HIMKI Meyakini, EUDR Pasti Ancam Ekspor Produk Mebel/Kerajinan Nasional

JAKARTA-MARITIM : Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) meyakini, dengan diberlakukannya The European Union on Deforestation free Regulation (EUDR) – pengaturan Uni Eropa (UE) mengenai produk bebas deforestasi – akan mengancam ekspor produk mebel dan kerajinan nasional. Sehingga dengan begitu dipastikan ekspornya terpukul dan akan turun dari sebelumnya mencapai US$444 juta pada tahun lalu.

“Tahun lalu, nilai ekspor produk mebel dan kerajinan nasional mencapai US$444 juta. Ekspor mebel dan kerajinan kita pasti terpukul akibat pemberlakuan EUDR. Nilai itu akan berkurang jika kita tidak mampu mengikuti persyaratan EUDR. Dimana EUDR membuat pelarangan masuknya tujuh produk komoditas yang dinilai menyebabkan deforestasi,” kata Ketua Umum HIMKI, Abdul Sobur, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (30/5).

Read More

Menurutnya, akibat aturan itu mulai 2025 sejumlah komoditas yang terpengaruh akibat EUDR, adalah minyak sawit, sapi, kayu, kopi, kakao, karet hingga kedelai. Aturan itu juga berlaku untuk sejumlah produk turunan seperti cokelat, furnitur, kertas cetak dan turunan berbahan dasar minyak sawit lainnya.

Dijelaskan, mereka akan melakukan lacak menyeluruh yang hasilnya disertai dokumen pernyataan uji tuntas (due diligence) terhadap produk hasil kehutanan dan perkebunan beserta turunannya. Termasuk produk mebel dan kerajinan yang berasal dari lahan hutan atau perkebunan yang dinilai berpotensi melakukan praktik deforestasi dan degradasi lahan/hutan. Regulasi non tariff barrier ini pada akhirnya berpotensi menghambat ekspor produk mebel dan kerajinan Indonesia ke benua biru.

Sobur menyebutkan, UE memberlakukan EUDR sebagai bagian dari upaya mitigasi lingkungan. Dampaknya, akan menurunkan nilai ekspor mebel dan kerajinan Indonesia ke UE. Membuat akses pasar produk olahan kayu dari Indonesia sulit masuk ke pasar Eropa karena persyaratan bahan baku yang ketat. Padahal, Eropa menjadi pangsa ekspor mebel dan kerajinan Indonesia yang besar.

“Prosedur EUDR berupa uji tuntas untuk ketertelusuran (traceability) produk, menyulitkan eksportir mebel dan kerajinan Indonesia menembus pasar UE. Anggota HIMKI yang jumlahnya lebih dari 2.500, tidak semuanya akan mampu mengikuti persyaratan EUDR,” ungkap Sobur.

Memang, lanjutnya, EUDR memberi tantangan besar pada pengusaha secara administratif yang memberikan cost yang tinggi. Kesiapan lapangan di Indonesia belum memadai, sehingga menghambat proses ekspor yang dikehendaki dan feed back value export kita tidak sebagus di Amerika Serikat. EUDR sendiri akan memberikan feed back yang negatif terhadap negara Eropa sendiri yang sudah mengalami declining usaha yang dialami saat ini.

HIMKI berupaya membantu pengusaha mebel dan kerajinan dalam menghadapi isu-isu terkini, seperti EUDR dan mendorong pemerintah untuk mengantisipasi dampak regulasi UE tersebut. Pemerintah juga harus terdepan mengantisipasi dampak EUDR dengan melakukan perundingan kerja sama atau upaya-upaya lainnya.

Melansir laman resmi badan sertifikasi independen, BM Certification, pengusaha dan pedagang yang ingin menempatkan produk tersebut di pasar UE harus menerapkan sistem pemeriksaan legalitas dengan melakukan penilaian risiko dan memperoleh koordinat lokasi geografis (lintang dan bujur) dari bidang tanah tempat barang yang bersangkutan berada. Barang yang masuk ke pasar UE tidak boleh dari lahan atau wilayah di mana telah terjadi degradasi hutan atau deforestasi sejak 31 Desember 2020.

EUDR Ditolak 17 Negara
Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan didukung berbagai pihak termasuk perwakilan Indonesia di UE, secara diplomasi menolak pemberlakuan EUDR. Selain melakukan penolakkan secara mandiri, Indonesia menggalang Like Minded Countries (LMC’s) yang terdiri dari 17 negara yang menolak pemberlakuan peraturan ini dengan menyampaikannya pada WTO.

Sebagian besar negara-negara di dunia penghasil komoditas pertanian dan peternakan yang selama ini mengekspor produknya ke pasar UE menolak peraturan tersebut. Amerika Serikat, Indonesia, Malaysia, Argentina, Brasil, Bolivia, Ekuador, Ghana, Guatemala, Honduras, Kolombia, Meksiko, Nigeria, Pantai Gading, Paraguay, Peru, Thailand, Republik Dominika dan sejumlah negara penghasil kayu tropis lainnya tidak setuju EUDR. Rencananya, EUDR berlaku efektif pada akhir 2024 dan bagi pelaku UKM akan berlaku pada pertengahan 2025. (Muhammad Raya)

Related posts