JAKARTA – MARITIM : Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) memprediksi tahun depan nilai ekspor nasional akan mencapai US$180 miliar secara total (keseluruhan). Termasuk sektor manufaktur, pertambangan, perkebunan dan sektor lainnya.
“Kami optimistis itu, jika dibandingkan pada 2019 sebesar US$160 miliar, mengingat ada perkiraan tahun depan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok akan mereda,” kata Ketua Umum GPEI, Benny Soetrisno, dari arena Munas GPEI ke VIII, sekaligus diisi seminar nasional bertema ‘Outlook Kinerja Ekspor Indonesia 2020’, di Jakarta, kemarin.
Munas dibuka Dirjen IKMA Kemenperin Gati Wibawaningsih, yang mewakili Menperin Agus Gumiwang, yang diikuti peluncuran website GPEI (www.gpei-iea.com).
Dalam keynote speech, Gati mengatakan, di tengah perang dagang dua negara besar AS dan Tiongkok, neraca perdagangan sektor industri masih belum positif. Di mana periode Januari-September 2019 defisit US$8,2 miliar. Meskipun nilai ekspor produk industri sebesar US$93,76 miliar masih mendominasi 75,51% dari nilai total ekspor nasional sebesar US$124,71 miliar.
“Tahun ini proyeksi nilai ekspor sektor industri manufaktur nasional sebesar US$130 miliar dan pada 2020 sebesar US$134 miliar,” ujarnya.
Gati mengatakan, pemerintah terus berkomitmen mempermudah perizinan ekspor, menjamin iklim usaha yang kondusif serta mendorong industri produk/komoditi ekspor.
Seminar nasional dan Munas GPEI ini dihadiri seluruh DPD GPEI di seluruh Indonesia, antara lain DPD Yogyakarta, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur dan DPD GPEI DKI Jakarta.
Di samping itu, turut hadir juga para pelaku usaha logistik dan angkutan laut serta asosiasi terkait, seperti Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI), Indonesian National Shipowners Association (INSA), Indonesia Shipping Agency Association (ISAA), Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI).
Selain itu, yang mewakili manajemen PT Pelindo II Tanjung Priok, PT.Jakarta International Container Terminal (JICT).
Tak ingin seperti VOC
Benny Soetrisno melanjutkan, saat ini pola perdagangan internasional sudah semakin berkembang. Karena itu, hendaknya komoditi yang ingin diperdagangkan ataupun diekspor itu, merupakan barang jadi. Yakni dari barang mentah yang diolah terlebih dahulu di dalam negeri sebelum diekspor.
“Kita tak ingin kembali jadi VOC, yang menjual barang mentah, karena kita ingin barang diolah di dalam negeri sebelum diekspor,” katanya.
Di mana tugas GPEI, adalah meningkatkan ekspor dan nasional interest itu cuma 2, yaitu membuka lapangan kerja dan membuka ekspor. Yang mana selama ini sudah terlihat neraca perdagangan nasional semakin besar defisitnya.
Dijelaskan, untuk mendorong percepatan ekspor diperlukan perbaikan dan pengembangan infrastruktur logistik, maupun pelabuhan di Indonesia. Selain itu, para pelaku IKM perlu diberikan edukasi serta pendampingan oleh pemerintah, supaya para pelaku IKM lebih berkembang.
Kini, Benny menilai, perizinan kegiatan ekspor sudah relatif baik seiring dengan digitalisasi layanan yang terus dikembangkan pemerintah.
Pada kesempatan seminar nasional ditampilkan berbagai pembicara dari Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Ditjen Hubla Kementerian Perhubungan, Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian serta Kadin Indonesia.
Ketua Panitia Pelaksana Seminar Nasional dan Munas ke VIII tahun 2019, Toto Dirgantoto, yang juga Sekjen DPP GPEI menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung terselenggaranya kegiatan tersebut. (Muhammad Raya)