos dari pengamanan petugas Coast Guard Indonesia. Namun, pada akhirnya, berkat kerja keras dan kecermatan petugas, para pelaku dapat ditangkap.
Untuk penangkapan yang terjadi di Batam, barang bukti berupa narkotika dengan berat 1 ton tersebut digabung dalam tumpukan beras, dalam satu palka penyimpanan dalam kapal. Mereka, lanjut Nursyawal Embun, menggunakan kapal-kapal nelayan dengan alasan tidak terlalu mencurigakan. Biasanya kelompok mereka itu juga overtransit. Ungkapnya: “Melalui ABK ini, barang yang akan diselundupkan dengan cara ditransfer. Sebab untuk melakukan alih muat (transhipment) akan sangat sulit dilaksanakan. Misalnya pelaku penyelundupan membawa barang itu dari Tiongkok dan langsung mencoba membawa masuk ke perairan Bali, hal ini akan sangat sulit”.
Masih menurut Embun, ada juga pengamanan dengan kapal lepas pantai yang jauh berada di tengah laut. Hal ini berfungsi untuk langsung menghadang keberadaan yang diduga kapal – kapal dengan illegal activity. Katanya mengakhiri penjelasan: “Untuk kondisi di perairan Bali, sejauh ini aman, dan kami tetap melakukan antisipasi dan bersinergi dengan institusi lain. Sekarang juga kami sedang fokus pada pusat-pusat informasi yang terkait keberadaan kegiatan ilegal di Indonesia dengan segala prioritas”. (Erick Arhadita)