JAKARTA-MARITIM : Pemerintah komit mendorong percepatan pengembangan industri alat kesehatan (Alkes) dalam negeri di mana produsen lokal punya kapasitas memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Data Kemenkes menyebutkan, 358 jenis Alkes sudah diproduksi di dalam negeri, 79 jenis Alkes sudah mampu mensubstitusi produk impor untuk kebutuhan nasional, antara lain elektrokardiogram, implant ortopedi, nebulizer dan oximeter. Hal bukti bahwa produsen Alkes lokal dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik serta menggantikan produk impor.
“Untuk tahun anggaran 2021, jumlah pemesanan Alkes impor melalui E-Katalog LKPP 5 kali lebih besar senilai Rp12,5 triliun dibanding Alkes dalam negeri senilai Rp2,9 triliun,” kata Menko Marves, Luhut B Pandjaitan, pada wartawan secara virtual ‘Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri di Bidang Alat Kesehatan, Selasa (15/6).
Menurutnya, terdapat 5.462 Alkes impor yang sudah tersubstitusi produk dalam negeri sejenis dan akan dialihkan untuk belanja produk dalam negeri di E-Katalog senilai Rp6,5 triliun.
Untuk mendukung pengembangan industri Alkes dalam negeri, tambahnya, pemerintah akan melakukan 7 langkah strategis. Yakni (1) Keberpihakan pada PDN melalui belanja barang atau jasa pemerintah, (2) Peningkatan kapasitas produksi Alkes dalam negeri, (3) Subsidi sertifikasi TKDN melalui dana PEN, (4) Skema insentif bagi investor Alkes dan farmasi, (5) Peningkatan Alkes berteknologi tinggi berbasis riset, (6) Kebijakan tenggat waktu untuk pembelian produk impor, (7) Prioritas penayangan PDN di E-Katalog.
“Indonesia telah berubah sekarang dan kita harus menjadi bagian dari perubahan itu. Jangan kita menghambat perubahan itu. Kita menghadapi masalah disana-sini, tapi kita sekarang bergerak maju, melakukan perubahan. Kita melakukan terobosan untuk membuat Indonesia menjadi lebih baik,” papar Menko Luhut.
Menkes Budi Gunadi Sadikin menambahkan, permasalahan utama pemakaian Alkes dalam negeri dan pengadaan Alkes impor adanya rentang jenis yang sangat luas mulai dari Alkes sederhana sampai teknologi tinggi dan memiliki bahan baku yang sangat beragam. Selain itu, bahan baku dengan spesifikasi medical grade belum banyak tersedia di dalam negeri.
“Selain itu juga penguasaan teknologi Alkes masih terbatas dan masih perlu dikembangkan khususnya untuk teknologi menengah sampai tinggi serta banyaknya produk Alkes impor membanjiri Indonesia,” katanya.
Kini, 358 jenis produk Alkes sudah diproduksi di dalam negeri, dalam sistem regalkes Kemenkes. Beberapa strategi peningkatan PDN untuk Alkes dapat dilakukan melalui tiga tahapan yaitu fase riset, fase registrasi, produksi dan distribusi serta fase penjualan. Di antaranya, regulasi yang mendukung Alkes dalam negeri, pembelian melalui E-Katalog, TKDN Alkes dan pengembangan bahan baku Alkes, transfer knowledge dan transfer teknologi SDM khususnya pengembangan SDM bidang biomedical engineering. Kemudian promosi Alkes dalam negeri serta peningkatan awareness penggunaan Alkes dalam negeri ke user, dalam hal ini dokter dan tenaga kesehatan.
Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan, potensi sebesar Rp607,7 triliun merupakan peluang pasar produk dalam negeri yang dapat dioptimalkan. Sehingga pemerintah mengupayakan agar 79 produk prioritas Alkes dalam negeri dapat dimanfaatkan dalam belanja APBN di bidang kesehatan.
Beberapa produk di antaranya telah memiliki nilai TKDN di atas 40%, yang artinya produk dalam negeri tersebut wajib dibeli dan produk impor dilarang untuk dibeli. Bagi Alkes produksi dalam negeri yang belum memiliki nilai TKDN, Kemenperin memberikan fasilitasi sertifikasi TKDN secara gratis untuk sekurang-kurangnya 9.000 produk di tahun anggaran 2021.
Kemenperin mendorong peningkatan belanja produk dalam negeri melalui Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) serta Program Subtitusi Impor 35% pada 2022. Program ini dilaksanakan melalui penurunan impor dengan nilai terbesar yang simultan dengan peningkatan utilisasi produksi sampai dengan 85% pada 2022.
Untuk dapat semaksimal mungkin menyerap produk dalam negeri, diperlukan dukungan kebijakan dari K/L terkait dalam melaksanakan program substitusi impor tersebut, termasuk di antaranya Penerapan P3DN secara tegas dan konsisten.
“Program ini adalah langkah nyata pemerintah dalam mendukung perekonomian nasional dan menjadikan Indonesia negara tangguh dan mandiri,” tegas Menperin.
Kepala LKPP Roni Dwi Susanto menyatakan, pihaknya telah menayangkan katalog produk AKD sejak 10 Desember 2020 mendahului AKL pada 3 Juni 2021. Produk impor hanya dapat dipesan melalui e-purchasing apabila tidak dapat dipenuhi oleh AKD.
“Kami selalu mendahulukan PDN yang memiliki TKDN. Selain itu, LKPP bersama BRIN menyelenggarakan Katalog Sektoral khusus produk-produk inovasi. Kami juga telah kerja sama dengan Kemenperin dalam integrasi data TKDN di Indonesia,” tutupnya. (Muhammad Raya)