JAKARTA-MARITIM : Pengembangan industri petrokimia tidak lepas dari peran jasa engineering procurement and construction (EPC). Pasalnya, dari pohon industri petrokimia, dapat dilihat bahwa proses yang berlangsung dalam lingkup tersebut sangat besar, mulai dari hulu hingga hilir.
“Karena itu, EPC Nasional berpeluang ikut berperan dalam proyek-proyek strategis industri petrokimia nasional, yang dicanangkan dalam Roadmap Pengembangan Industri Petrokimia Tahun 2020-2030. Yang mana akan mendorong industri untuk mendekati lokasi sumber bahan baku dan energinya,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Abdulah, saat diskusi “Peran Penting Jasa Rancang Bangun Industri (EPC) untuk Mendukung Pembangunan Industri Nasional”, yang diselenggarakan Forum Wartawan Industri (Forwin), di Jakarta, Jumat (9/6).
Selain Abdulah, pada kesempatan tersebut hadir pula 3 pembicara lainnya, yakni Sub Koordinator Bidang Jasa Industri Badan Standardisasi Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Surya Ambar Wijaya. Kemudian Ketua Umum Gabungan Perusahaan Nasional Rancang Bangun Indonesia (GAPENRI), Dhira Nandana dan Ketua Komite Kerja Sama Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Raymod N Rasfuldi.
Menurutnya, dengan adanya gerakan yang telah disusun pada Roadmap tersebut, dibutuhkan Jasa EPC yang memiliki kemampuan dan daya saing untuk ikut membangun industri petrokimia nasional. Di mana EPC nasional memiliki potensi besar untuk berperan dalam proyek-proyek industri petrokimia nasional. Terutama berpeluang ikut berperan dalam proyek-proyek strategis industri petrokimia nasional yang dicanangkan dalam peta jalan pengembangan industri petrokimia.
“Guna memberikan keterlibatan EPC dalam proyek-proyek strategis nasional, Kemenperin terus mendorong kelancaran pembangunan pabrik petrokimia di Indonesia. Saya optimistis peran jasa industri EPC juga sangat potensial dan signifikan dalam mendukung program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) yang tengah digalakkan pemerintah,” ungkap Abdulah.
Sementara Sub Koordinator Bidang Jasa Industri BSKJI Kemenperin, Surya Ambar Wijaya, menyampaikan perubahan teknologi akibat industri 4.0 harus diantisipasi oleh EPC nasional. Apalagi untuk bisa berperan dalam peningkatan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), EPC nasional juga didorong untuk dapat mendukung hilirisasi sumber daya alam (SDA) yang ada di Indonesia.
“Karena, pembangunan industri maupun perluasannya untuk industri manufaktur yang bersifat diskrit seperti perakitan, relatif belum tergarap oleh EPC nasional. Selain itu, EPC untuk industri kecil menengah (IKM) juga belum disentuh,” ucapnya.
Terkait persaingan dengan EPC asing, kata Surya, EPC nasional harus berupaya menguasai teknologi yang dibutuhkan oleh pengguna jasa dan meningkatkan efisiensi agar kompetitif dengan EPC asing.
Sedangkan Ketua Umum Gabungan Perusahaan Nasional Rancang Bangun Indonesia (GAPENRI), Dhira Nandana, juga yakin EPC mampu menjadi penggerak peningkatan penggunaan barang dan jasa dalam negeri.
“Pasalnya, melalui kerja sama dengan pihak terkait, termasuk PII dan industri, kami yakin bahwa EPC dapat menjadi penggerak peningkatan penggunaan barang dan jasa dalam negeri,” kata Dhira.
Dhira, yang menyebutkan, EPC atau jasa konstruksi terintegrasi adalah salah satu bentuk dari jasa yang dituangkan dalam kesepakatan kontrak pada beberapa sektor pekerjaan. Di mana pelaksana kontrak bertanggungjawab untuk seluruh aktivitas pekerjaan sejak perancangan atau desain (engineering), pengadaan bahan dan peralatan (procurement), pelaksanaan konstruksi (construction), sampai dengan pengujian untuk siap dioperasikan atau diserahterimakan kepada pemilik.
Menurutnya, di sisi lain perlu kerja sama dari berbagai pihak agar EPC Indonesia semakin diberdayakan. Menurut Dhira. Karena dari 112 anggota, sebagian besar telah berkontribusi dalam pembangunan proyek strategis nasional.
“Untuk meningkatkan TKDN harus mengajak teman-teman dari Indonesia, karena kalau tidak, tidak ada benefitnya untuk Indonesia,” ujarnya.
Ketua Komite Kerja Sama Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Raymod N Rasfuldi, menyatakan saat ini terdapat 80.000 insinyur yang terdaftar di PII. Jumlah itu dinilai masih kurang jika melihat aspirasi dari Kemenperin untuk mendukung sektor EPC.
“Jumlahnya masih kurang, mungkin kemudian kita perlu 200.000 insinyur untuk bisa mendukung aspirasi pemerintah, untuk bisa melaksanakannya. Termasuk soal yang terkait TKDN,” paparnya.
Ditambahkan, peran aktif insinyur untuk mendukung EPC dan jasa konstruksi terintegrasi mulai dari desain, perencanaan proyek dengan keahlian teknisnya, mengontrol kualitas, manajemen proyek, hingga memberikan inovasi dan solusi yang akhirnya bisa memberikan hasil untuk mencapai apa yang ditargetkan pemerintah adalah sangat penting. (Muhammad Raya)