SURABAYA – MARITIM : Praktisi usaha angkutan laut yang merupakan alumnus ITS dan mantan anggota Komisi V/ DPR RI Bambang Harjo Soekartono menyebut Undang-Undang Nomor 17/2008 tentang Pelayaran belum layak untuk direvisi. Dalam rilis media di Surabaya, hari Rabu (9/10/2019) Bambang Harjo mengatakan bahwa revisi terhadap UU Pelayaran sewperti yang diusulkan beberapa fihak, akan berpotensi menghilangkan asas cabotage, dan dengan sendirinya akan mengancam kedaulatan negara dan juga devisa negara.
“Dalam asas cabotage itu pelayaran domestik serta penyelenggaraan pelabuhan, dikelola oleh Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), institusi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemenhub maupun Badan Usaha Milkik Negara (BUMN) berbender Merah Putih, hingga pendapatan devisa negara dari sektor usaha transportasi dapat diterima oleh negara dan digunakan untuk kesejahteraan masyarakat” kata Bambang Harjo yang adalah penasihat Perusahan Pelayaran Nasional PT Dharma Lautan Utama yang bermarkas besar di Surabaya.
Lebih jauh Bambang Harjo mengatakan, pada saat ini pelabuhan umum yang terbuka untuk perdagangan internasional di Indonesia terdapat sebanyak 141 entitas. Hal ini jadi penyebab banyaknya pelayaran-pelayaran asing yang dapat masuk ke seluruh pelabuhan di Indonesia. Jika dibanding dengan Amerika Serikat yang hanya memiliki lima pelabuhan internasional, jumlah yang ada di Indonesia tentu lebih banyak. Tetapi di Negeri Paman Sam, diberlakukan ketentuan yang sangat ketat dalam menegakkan aturan bagi kapal-kapal yang akan masuk ke pelabuhan yang ada di negaranya.
“Belajar dari hal yang berlaku di negara lain, kita berharap Indonesia juga dapat seperti yang terjadi di Amerika. Kalau dirasa pelu, maka pelabuhan internasional harus di kurangi, karena dengan banyaknya jumnlah lokasi pelabuhan internasional, maka pengawasannya juga akan memerlukan kewaspadaan dan tenaga ekstra. Yang dikhawatirkan adalah akan masuknya barang-barang ilegal sedperti narkoba maupun senjata api gelap, maupun imigran illegal yang berpotensi akan mengganggu keamanan negara, atau juga masuknya ideologi terpapar radikalisme maupun asas politik yang membahayakan keutuhan negara kita” ujar Bambang Harjo, yang selain enterprenur, juga politisi dan pembinba olahraga beladiri nasional itu.
Bos PT Dharma Lautan Utama ini menambahkan, UU Pelayaran yang akan dipminta untuk direvisi ini, selain mengancam devisa dan keamanan, juga akan menyingkirkan peran usaha pelayaran dalam negeri, yang ujung-ujungnya akan sangat berbahaya bagi keberlangsungan transportasi laut Indonesia. Jelasnya: “Kapal-kapal dalam negeri akan mengalami kematian usaha, hingga akan melumpuhkan ekonomi secara total. Pada hal pada sekarang ini, sarana transportasi laut nasional kita sudah terdapat 25.000 unit lebih di bawah INSA, 9.000 unit di bawah Pelra, serta kurang lebih sekitar 8.000-an kapal perikanan. Ini sebenarnya satu aset nasional yang luar biasa besar dan ini tidak boleh sampai dimatikan. Selain itu, kalau benar hal tersebut sampai dilumpuhkan, maka Indonesia sebagai negara maritim yang memiliki 2/3 wilayah laut, akan berubah menjadi bukan lagi jadi negara kelautan, negara maritim !”
Dia mencontohkan kalau misalnya kapal-kapal dalam negeri ini akan digusur dan posisinya diganti oleh kapal-kapal asing, maka semuanya akan berubah. Pungkasnya: “Oleh karena itu, kami beranggapan bahwa pengusul revisi UU Nomor 17 Tahun 2008 dapat disebut sebagai pengkhianat bangsa dan barangkali Presiden Jokowi belum mengerti atau masih kurang memahami hal tersebut”. (Ayu/Sub/Maritim)