LABUANBAJO – MARITIM : Seiring rencana akan dilakukannya revisi terhadap Undang-Undang (UU) No. 17/2008 tentang Pelayaran, terutama pasal azas cabotage, Women in Maritime Indonesia menolak rencana sejumlah pihak yang akan mencabut hak ekslusif bagi kapal berbendera Merah Putih mengangkut komoditas domestik atau sering disebut asas cabotage. Ketua Umum Women in Maritime Indonesia (Wima Ina) Nirmala Candra Motik menyatakan, penolakan itu disampaikan seiring dengan keinginan sebagian fihak yang merasa tak nyaman disebabkan pemberlakuan azas cabotage di Indonesia.
“Kalau UU Pelayaran direvisi dan asas cabotage dibuka, maka negara kita akan berpotensi kemasukkan kapal asing yang akan merebut kedaulatan atas perairan di Indonesia. Jangan sampai azas cabotage dikhianati hingga kapal asing masuk lagi, untuk mengangkut berbagai komoditas yang menjadi hak kapal-kapal berbendera Merah-Putih” ujar Ketua umum Wima Ina pada simposium bertema Empowering Women on the Maritime Community di Labuan Bajo Nusa Tenggara Timur, Rabu (18/9/2019).
Seperti diketahui, azas cabotage adalah prinsip yang memberi hak eksklusif kegiatan angkutan barang dan orang dalam negeri, oleh perusahaan angkutan laut nasional dengan menggunakan bendera Merah Putih serta awak kapal berkewarganegaraan Indonesia.
Wakil Ketua Wima Ina yang juga Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Carmelita Hartoto menyatakan azas cabotage bersifat universal yang juga diberlakukan oleh negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Jepang, China, Australia, atau Filipina juga menerapkan azas cabotage.
Carmelita Hartoto menilai, revisi UU Pelayaran yang diusulkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang salah satunya juga merevisi azas cabotage dan badan tunggal penjaga laut dan pantai (coast guard) merupakan inisiatif yang sangat disayangkan. Ujarnya: “Kami sangat kaget ketika dipanggil oleh DPD RI yang menyatakan berkeinginan merevisi UU Pelayaran terutama azas cabotage, padahal masih banyak pekerjaan rumah (PR) seperti pembiayaan dan lain-lain, yang mendesak untuk diselesaikan”.
Mengacu data yang dimiliki oleh INSA, sejak azas cabotage diberlakukan di Indonesia, maka jumlah kapal niaga nasional juga meningkat menjadi 25.000 unit pada tahun 2018 dibanding dengan kondisi tahun 2005 yang masih masih sekitar 6.041 unit. Ditegaskan pula, menurut
UU No. 3/2002 tentang Pertahanan Negara, armada niaga nasional itu juga dapat menjadi komponen pertahanan negara yang dapat segera dimobilisasi, apabila negara berada dalam keadaan bahaya. (LIES/ KTI/Maritim)