HIMKI Mulai Manfaatkan dan Optimalkan “Emerging Market”

Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kemenperin, Merrijantij Punguan Pintaria beserta staf berkunjung ke booth HIMKI Lounge di Hall 3A. Rombongan diterima oleh Ketua Umum HIMKI, Abdul Sobur dan Tim Sekretariat

JAKARTA-MARITIM : Saat ini industri mebel dan kerajinan nasional tengah memperluas pasar ‘emerging market’ selain Kawasan Eropa dan Amerika Serikat. Hal ini disebabkan turunnya tren permintaan di kedua wilayah tersebut akibat situasi ekonomi dan geopolitik yang berimbas pada terkoreksinya nilai ekspor. Sehingga mendorong upaya menggeser pasar ke kawasan yang sebelumnya tidak termaksimalkan. Ceruk pasar ini di antaranya berada di Timur Tengah, India, China, Afrika, Jepang, ASEAN dan lainnya.

“Timur Tengah digadang-gadang akan mampu menjadi negara tujuan ekspor produk furnitur dan kerajinan selain Amerika Serikat dan Eropa. Ke depan pasar terbesar justru akan lebih dinamis, tidak lagi melulu Amerika Serikat dan Eropa melainkan juga Asia termasuk Timur Tengah, Afrika, dan lainnya. Adanya komitmen dari Pangeran Arab Saudi, Mohammed bin Salman, yang ingin menjadikan Timur Tengah atau Middle East sebagai New Eropa tentunya memerlukan pembangunan infrastruktur termasuk property yang masif. Oleh karena itu, industri furnitur memiliki peran strategis guna memenuhi kebutuhan melengkapi pembangunan tersebut,” kata Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Abdul Sobur, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (23/10).

Read More

Menurutnya, sejumlah negara di Timur Tengah seperti Qatar, Bahrain, Oman, Uni Emirat Arab dan negara-negara kawasan tengah giat melakukan percepatan pembangunan infrastruktur yang akan berdampak pada kebutuhan furnitur, kerajinan dan homedecor dalam jumlah banyak. Momentum ini akan menjadi peluang pasar yang baik untuk industri furnitur dan kerajinan Indonesia. Uni Emirat Arab bahkan akan membangun kota baru seluas tujuh kali lipat Dubai saat ini, dan ini sangat bisa menjadi potensi pasar baru.

Kawasan emerging market selanjutnya,  ungkap Sobur, adalah India, negara dengan pertumbuhan yang sangat pesat. India akan terus tumbuh selama dekade berikutnya seiring dengan perluasan infrastruktur yang menghubungkan kota-kota besar. Kemudian ada program pemerintah yang mendorong pembangunan kawasan perumahan baru serta pertumbuhan jumlah kawasan perkantoran.

Tahun 2022, pasar furnitur India menyentuh U$23,12 miliar dan diperkirakan akan mencapai U$37,72 miliar pada akhir tahun 2026 dengan pertumbuhan CAGR 13,37% dari tahun 2020-2026. India adalah negara konsumen furnitur terbesar keempt dan pasar furnitur terbesar ke-14 di dunia. Yang lainnya adalah Afrika selama ini masih belum termaksimalkan dan mulai menjadi bagian dari penetrasi pasar.

“Kawasan Asia lain, seperti China mempunyai potensi untuk ditembus. Meskipun kita ketahui bahwa China merupakan produsen furnitur terkemuka dunia. Namun, secara ciri, produk mereka lebih beriorentasi massif atau mass product. Di sisi lain, produk furnitur dan kerajinan termasuk home décor asal Indonesia untuk ekspor, lebih menitikberatkan pada craftmanship atau desain eksklusif,” ungkap Sobur.

Ditambahkan, pasar Afrika, seperti Mesir, Maroko dan negara lainnya juga masih merupakan pasar yang potensial untuk dijajal. Sementara pasar ASEAN termasuk Filipina, merupakan pasar emerging market selanjutnya yang perlu dicermati secara serius. Apalagi dengan adanya AFTA atau ASEAN Free Trade Agreement yang mendukung iklim perdagangan di wilayah ASEAN semakin menguntungkan, karena adanya penurunan tarif barang dagang serta pajak bagi negara-negara di Asia Tenggara.

LANGKAH TEPAT

Emerging market adalah istilah untuk menggambarkan kondisi perekonomian negara yang sedang berkembang dan mulai memasuki pasar global seiring perkembangannya.

Adalah Antoine W. Van Agtmael dari International Finance Corporation World Bank yang memperkenalkan istilah ini untuk pertama kali. Emerging market biasanya diistilahkan sebagai Emerging Market Economy (EME) yang merupakan negara berkembang di mana pendapatan kapitanya rendah namun beranjak ke kelas menengah. Adapun jumlah negara yang masuk ke dalam kategori ini mencapai 80% dari total negara di dunia.

Dijelaskan, strategi untuk membidik pasar emerging market merupakan strategi yang tepat, demi mengatasi penurunan pasar akibat tidak menentunya pasar tradisional sebelumnya, yaitu Eropa dan Amerika Serikat. Kondisi pasar kedua wilayah tersebut saat ini terkoreksi dengan cukup signifikan,” ucap Sobur.

Membidik pasar-pasar baru ini juga sangat penting mengingat masih belum pulihnya dampak pandemi Covid 19 dan invasi Rusia ke Ukraina yang membuat hampir semua sektor industri mengalami pelemahan pertumbuhan. Pertumbuhan global diperkirakan melambat dari 6,0 persen pada 2021 menjadi 3,2 persen pada 2022 dan sebesar 2,7 persen pada 2023.

Inflasi global diperkirakan akan meningkat dari 4,7 persen pada 2021 menjadi 8,8 persen pada 2022 tapi menurun menjadi 6,5 persen pada 2023 dan menjadi 4,1 persen pada 2024.

Di saat luka akibat pandemi atau scarring effect belum sepenuhnya pulih, saat ini risiko ekonomi bergeser ke gejolak ekonomi global yang disebabkan oleh peningkatan inflasi global akibat supply disruption karena pandemi dan perang Rusia-Ukraina yang berpengaruh negatif terhadap pemintaan produk furnitur dan kerajinan terutama di pasar tradisional antara lai Amerika Serikat, Eropa, dan di sebagian negara maju lainnya.

Melemahnya kondisi ekonomi, inflasi tinggi dan angka pengangguran yang meningkat di waktu yang bersamaan dalam periode tertentu yang menandakan stagflasi ekonomi sedang terjadi. Di saat yang bersamaan orientasi belanja kebutuhan masyarakat dunia juga berubah lebih ke arah kebutuhan esensial atau kebutuhan primer mereka dengan mengurangi belanja terhadap produk sekunder dan tersier seperti kebutuhan peralatan rumah tangga termasuk mebel dan kerajinan. Situasi ini menyebabkan market shock di industri mebel dan kerajinan yang ujung-ujungnya terjadi penundaan bahkan pembatalan order oleh buyer terutama dari Amerika dan Eropa.

Padahal, katanya, di saat terjadi situasi pandemi Covid-19, justru sektor industri mebel dan kerajinan nasional masih menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik. Bahkan secara total tahun 2021 ekspor mengalami lonjakan yang signifikan (27,23%), terutama dari AS. Pertumbuhan itu berasal dari naiknya permintaan dari Amerika Serikat yang merupakan pengaruh positif dari kebijakan stimulus fiskal dari pemerintah AS yang mendorong meningkatnya pendapatan rumah tangga dan mendukung pengeluaran yang berkelanjutan untuk semua barang, termasuk barang impor.

Sementara Sekretaris Jenderal HIMKI, Maskur Zaenuri, menilai HIMKI dan pemerintah memiliki target ekspor mebel dan kerajinan nasional sebesar US$5 miliar pada 2024. Sebenarnya, ini bukan sesuatu yang sulit untuk dicapai mengingat potensi yang dimiliki Indonesia cukup besar mulai dari ketersediaan bahan baku, peluang pasar yang terus tumbuh, dan didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni.

Selain itu, saat ini peluang pasar global masih terbuka dan terus bertumbuh didorong oleh maraknya pembangunan yang diproyeksikan akan menciptakan permintaan yang cukup besar akan produk mebel dan kerajinan nasional.

“Namun demikian, dibalik potensi yang besar tersebut sampai saat ini para pelaku industri masih juga dihadapkan oleh berbagai permasalahan mulai dari sulitnya mendapatkan bahan baku sesuai kebutuhan, terbatasnya promosi pemasaran, belum berkembangnya kualitas produk dan desain, kurangnya ketersediaan tenaga kerja yang siap pakai, penggunaan teknologi tinggi, hingga akses permodalan yang masih terkendala,” tandasnya.

Diutarakan, dalam merealisasikan target ekspor US$5 miliar di tahun 2024 dan menyukseskan Indonesia menjadi negara produsen dan eksportir terbesar di kawasan regional perlu dukungan dari para stakeholder khususnya dukungan dari pemerintah. (Muhammad Raya)

Related posts