SEMARANG – MARITIM : Provinsi Jawa Tengah, bersama Negari Ngayogyokarto Hadiningrat (Daerah Istimewa Yogyakarta), Jawa Timur, Jawa Barat dan Banten, sejak masa sebelum kemerdekaan lebih dikenal sebagai daerah agraris. Tetapi dengan masuknya era industrialisasi sekitar tahun 80-an, anggapan itu makin berubah. Untuk Jawa Tengah (Jateng) yang semula mengandalkan Pelabuhan (reede) Semarang sebagai gerbang ekspor/impor yang hanya dapat dikunjungi kapal-kapal besar dengan cara berlabuh, segera dibangun untuk melayani kapal-kapal yang volumenya kian besar. Hasilnya, selain pelabuhan yang setelah melalui pengerukan dari yang semula hanya berkedalaman -5 meter LWS, menjadi berkedalaman -9 meter LWS dan kemudian pada tahun 1985 diubah namanya menjadi Tanjung Emas. Bersama itu juga mulai dibangun Terminal Peti Kemas Semarang (TPKS) sebagai entitas pelabuhan mandiri yang dan dioperasikan sejak 1 Juli 2001.
Dengan tersedianya infrastruktur yang lebih modern, pertumbuhan ekonomi Jateng kian meningkat. Bila pada tahun 2000 berdasar laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mengalami kenaikan 3,90%, maka pada era milenial ini Jateng telah mencapai pertumbuhan mencapai 5,32%, yang terus didorong agar mampu mencapai 7%.
Pertumbuhan ekonomi Jateng, antara lain ditunjang oleh eksportasi komoditas unggulan berupa tekstil dan produk tekstil, kayu dan hasil kayu, forniture, produk makanan/minuman, hasil agro, ikan dan produk perikanan, serta berbagai komoditas non migas lain yang berada dalam kawasan industri di Pekalongan/Sukoharjo, Jepara, Kebumen/Wonosobo, Semarang, Tegal dan Cilacap, maupun berada secara mandiri berupa komoditas berorienasi ekspor.
Mencermati fenomena yang sangat menjanjikan ini, maka Presiden Joko Widodo pada hari Selasa (9/7/2019) lalu di Istana Kepresidenan Bogor menggelar rapat terbatas yang diikuti Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan sejumlah menteri Kabinet Kerja untuk membahas percepatan pembangunan Provinsi Jateng. Dalam rapat terbatas yang juga dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla tersebut, Presiden nyatakan Jateng memiliki kesempatan besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pada kesempatan tersebut, Presiden menyatakan: “Pemerintah pusat ingin beri backup sebagai bantuan yang diperlukan, agar percepatan pertumbuhan ekonomi di Jateng betul-betul real, baik di sektor industri, terutama yang akan kita dorong berorientasi ekspor dan pariwisata. Karenanya kami harap Gubernur Jateng menyampaikan penjelasan mengenai investasi dan pariwisata yang diperlukan”.
‘Seksi’ Banget !
Dalam kesempatan itu, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menyatakan para investor yang akan menanamkanb modal, meminta kemudahan atau insentif investasi. Ujar Gubernur: “Mereka minta yang terkait dengan ruang, pembebasan lahan, serta kemudahan perizinan. Tetapi kalau yang lebih gede itu sebenarnya tax holiday, kebijakan pajak yang merupakan kewenangan pemerintah pusat. Kalau lahan memang kewajiban kami di daerah, sedang izin berada di domeiannya kabupaten. Ini merupakan sinergitas kolaboratif antara kabupaten, kota, provinsi dan pusat yang mesti bareng”.
Gubernur Jateng jelaskan telah ada sebanyak 25 investor telah mengajukan tax holiday kepada pemerintah, terkait investasi di Jateng. Ganjar mengatakan sejumlah investor dari berbagai sektor seperti produk alas kaki, elektronik, tekstil sampai makanan dan minuman berminat berinvestasi di salah satu provinsi terbesar di Indonesia itu. Ungkap Gubernur: “Sebagian investor yang sudah masuk ke Jateng, salah satunya adalah Korea Selatan, relatif kerasan dengan kultur, dan kinerja masing-masing,. Karenanya mereka melihat Jateng cukup menarik dan seksi banget untuk berinvestasi”.
Seusai mengikuti rapat terbatas dengan Presiden, Ganjar menyatakan dalam mendatangkan investor untuk menanamkan modal, saat ini Jateng bersaing dengan Vietnam, dan bukan dengan provinsi tetangga seperti Jawa Barat, Jawa Timur dan Yogyakarta.
Ajak Arisan
Gubernur Ganjar Pranowo menyatakan bahwa Jateng perlu investasi sekitar Rp700 triliun untuk mengejar pertumbuhan ekonomi sebesar 7%. Pernyataan itu disampaikan oleh Ganjar seusai mengikuti rapat terbatas membahas percepatan
Pada 2018, berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi salah satu provinsi terbesar di Indonesia itu mencapai 5,32%. Kata Ganjar: “Kalau tadi saya propose usulkan di rapat terbatas untuk pertumbuhan ekonomi 7% kami butuh Rp700-an triliun. Oke, itu kalau diungkit pertama minimal Rp432 triliun. Caranya bagaimana? Kami arisan, antar Kabupaten atau kota. Kamu mau berapa, provinsi berapa, nasional berapa ?”.
Kendati demikian, investasi dari kabupaten, kota atau provinsi hanya dalam jumlah terbatas. Dengan demikian, Jateng harus mengajak Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam negeri (PMDN). Ujar Ganjar:: “Terus kemudian apalagi, scheme, yang mungkin mau masuk dengan cara utang, atau keluarkan obligasi daerah. Ini cara-cara pembiayaan agar kemudian itu dapat masuk lebih banyak”.
Industri Pasar Modal
Sebagai indikator meningkatnya perdagangan, saat ini industri pasar modal di Jateng juga kian menggeliat. Hal ini ditandai dari jumlah transaksi harian yang meningkat ke Rp300,64 miliar pada pekan lalu. Fanny Rifqi, Kepala Kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Perwakilan Semarang menyampaikan, kegiatan investasi pasar modal di Jateng cenderung bertumbuh. Hal ini ditunjukan dengan kenaikan jumlah investor baru dan kenaikan nilai transaksi.
Per Mei 2019, jumlah pemegang akun investasi atau Single Investor Identification (SID) mencapai 93.091 akun. Angka itu naik 11.683 akun dari posisi per Desember 2018 sebanyak 81.408 akun. Jelas Fanny: “Dari 32 kabupaten/kota, jumlah pemegang SID terbanyak berapa di Semarang 21.162 akun, selanjutnya Surakarta 8.692 akun, dan Sukoharjo 6.324 akun”.
Dari sisi nilai, pada sesi perdagangan 2—5 Juli 2019, transaksi harian di Jateng mencapai Rp300,64 miliar dan Semarang berkontribusi senilai Rp67,22 miliar. Besaran utu cenderung meningkat dari awal Januari 2019 sebesar Rp270,04 miliar, dengan Semarang menyumbang Rp39,20 miliar.
Transaksi harian tersebut menempatkan Jateng ke posisi keempat terbesar di Indonesia, setelah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Namun demikian, besaran nilai transaksi itu cenderung berubah setiap hari. Menurut Fanny, perkembangan jumlah investor dan transaksi di pasar modal didorong oleh sejumlah kegiatan edukasi, seminar, dan workshop. Bahkan, Kantor BEI Semarang rutin melakukan kegiatan Sekolah Pasar Modal setiap pekan ada dua pertemuan. Imbuhnya: “Ada pertemuan edukasi dua kali dalam sepekan, sekitar 30 orang yang datang. Selain di Semarang, kami juga melakukan kegiatan serupa di Solo dan Yogyakarta”.
IPO 10 Perusahaan
Patut dicatat, sekitar 10 perusahaan di Jateng nyatakan minatnya menjadi perusahaan publik dengan melepas sebagian sahamnya. Namun, aksi korporasi itu masih belum akan direalisasikan pada 2019. Kepala Kantor Bursa Efek Indonesia (BEI) Perwakilan Semarang menyampaikan hampir setiap pekan pihaknya menemui 3—4 perusahaan di Jateng dengan maksud sosialisasi dan perencanaan Initial Public Offering (IPO). Ungkap Fanny: “Ada sekitar sepuluh perusahaan yang berminat IPO. Tetapi mungkin belum tahun ini, karena mereka masih memerl;ukan persiapan-persiapan internal lebih dahulu, sebelum jadi perusahaan terbuka”.
Tujuan utama perusahaan untuk IPO adalah ekspansi usaha, seperti menambah kapasitas mesin atau pabrik. Kesepuluh emiten itu berasal dari berbagai sektor industri seperti makanan dan minuman, benih, pupuk, properti, manufaktur, dan pembiayaan. Menurut Fanny pula, terkadang ada perusahaan yang belum percaya diri untuk IPO karena asetnya masih di bawah Rp100 miliar. Padahal menurut Fanny memungkasi penjelasan: “Sebetulnya perusahaan justru dapat semakin termotivasi untuk menjadi lebih besar setelah menjadi perusahaan terbuka. Saat ini, sudah terdapat sepuluh emiten asal Jateng yang melantai di BEI dan memperdagangkan sahamnya ke publik”. (Erick Arhadita)