JAKARTA-MARITIM : Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) gelar gathering dan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) 2022 di Solo pada 17 dan 18 Maret 2022 bertujuan untuk pengembangan dan penguatan industri mebel dan kerajinan nasional. Yakni meliputi terjaminnya keberlangsungan supply bahan baku dan penunjang, desain dan inovasi produk, peningkatan kemampuan produksi, pengembangan sumber daya manusia, promosi dan pemasaran, serta pengembangan kelembagaan. Sehingga dapat memberikan kontribusi nyata bagi industri mebel dan kerajinan nasional seperti yang diharapkan.
Dibuka Sekjen HIMKI Heru Prasetyo dilanjutkan sambutan dan arahan Presidium HIMKI Abdul Sobur. Dalam sambutannya, Ketua Presidium membahas berbagai permasalahan yang memperlemah daya saing industri mebel dan kerajinan nasional dan solusi yang harus dilaksanakan. Sehingga industri padat karya ini dapat tumbuh. Uraian disajikan pada Grand Strategic Plan HIMKI yang tengah disusun.
Rakernas sangat penting mengingat industri ini merupakan bantalan ekonomi yang kuat pada saat kondisi ekonomi seperti saat ini dan menjadi jalan keluar negara dalam penyerapan tenaga kerja. Sebab sampai saat ini industri mebel dan kerajinan tetap eksis dan menghasilkan devisa bagi negara di saat industri lain terkena imbas krisis. Karena industri ini didukung oleh local content yang cukup besar. Pada masa pandemi, industri ini justru mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan, yaitu mencapai 30 persen untuk mebel dan 20 persen untuk kerajinan dibandingkan tahun lalu.
Abdul Sobur, Ketua Presidium DPP HIMKI, menjelaskan pihaknya memiliki target ekspor US$5 miliar atau kurang lebih dua kali lipat dari realisasi ekspor pada 2020. Untuk memenuhi target ekspor itu dipastikan ke depan akan dibutuhkan kenaikan kapasitas produksi tambahan dan terkorelasi terhadap penambahan tenaga guna menopang target produksi untuk ekspor.
Namun kini masih ada kebijakan kontra produktif yang membuat industri mebel dan kerajinan Indonesia kurang berkembang. Di antaranya kebijakan perluasan penampang kayu yang dapat diekspor dan masih adanya sistem verifikasi dan legalitas kayu (SVLK) yang diberlakukan pemerintah. Hal ini membuat harga bahan baku industri kayu tak kompetitif dibanding pesaing kita seperti Malaysia dan Vietnam. Karena untuk mengurus SVLK dan beberapa ijin pendukung butuh biaya sangat besar.
Saat ini SVLK masih tetap berlaku untuk industri mebel dan kerajinan. Untuk itu, kalangan pengusaha yang bergerak di sektor industri mebel dan kerajinan yang tergabung di HIMKI terus meminta agar pemerintah segera menghapus SVLK untuk industri mebel dan kerajinan. Penerapan kebijakan SVLK ini berdampak pada tidak maksimalnya kinerja ekspor nasional. Padahal saat ini industri mebel tengah bersaing ketat dengan pelaku industri mebel internasional seperti Malaysia, Vietnam, China dan negara-negara produsen di kawasan Eropa dan Amerika.
Di sisi lain, saat ini para buyer malah membutuhkab bahan baku kayu bersertifikat FSC yang sulit diperoleh, sehingga akhirnya dimungkinkan untuk melakukan pencampuran dengan kayu dari sumber lain dengan syarat dan ketentuan tertentu. FSC menetapkan, kayu bersertifikat FSC hanya boleh dicampur dari kayu yang bebas dari sumber yang tidak dapat diterima (unacceptable).
Mahalnya harga kayu juga dibahas di rakernas ini. Saat ini anggota HIMKI membeli kayu dari PT Perum Perhutani dilakukan secara sendiri-sendiri atau membeli melalui beberapa perantara. Sehingga harganya menjadi mahal. Selain itu pengiriman barang sering tidak tepat waktu.
Masalah stragtegis lain yang dibahas di rakernas adalah promosi, pemasaran dan penetrasi pasar sebagai langkah strategis untuk memperkenalkan produk ke pasar global sekaligus membangun citra positif produk Indonesia di mancanegara. Dari sini diharapkan, terjadi kegiatan-kegiatan promosi dan pemasaran yang terkelola dengan baik yang dilakukan di dalam maupun di luar negeri dengan jadwal yang terprogram sepanjang tahun untuk target market di seluruh dunia terutama untuk negara-negara yang perekonomiannya tumbuh.
Heru Prasetyo, Sekjen DPP HIMKI, menambahkan berbagai permasalahan di daerah juga dibahas di rakernas, baik terkait kebijakan pemerintah pusat dan daerah.
Yang menggembirakan, rakernas juga menyampaikan terus tumbuhnya permintaan pasar domestik untuk produk mebel dan kerajinan seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk middle income class yang jumlahnya lebih dari 50 juta penduduk atau setara dengan total jumlah penduduk di beberapa negara di Eropa, Asia dan Afrika. Ini artinya akan terjadi peningkatan konsumsi masyarakat pada middle income class. Masyarakat middle income class ke depan akan menjadi kunci pertumbuhan permintaan produk mebel dan kerajinan (homedecor) di pasar domestik.
Di samping itu, HIMKI juga meluncurkan program “Mall to Mall & Market Place” yang merupakan upaya konkrit yang harus dilaksanakan dalam memanfaatkan besarnya pasar domestik sekaligus ikut menikmati bonus demografi yang kita miliki.
Program “Mall to Mall & Market Place” adalah satu wujud nyata dari kerja sama stakeholder dalam mempromosikan produk mebel dan kerajinan nasional kepada pasar domestik. Program ini dilaksanakan dengan jalan membuka showroom di beberapa mall di Jabodetabek.
Haryanto, Ketua DPD HKMKI Solo Raya, mengatakan mengharapkan industri ini menjadi industri andalan dan bisa naik kelas. Pihaknya optimistis industri ini akan terus mengalami pertumbuhan. Dengan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki bisa dikelola dengan baik, Indonesia bisa menjadi leader untuk industri mebel dan kerajinan di Kawasan Regional ASEAN. Dengan ketersediaan bahan baku hasil hutan yang melimpah, sumber daya manusia yang trampil dalam jumlah besar, industri ini bisa menjadi industri yang tangguh dan dapat diandalkan. (Muhammad Raya)