JAKARTA — MARITIM : Sebagai pionir bank syariah pertama di Indonesia, PT Bank Muamalat Indonesia Tbk berkomitmen, selalu menjadi yang terdepan dalam mengembangkan produk-produk keuangan syariah. Ini terealisir lewat jalinan kerjasama dengan PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara atau Indonesia Commodity (Inacom), untuk fasilitas lindung nilai (hedging) menggunakan prinsip syariah.
Kerja sama fasilitas hedging yang menggunakan prinsip syariah ini merupakan yang pertama kali dilakukan bank syariah di Indonesia.
“Bank Muamalat, berkomitmen menjadi pionir untuk akad- akad syariah, untuk bantu aktivitas hedging,” kata Chief of Corporate Banking Officer Bank Muamalat Irvan Yulian Noor, di acara Penandatanganan Line Facility Forex , Lindung Nilai ( Islamic Hedging) di Jakarta, Kamis (5/12), seraya menambahkan ini merupakan kerjasama pertama untuk Islamic Hedging di Indonesia.
Menjawab pertanyaan Irvan mengatakan, produk hedging Bank Muamalat memiliki tenor panjang hingga enam bulan. Produk tersebut berdasar pada fatwa DSN MUI No. 96/DSN-MUI/IV/2015 tentang Transaksi Lindung Nilai Syariah (Al Tahawwuth Al-Islami) Atas Nilai Tukar.
“Kami berharap kerja sama ini dapat semakin memperkuat brand awareness Bank Muamalat dan akan berdampak positif terhadap pertumbuhan funding dan fee based income,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Keuangan & Umum Inacom Heryanto Eko Purnomo mengatakan, untuk kerjasama financing pihaknya sudah melakukan dengan beberapa bank konvensional. Tapi untuk konsep syariah, khususnya lindung nilai belum ada, dan Bank Muamalat merupakan mitra syariah pertama jadi mitra Inacom.
“Bank Muamalat yang pertama kali mendapatkan ijin, untuk melakukan hedging,”ujarnya.
Adapun lindung nilai lanjutnya, hanya yang biasa menggunakan dolar AS, Yen dan Founstreling.
“Untuk fasilitas hedging atau melindungi nilai tukar yang biasa kita pakai, atau hot currency yang dipakai di market. Kalau biasanya sih dolar AS. Konsep syariah ini baru pertama kali dan bank syariah pertama adalah Bank mualamat,” tegasnya.
Dikatakan, untuk saat ini yang dilakukan hedging untuk komoditas khusus ekspor minyak kelapa sawit mentah ( CPO) dan karet totalnya sekitar 10 ribu ton atau senilai Rp 200 miliar.. Adapun negara tujuan ekspor ke Malaysia, India, Afrika.
“ Komoditas ekspor yang di hedging baru 2 yakni CPO dan karet yang mencapai 10 ribu ton. Dari volume ekspor ini 90 persennya adalah CPO,” tegasnya.
Adapun laba Inacom pada tahun 2019 meningkat 686 persen dari Rp 86,3 miliar menjadi Rp 683 miliar. Adapun pendapatan pada tahun 2018 pada kuartal 3 mencapai Rp 3 triliun, dan pada tahunn2019 ini ditargetkan sebelumnya mencapai Rp 4 triliun, namun direvisi menjadi Rp 3,5 triliun. ( Rabiatun)