YOGYAKARTA-MARITIM : Dapat dipastikan bahwa kinerja industri suatu negara adalah ditentukan oleh dukungan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dari suatu negara tersebut. Tidak terkecuali bagi bangsa Indonesia.
Karena itu Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) bersama Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membahas persoalan pokok tersebut untuk memajukan industri mebel dan kerajinan nasional dalam suatu audensi di Yogyakarta, belum lama ini.
Ketua Umum HIMKI, Abdul Sobur, mengatakan keberadaan SDM kompeten merupakan salah satu faktor penting dalam industri, sehingga posisinya sangat strategis dan sentral dalam menentukan nilai suatu produk.
“Ini adalah salah satu pokok bahasan HIMKI dan Kepala BPSDMI Kemenperin, Masrokhan, dalam suatu audiensi. Di mana tujuannya adalah untuk bersilaturahmi sekaligus berdiskusi seputar SDM dalam mendorong pertumbuhan industri mebel dan kerajian nasional,” ungkapnya.
Sobur menguraikan, pada pertemuan tersebut ada tiga hal penting yang menjadi permasalahan pada industri mebel dan kerajinan nasional, yang mana hal ini perlu segera diatasi oleh pemerintah. Persoalan itu terkait bahan kaku, tenaga kerja (SDM) dan soal pasar.
HIMKI dalam pertemuan khusus itu menyampaikan masalah SDM. Bahwa SDM adalah salah satu input dan pilar penting dari tiga pilar pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia selain investasi dan teknologi.
Hingga saat ini, tegasnya, sebagian perusahaan masih kesulitan mendapatkan tenaga kerja yang siap pakai terlebih tenaga kerja yang memiliki keterampilan dengan kompetensi khusus dan tersertifikat. Hal ini akibat dari lemahnya regenerasi tenaga kerja pada sektor industri mebel dan kerajinan saat ini. Di sisi lain, tengah terjadinya kompetisi yang tinggi dengan sektor industri lain yang tengah berkembang dengan tawaran penghasilan yang sama baiknya, menambah kesulitan pelaku industri mebel dan kerajinan untuk mendapatkan pekerja.
Untuk mengatasi tingginya kompetisi dalam mendapatkan tenaga kerja, HIMKI mengharapkan pemerintah untuk membuat aturan terkait zonasi/kawasan industri atau peruntukan jenis industri agar tidak terjadi perebutan tenaga kerja. Sedangkan untuk menjami ketersediaan tenaga kerja industri, HIMKI juga menyampaikan masukannya pada pemerintah melalui Kepala BPSDMI di antaranya pertama, meningkatkan anggaran untuk bea siswa di Politeknik Industri Furnitur dan Pengolahan Kayu maupun menyediakan bea siswa di perguruan tinggi yang memiliki jurusan pendukung industri mebel dan kerajinan.
Kedua, melakukan pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan perguruan tinggi yang terkait di bidang industri mebel dan kerajinan untuk pencapaian link and match dengan industri.
Ketiga, menyelenggarakan pelatihan teknik produksi bagi tenaga kerja baru untuk mendukung perkembangan industri mebel dan kerajinan antara lain bekerjasama dengan Kementerian Ketenagakerjaan dan pemerintah daerah di sentra-sentra industri mebel dan kerajinan.
Keempat, membangun trainning center yang terpadu dengan design centre di daerah sentra atau basis industri sebagai upaya meng-upgrade kualitas SDM sampai tingkat layak kompetensi dengan standar global.
Kelima, membangun Furniture Community Collage, sebagai upaya penyediaan tenaga kerja industri madya yang berkesinambungan di basis utama industri jangka panjang.
Keenam, melakukan sertifikasi kompetensi bagi para pekerja mebel dan kerajinan untuk memberikan jaminan bagi pengusaha dan pekerja.
Ketujuh, membantu HIMKI mendirikan HIMKI Institute yang dapat menyelenggara kan pelatihan secara mandiri, baik untuk manajemen produksi maupun manajemen secara umum.
Sementara Sekjen HIMKI, Maskur Zaenuri, mengusulkan pada audiensi itu agar diubah Susunan Komite atau Dewan Penyantun Polifurneka periode 2023-2028. Usulan disambut baik oleh pihak Politeknik dan berjanji akan ditindaklanjuti serta disampaikan ke Menteri Perindustrian.
Sebelumnya Direktur Polifurneka, Peni Shoffiyati, melaporkan bahwa hampir 100% lulusan dari Polifurneka terserap oleh industri. Sedangkan Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan Vokasi Industri (PPVI), Emmy Suryandari, mengungkapkan bahwa hingga saat ini permasalahan yang dihadapi pihaknya adalah kekurangan tenaga pengajar.
Menanggapi pernyataan tersebut, HIMKI memastikan semua lulusan akan diserap oleh industri di bawah binaanya dan untuk masalah kekurangan tenaga pengajar, HIMKI siap membantu untuk berkontribusi dan memberikan solusi.
Dalam pertemuan tersebut, HIMKI juga menyampaikan terima kasih pada BPSDMI, Pusat Pengembangan Pendidikan Vokasi industri (PPVI) dan Polifurneka, yang telah membantu menyiapkan tenaga-tenaga kerja trampil untuk sektor industri binaannya.
Sebelum menutup pertemuan, Masrokhan menyampaikan, apresiasinya pada HIMKI, yang menilai bahwa HIMKI adalah asosiasi yang rapih dan sangat terkelola dengan baik. Oleh karenanya dia mengharapkan agar bisa terus berkolaborasi dengan HIMKI khususnya dalam memajukan SDM industri furnitur. Dan baginya ini merupakan pertemuan pertama dan akan ada pertemuan-pertemuan lanjutan untuk membahas hal-hal yg lebih teknis lagi. (Muhammad Raya)