JAKARTA – MARITIM : Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) optimistis ekspor industri mebel dan kerajinan nasional bisa tumbuh hingga US$5 miliar atau sekitar Rp74 triliun dalam kurun waktu 5 tahun mendatang. Syaratnya, pemerintah tidak menghambat pelaku industri mendapatkan bahan baku kayu legal yang kompetitif.
“Pelaku industri mebel dan kerajinan meminta regulasi ekspor yang akan menekan kinerja untuk mendapatkan nilai tambah dihilangkan,” kata Sekjen HIMKI, Heru Prasetyo, dalam keterangan tertulisnya, Senin (21/9).
Kepengurusan baru Dewan Pimpinan Pusat (DPP) HIMKI periode 2020-2023 telah resmi disahkan tim formatur di Semarang akhir pekan lalu. Kepengurusan baru ini diharapkan bisa menjadi momentum meningkatkan daya saing industri mebel dan kerajinan nasional di pasar global.
Heru menyebutkan, dalam jangka panjang ancaman kekurangan bahan baku dari dalam negeri kian nyata. Apalagi, berdasarkan informasi yang didapat, Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menyusun Permendag terkait ketentuan ekspor bahan baku kayu (log). Saat ini posisinya sudah di Kementerian Hukum dan HAM.
Draft terakhir Permendag tersebut menyepakati perluasan penampang khusus untuk kayu merbau dan meranti (merah, kuning dan putih). Perluasan itu naik dari 10.000 mm menjadi 15.000 mm yang berlaku hingga Desember 2021.
“Jika disetujui, Permendag tersebut berpotensi mematikan industri mebel dan kerajinan karena kehilangan bahan baku, ketergantungan impor, dan pengurasan devisa untuk impor bahan baku kayu,” ujar Heru.
Sementara Anggota Presidium HIMKI, Abdul Sobur, menambahkan kalau ini didiamkan, Indonesia akan kehilangan salah satu primadona ekspornya.
Dia juga meminta, aturan soal Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) di hilir dicabut, karena di hulu sudah diberlakukan. Sebab, pengusaha sudah membeli bahan baku dari industri hulu.
Anggota Presidium HIMKI lainnya, Maskur Zaenuri, mengatakan HIMKI juga berharap kebijakan pemerintah yang mampu mendorong transformasi proses produksi industri, yang saat ini hampir sepenuhnya dikerjakan secara manual, menuju penggunaan teknologi seperti Computer Numerical Control (CNC) Carving Machine.
“Teknologi ini merupakan sistem otomasi mesin perkakas yang dioperasikan oleh perintah yang diprogram secara digital,” kata Maskur.
Di dunia otomotif teknologi ini sudah dikenal sejak tahun 1940, dan sekarang dikembangkan pada industri mebel dan kerajinan oleh China dan sejumlah negara lain.
Dengan menggunakan teknologi CNC, China mampu melakukan lompatan besar, karena produktivitas naik tajam dan kini menguasai sekitar 39 persen nilai pasar global mebel sekitar US$450 miliar per tahun.
“Dengan menggunakan teknologi CNC, perusahaan mebel China mampu menyelesaikan pengerjaan satu pintu hanya dalam 4 jam-5 jam, sementara di Indonesia yang mengandalkan teknologi manual membutuhkan waktu 3-4 hari,” kata dia.
Anggota Presidium HIMKI, Satori, menambahkan minimnya teknologi membuat daya saing industri mebel nasional rendah. Akibatnya, sumber daya alam yang melimpah, seperti kayu dan rotan sebagai bahan baku utama industri mebel tidak bisa menjadi andalan keunggulan industri ini di pentas global.
“Padahal, dari sisi bahan baku, Indonesia jauh lebih unggul dibandingkan China dan Vietnam,” ujarnya.
Sekjen HIMKI, Heru Prasetyo, mengatakan guna meningkatkan daya saing industri mebel dan kerajinan nasional di pasar global, para pengurus baru HIMKI akan lebih intensif bermitra dengan pemerintah dan seluruh stakeholder yang terdiri para pelaku industri mebel skala besar, menengah dan kecil.
“Selain itu, desainer, organisasi kemasyarakatan serta institusi desain untuk mengawal pertumbuhan industri mebel dan kerajinan nasional agar menjadi yang terbesar di regional dan terdepan di dunia,” kata dia. (Muhammad Raya)