Ciptakan Green Shipping, Kapal Bisa Gunakan BBM Low Sulfur atau Scrubber   

Dirtjen Hubla, DR. Capt. Antoni Arif Priadi saat membuka FGD Green Shipping and Energy Efficiency

JAKARTA, MARITIM : Masalah polusi udara di bidang kemaritiman  masih menjadi isu strategis di sector transportasi laut. Polusi udara akibat emisi gas buang kapal itu  kembali diangkat oleh Direktorat Perkapalan dan Kepelautan (Ditkapel)  Ditjen Perhubungan Laut untuk dibedah dan dilihat sejauhmana penanganannya di lapangan.

Sejak awal tahun 2020 Indonesia mendeklair telah mulai memberlakukan kewajiban setiap kapal menggunakan bahan bakar low sulfur atau lebih dikenal dengan aturan IMO 2020, Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa setiap kapal baik kapal berbendera Indonesia maupun kapal asing yang beroperasi di perairan Indonesia wajib menggunakan bahan bakar dengan kandungan sulfur senilai maksimal 0,5 % m/m.

Kewajiban menggunakan low sulfur tersebut menunjuk pada aturan International Convention for the Prevention of Pollution from Ships (MARPOL Convention) Annex VI Regulation 14, IMO Resolution Marine Environment Protection Committee (MEPC) 307(73) : 2018 Guidelines for the Discharge of Exhaust Gas Recirculation (EGR) Bleed-Off Water, Pasal 36 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 29 Tahun 2014 tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim dan Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor UM.003/93/14/DJPL-18 tanggal 30 Oktober 2018 tentang Batasan Kandungan Sulfur Pada Bahan Bakar dan Kewajiban Penyampaian Konsumsi Bahan Bakar di Kapal.

Sejauh mana implementasi di lapangan, menjadi “PR” bagi Ditjen Hubla untuk melihat bersama dengan pihak-pihak yang terkait melalui acara  Focus Group Discussion  (FGD)  on Green Shipping and Energy Efficiency yang digelar oleh Direktorat  Perkapalan dan Kepelautan (Ditkapel) Ditjen Perhubungan Laut di Jakarta, hari ini (Kamis, 11/1/2024) di Hotel Mercure Kemayoran Jakarta.

Acara FGD itu dibuka oleh Dirtjen Hubla, DR. Capt. Antoni Arif Priadi dan menghadirkan sejumlah elemen, mulai dari regulator, operator pelayaran, pemerhati,praktisi dan pihak-pihak yang terkait dengan masalah polusi udara akibat gas buang kapal.

Capt. Antoni Arif mengatakan, persoalan menciptakan pengurangan polusi udara akibat  emisi gas buang kapal sesuai ketentuan dari IMO perlu kebersamaan antara regulator, operator dan pihak lain terkait.

Menyoal cara menanganinya, apakah dengan langkah menggunakan BBM dengan sulfur rendah sesuai ketentuan, atau dengan cara pemasangan alat  (semacam Scrubber) sehingga bisa menciptakan emisi gas buang kapal sesuai standar ketentuan, Capt. Antoni menegaskan perlu dikaji dan dibahas secara matang dari  berbagai sisi, terutama sisi biaya logistik.

Scrubber memungkinkan kapal mengonsumsi bahan bakar minyak (HSFO) yang lebih murah dan mengandung sulfur tinggi namun tetap mematuhi tingkat polusi udara sesuai batas ketentuan.

Sejumlah perusahaan di Indonesia disebut-sebut telah menyiapkan alat ini dan siap untuk dipakai di kapal dengan berbagai cara dan solusi pembiayaannya yang ditawarkan.

Jadi Dirjen Hubla berharap, FGD ini bukan rapat,  tetapi kajian yang menghasilkan rekomendasi secara akademik dan akan menjadi masukan untuk ditindaklanjuti, dalam hal masalah Green Shipping.

Sementara itu, Direktur  Perkapalan dan Kepelautan, DR. Hartanto dalam laporannya mengatakan, FGD itu digelar sebagai bentuk respon bagi regulator (Ditkapel) untuk bersama-sama dengan berbagai pihak yang terkait dengan masalah polusi akibat gas buang kapal, guna terus dicari solusinya agar  impementasi di lapangan atas ketentuan  MARPOL Convention Annex VI Regulation 14, IMO dapat berjalan dengan maksimal. ***Hbb

Related posts