JAKARTA-MARITIM: Profesi pelaut Indonesia yang bekerja di kapal-kapal asing tidak bisa disebut atau disamakan dengan Pekerja Migran Indonesia (PMI), karena berdasarkan Konvensi ILO Nomor C-097 Tahun 1949 dan Nomor K-143 Tahun 1999 pelaut memang bukan pekerja migran sesuai. Bersama pelaut dari negara lainnya, kapalnya tempat bekerja berlayar ke berbagai negara dan hanya transit sebentar di sebuah negara untuk menaikkan/menurunkan barang atau penumpang.
“Setelah itu berlayar kembali. Kondisi ini sangat berbeda dengan pekerja migran yang memang menetap dan bekerja di suatu negara. Jadi pelaut jelas bukan pekerja migran,” tegas Direktur Perkapalan dan Kepelautan Ditjen Perhubungan Laut H. Ahmad Wahid, ST,MT, M.Mar.E pada pengukuhan Pengurus CIMA (Consortium Indonesian of Manning Agencies) periode 2022-2025 di Jakarta, Rabu (12/1/2022).
Pengukuhan pengurus meliputi Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Dewan Pertimbangan Organisasi (DPO) dan Dewan Pengurus Wilayah (DPW).
Sebagai Ketua Umum DPP CIMA adalah Gatot Cahyo Sudewo SE, M.M Tr, yang terpilih kembali dalam Rapat Umum Anggota (RUA) pada 24 November 2021. Sebagai Sekretaris Jenderal adalah Angga Luthfi Eldrianto MM. dan Wakil Sekjen Capt. Edy Sukandar M. Mar.
Ketua I adalah Capt. Akhmad Subaidi M.Mar. didampingi 3 Wakil Ketua. Untuk Bidang Kapal Tanker/Niaga Bambang Purwadi, Bidang Kapal Pesiar/Pariwisata Carlo Wisnu Kawilarang, Bidang Kapal Ikan Moh. Sumardi MT.
Ketua II adalah R. Adimaskin K. SE, M.Mar, Eng. didampingi 3 Wakil Ketua. Bidang Information Rianesia Gabriela, Bidang Communication dan Legal Affairs Arie Permana Manalu SH, MH, Bidang IT & Multimedia Fariz Abdan Khairurrizal.
Bendahara Umum Mery Ester Simanjuntak, SH dan Wakilnya Nebula Tacazily, Amd.Par. Sedangkan Ir. Doddy Rachmansjah, MM tetap sebagai Pelaksana Harian (Director Executive).
Tiga orang senior ditetapkan sebagai DPO, yakni Retno S. Wattimena, Nestor Tacazily dan Deddy Herfiandi.
Lebih jauh Ahmad Wahid mengatakan, keberadaan para pelaut internasional ini telah diakui oleh dunia, karena standar perlindungan dan kesejahteraannya telah ditetapkan oleh berbagai peraturan internasional, seperti ITF (International Transport workers Federation) dan ILO (International Labour Organization).
Dalam sistem rekrut dan penempatan di kapal, pelaut harus melalui seleksi ketat yang ditetapkan aturan internasional. Di sini, perusahaan pengawakan kapal yang merekrut harus jelas, sehingga jika terjadi permasalahan akan mudah mengatasinya.
“Ini sangat berbeda dengan pekerja migran yang kadang diberangkatkan oleh perusahaan tidak jelas, apalagi melalui calo. Sehingga kalau terjadi masalah, sulit mengusutnya,” ujarnya.
Terkait hal ini, Ketum CIMA Gatot Cahyo Sudewo menyatakan bahwa pihaknya masih mengkaji perlindungan pelaut yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan. Alasannya, BPJS TK yang ada sekarang bukan skema untuk pelaut. Khusus untuk pelaut perlu ada skema tersendiri disesuaikan dengan sistem pekerjaan di kapal.
“Masalah ini masih menjadi PR bagi pengurus lama untuk diselesaikan oleh pengurus baru,” ujarnya.
Izin dicabut
Di bagian lain, Dirkapel Ditjen Hubla juga mengingatkan para anggota CIMA agar tidak menelantarkan pelaut yang ditempatkan di kapal. Untuk itu, Wahid yang pernah menjadi pelaut di kapal ikan akan mengevaluasi rutin perusahaan pengawakan kapal yang mengirim pelaut ke luar negeri.
“Kalau ada perusahaan yang melanggar, bahkan menelantarkan pelaut, saya tidak segan-segan untuk mencabut izin usahanya,” tegasnya.
Ia juga minta perusahaan pemegang SIUPPAK (Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal) agar menjadi anggota CIMA. Saat ini pemegang SIUPPAK tercatat 187 perusahaan, sedang anggota CIMA saat ini 55 perusahaan, atau baru 30%.
“CIMA perlu menargetkan semua perusahaan pemegang SIUPPAK menjadi anggota,” tandas Wahid.
Dalam forum itu, Gatot menjelaskan visi misi dan program kerja CIMA untuk 4 tahun ke depan. Selain program baru, pihaknya masih ingin menyelesaikan beberapa program pengurus lama yang berkolaborasi dengan mitra kerja nasional dan internasional.
Kolaborasi dengan mitra nasional terkait penyusunan RSKKNI (Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) dalam melaksanakan kegiatan usaha keagenan awak kapal. Bekerjasama dengan Pusat Pengembangan SDM Perhubungan Laut, ada 11 unit kompetensi yang akan disusun. Yakni melakukan perekrutan dan seleksi awal (3 kompetensi), mengurus penempatan awak kapal (1), mengurus perjanjian kerja laut (1), pengembangan pengetahuan dan keterampilan awak kapal (4), dan mengurus dokumen persyaratan keagenan kapal (2).
Pembahasan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi awak kapal Indonesia, juga masih berlanjut. Masalah ini dibahas bersama dengan Kemenhub dan BPJS Ketenagakerjaan.
Sedang kolaborasi dengan mitra internasional ada beberapa masalah yang kini masih berlangsung, antara lain tentang studi penelitian ILO (International Labour Organization) tentang penguatan mekanisme deteksi kerja paksa industri penangkapan ikan.
Kemudian program Ship to Shore Rights South East Asia (SEA). Program ini melibatkan beberapa negara yang merupakan insiatif dari Uni Eropa dan PBB yang dilaksanakan oleh ILO bekerja sama dengan International Organization for Migration (IOM) dan United Nations Development Programme (UNDP), serta penyusunan materi komunikasi, informasi dan edukasi berbasis daring untuk pekerja migran Indonesia di sektor perikanan.
Sedang program yang masih tertunda dan harus terwujud adalah penyusunan Database Pelaut versi CIMA dan keinginan menjadi anggota KADIN Indonesia.
Gatot juga menyebutkan sejumlah program kerja 2022-2025. Antara lain inventarisasi masalah anggota CIMA, terkait status/proses pengajuan SIUPAKK maupun CBA (Collective Bargaining Agreement).
Selanjutnya, membuat Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) pengawakan kapal yang dilakukan bekerjasana dengan LSP3 dan PT Cima Pilar Maritim. Sertifikasi SKKNI ini ditargetkan 1.000 sertifikat keahlian per tahun.
“Kemudian menambah jumlah anggota CIMA dari yang sekarang 55 menjadi 180 perusahaan,” ujarnya.
Melalui berbagai program ini diharapkan dapat memberikan kontribusi/kemajuan industri maritim dan pendidikan maritim di Indonesia, dengan tetap menjadi jembatan antara pemerintah c/q Kemenhub dengan pelaku usaha di bidang pengawakan kapal.
Dalam acara itu juga dikukuhkan 3 Dewan Pengurus Wilayah (DPW) CIMA yang baru, yakni Banten, Jateng/Jatim dan DPW Sulawesi. Dengan demikian kini CIMA memiliki 5 DPW, setelah Batam dan Bali.
Sebagai Ketua DPW Batam adalah Harry Ferry Manik, SE,MM, Ketua DPW Bali I Nengah Yasa Adi Susanto, SH, MH, Ketua DPW Jatim/Jateng Yoga Yulian Pratama, Ketua DPW Banten Elang Pringgading, dan Ketua DPW Sulawesi Fahmi Jacky, M. Mar.E. (Purwanto).