JAKARTA-MARITIM : Institusi Perkapalan dan Sarana Lepas Pantai Indonesia (Iperindo), kemarin, menggelar acara buka puasa bersama dengan anak yatim piatu dari Yayasan Yatim Piatu Majelis Taklim An-Nur, Jalan Baladewa, Senen, Jakarta Pusat dan Yayasan Yatim Masjid Al-Fajri, Pejaten, Jakarta Selatan.
Di samping itu, kegiatan yang berlangsung di salah satu hotel bintang lima di bilangan Jakarta Pusat tersebut, juga diisi dengan rapat internal yang langsung dipimpin oleh Ketua Umum Iperindo, Anita Puji Utami bersama dengan Sekjen Iperindo, Hilman Risan, yang membahas berbagai persoalan dan kendala terkini yang tengah dihadapi oleh para anggota Iperindo, industri maritim, industri perkapalan, industri galangan, tarif dan lain sebagainya.
Menurut Anita, Iperindo saat ini sangat membutuhkan kaderisasi sumber daya manusia (SDM) pada industri maritim dan industri perkapalan nasional. Mengingat kebutuhan SDM untuk reparasi kapal setiap tahunnya selalu meningkat. Apalagi ditambah dengan adanya order dari pesanan untuk bangunan baru, seperti yang terjadi kini di Batam, ada tambahan bangunan baru berupa pembelian 50 set kapal tunda (tug boat) dan tongkang (barge).
“Kemarin saja, dengan adanya tambahan pekerjaan berupa perawatan kapal dari industri pelayaran yang sudah melakukan kegiatan secara maksimal, kebutuhan SDM pada industri perkapalan saja masih sangat kurang sekali. Belum lagi kalau ada tambahan bangunan baru lagi. Kita mengharapkan kaderisasi SDM pada industri perkapalan ini terutama ditekankan untuk pelatihan dan mampu mengantongi sertifikasi,” ungkap orang pertama yang memimpin galangan kapal PT Adiluhung Sarana Segara Indonesia (ASSI).
Jadi, tambahnya, SDM kita saat ini bukannya minim, namun perlu ada tambahan lagi. Karena sejak Program Tol Laut yang diluncurkan oleh Presiden Jokowi pada 2015 lalu, banyak sekali SDM yang terserap di industri perkapalan dan galangan. Tapi kini – karena industri ini hanya “hidup” dari kegiatan reparasi dan perawatan kapal – banyak SDM-nya yang telah beralih profesi di antaranya menjadi pengemudi ojek online. Padahal, sebagai pengemudi ojek online, mereka sudah di latih dan di training sampai memperoleh sertifikasi.
“Nah, biaya untuk mendidik dan melatih pengemudi ojek online tersebut – sampai pintar dan mengantongi sertifikasi – bisa menghabiskan anggaran sebesar Rp25 juta per orang. Bayangkan coba,” urainya.
Anita menyampaikan, saat ini industri galangan masih belum ada lagi pesanan yang signifikan, kalau pun ada itu pun hanya satu sampai dua unit saja untuk bangunan baru. Sehingga bisa dikatakan industri ini sedang defisit order sejak berjaya pada waktu Program Tol Laut.
Terkait SDM industri perkapalan yang mampu dipasok oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kemenperin sejauh ini, Anita menyebutkan, jumlahnya tak lebih dari hanya 1.000 orang per tahun. Padahal, jumlah kapal saat ini yang naik dock per tahun mencapai 30 ribu unit.
Iperindo juga mengakui, pihaknya saat ini juga masih mengalami berbagai kendala yang belum terpecahkan, di antaranya soal perizinan yang masih tumpang tindih, suku bunga kredit yang masih dua digit, terminal khusus (Tersus), Terminal untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) sampai pungutan yang dilakukan oleh KKP dan Kemenhub.
“Nilainya bisa mencapai Rp18 juta per hektare. Tergantung dari luas galangan yang dipakai. Maunya kami pungutan ini dilakukan oleh Kemenhub atau KKP. Salah satu saja dan idealnya pun hanya Rp1 juta. Jika tidak ini sangat membebani kami,” pinta Anita. (Muhammad Raya)