Optimalkan Pengawasan Kapal Di Wilayah Perairan Indonesia, Kemenhub Gandeng Stakeholder Maritim

Dirjen Perhubungan Laut, Agus Purnomo membuka seminar AIS, Rabu (14/8)
Dirjen Perhubungan Laut, Agus Purnomo membuka seminar AIS, Rabu (14/8)

JAKARTA – MARITIM : Mempersiapkan pemberlakuan PM No 7 Tahun 2019 tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis (AIS) bagi kapal yang berlayar di Wilayah Perairan Indonesia, yang rencananya secara efektif diberlakukan pada 20 Agustus 2019 mendatang.

Direktur Jenderal Perhubungan Laut, R. Agus H. Purnomo mengajak , seluruh perusahaan pelayaran, instansi serta stakeholder yang berada di wilayah kerja semua pelabuhan di Indonesia dapat turut berpartisipasi mengoptimalkan sistem pemantauan terhadap kapal-kapal yang berlayar di wilayah Indonesia.

Ajakan ini disampaikan Dirjen Agus saat menjadi Keynote Speaker pada acara “Diskusi Nasional Ada Apa dengan AIS?” yang diselenggarakan di Marc Hotel Passer Baroe Jakarta , Rabu (14/8).

Agus menjelaskan, dengan ditandatanganinya Peraturan Menteri Perhubungan tersebut, maka seluruh kapal yang kategorinya masuk dalam Peraturan tersebut dan berlayar di Perairan Indonesia wajib memasang dan mengaktifkan AIS serta memberikan informasi data dinamis dan data statis yang benar.

“Pengawasan terhadap kapal-kapal tersebut akan dilaksanakan secara langsung (terestrial) maupun satellite oleh Ditjen Hubla melalui Stasiun Radio Pantai (SROP) dan Stasiun Vessel Traffic Services (VTS) guna peningkatan keselamatan, keamanan dan perlindungan lingkungan maritim,” ujar Agus.

Agus menekankan, pemberlakuan AIS ini dilaksanakan setelah melalui beberapa kajian mendalam dan sesuai dengan aturan Internasional yang mengacu pada Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) dan Safety Of Life at Sea (SOLAS).”Esensi dari pemberlakuan AIS ini adalah security dan safety. Dengan AIS ini proses identifikasi kapal apabila terjadi kecelakaan menjadi lebih mudah, sehingga tentunya dapat mempercepat proses SAR. Selain itu, mudah pula untuk mengidentifikasi kapal-kapal yang hendak melakukan penyelundupan barang berbahaya seperti narkoba,” jelas Agus.

Harapannya kata Agus, semua perusahaan pelayaran serta instansi dan stakeholder di setiap wilayah Pelabuhan dapat ikut berpartisipasi mengoptimalkan sistem pemantauan kapal melalui AIS dengan melaksanakan ketentuan yang diatur dalam PM No. 7 Tahun 2019.

Lebih lanjut, terkait dengan pemberlakuan PM yang mewajibkan pemasangan AIS ini, Agus mengungkapkan, pihaknya telah melaksanakan Sosialisasi di berbagai kota di seluruh penjuru Indonesia qseperti Lombok, Tarakan, Makassar dan Bogor secara Nasional.

“Selain itu, Kantor UPT kita juga mengadakan sosialisasi di wilayah kerja masing-masing untuk memastikan informasi terkait pemberlakuan PM No 7 Tahun 2019 dapat tersebar luas dan dapat dilaksanakan secara optimal,” tutur Agus.

Untuk itu, Agus menegaskan, pemberlakuan kewajiban pemasangan AIS ini akan tetap dijalankan efektif pada tanggal 20 Agustus 2019 mendatang, terutama bagi kapal-kapal yang termasuk ketentuan SOLAS, yaitu kapal berukuran 300 GT ke atas, atau minimal 500 DWT untuk jenis kapal barang.

“Untuk kapal-kapal SOLAS ketentuan ini harus jalan, tidak ada lagi pengecualian, sedangkan untuk kapal-kapal non SOLAS kita akan pertimbangkan lagi mengenai penundaan untuk pemberian sanksi,” tegas Agus.

Sementara itu, Ketua DPC Pelra Sunda Kelapa, Abdullah, yang turut hadir pada acara Diskusi tersebut menyampaikan bahwa pada prinsipnya Pelra mendukung pemberlakuan PM 7 Tahun 2019 yang mewajibkan pemasangan AIS pada kapal-kapal yang melalui Perairan Indonesia.

Pemasangan AIS ini, menurut Abdullah, sangat membantu dari sisi keselamatan pelayaran bagi kapal-kapal pelra yang masuk ke hulu-hulu sungai yang mempunyai alur pelayaran yang sempit.

“Di hulu sungai ini kita (kapal Pelra) sering berbenturan dengan kapal-kapal tongkang, dengan adanya AIS ini kita bisa langsung berkomunikasi dan mengetahui jarak dan kecepatan kapal tongkang tersebut,” ujarnya.

Abdullah melanjutkan, bahwa pihaknya sangat mendukung penggunaan teknologi AIS pada kapal. Namun demikian, pihaknya beranggapan harga AIS masih terlalu mahal untuk Pelayaran Rakyat yang menggunakan sistem bagi hasil.

Abdullah berharap , Pemerintah dapat memberikan subsidi bagi Pelayaran Rakyat, bukan hanya dari subsidi solar saja namun juga subsidi pengadaan AIS sehingga bisa didapatkan dengan harga murah di pasaran.
Sebagai informasi, “Diskusi Nasional Ada Apa dengan AIS?” ini diinisiasi oleh Ocean Week dengan dukungan dari Ditjen Perhubungan Laut dan Masyarakat Praktisi Peduli Maritim (MPPM).

Hadir sebagai narasumber adalah Direktur Kenavigasian Ditjen Perhubungan Laut, Basar Antonius, Ketua PELRA Pelabuhan Sunda Kelapa, serta Ketua Umum Gapasdap. (Rabiatun)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *