JAKARTA-MARITIM : Gabungan Perusahaan Elektronika (Gabel) mengingatkan agar pemerintah tetap harus mempertahankan adanya Persetujuan Teknis (Pertek) dan aturan soal Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), apabila tidak ingin pasar dalam negeri Indonesia dibanjiri oleh produk impor, pasca imbas pasang tarif tinggi yang dikeluarkan Amerika Serikat (AS).
Sementara Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menilai, rencana Presiden Prabowo Subianto menghapus kebijakan kuota impor berpotensi membuat pengusaha tidak lagi berminat pada industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional. Pasalnya, diperkirakan sekitar 70% pelaku industri tekstil akan meninggalkan usahanya dan beralih menjadi pedagang, karena tekanan dan banyaknya barang impor yang masuk ke Indonesia.
Hal itu masing-masing dikatakan oleh Sekjen Gabel, Daniel Suhardiman dan Wakil Ketua Umum API, Ian Syarif, pada kesempatan diskusi yang diadakan oleh Forum Wartawan Industri (Forwin), di Jakarta, Kamis (17/4).
Menurut Daniel, bukan ekspor Indonesia ke AS yang patut dikhawatirkan, tapi limpahan produk dari negara produsen besar, seperti China yang mencari pasar baru ke Indonesia.
“Karena ekspor anggota Gabel ke AS hanya sekitar US$300 juta, tidak terlalu besar. Tapi yang kami khawatirkan justru muntahan dari negara-negara produksi besar, terutama China yang masuk ke Indonesia,” ujarnya.
Indonesia, tambah Daniel, menjadi sasaran utama. Karena memiliki pasar yang besar, yaitu lebih dari 280 juta penduduk. Apabila ingin dibandingkan dengan Malaysia, Filipina dan Vietnam.
“Mereka tidak sebesar kita. Makanya Indonesia menjadi target empuk bagi negara eksportir,” ucapnya.
Lebih lanjut dikatakan, kebijakan pelonggaran Pertek dan TKDN dapat menyebabkan kekacauan di industri elektronika nasional. Bahkan sejumlah produsen telah mengisyaratkan akan hengkang dari Indonesia, jika kebijakan tersebut benar-benar diberlakukan oleh pemerintah.
“Indikasi perusahaan akan hengkang itu sudah ada. Bahkan begitu Bapak Presiden Prabowo Subianto bicara di acara sarasehan beberapa waktu lalu. Itu sudah ada ancang-ancang mereka akan hengkang,” ungkap Daniel.
Ditegaskan, pelonggaran Pertek dan TKDN akan mengakibatkan serbuan produk-produk impor dari para produsen besar, seperti China, yang masuk pasar dalam negeri Indonesia. Apalagi dengan harga yang murah dan memiliki kualitas rendah.
Karenanya, Gabel konsisten menyuarakan kepada pemerintah untuk tetap memiliki tekad yang kuat dalam melindungi pasar dalam negeri dan serbuan impor barang jadi. Sehingga dapat menjaga daya saing industri dalam negeri.
Daniel juga menyoroti soal lemahnya sistem perlindungan pasar dalam negeri. Di mana Indonesia tertinggal jauh dalam penerapan Non Tariff Measure (NTM) atau hambatan non tarif, dibandingkan dengan negara-nrgara lain, seperti AS yang memiliki lebih dari 4.600 NTM. Eropa dan China juga ribuan. Sementara Indonesia cuma sekitar 207. Bahkan dibandingkan Thailand yang sudah punya lebih dari 660 NTM.
“Itulah pentingnya diterapkan Pertek dan TKDN sebagai salah satu bentuk pengendalian impor, khususnya untuk barang jadi. Ini bukan proteksionisme negatif, melainkan cara menjaga utilisasi kapasitas industri dalam negeri. Kami produsen sangat mendukung Pertek dan TKDN, selama itu untuk barang jadi, bukan untuk bahan baku. Negara lain juga melakukan itu untuk melindungi industrinya,” tekan Daniel.
Beralih jadi pedagang
Sedangkan di tempat yang sama, Wakil Ketua Umum API, Ian Syarif, menjelaskan 70% kemungkinan industri akan pelan-pelan meninggalkan industrii ini dan beralih menjadi pedagang.
Jadi pedagang, sambungnya, lebih mudah dijalankan saat ini daripada menjadi pelaku industrI. Apalagi pedagang mendapatkan kuota impor yang dapat dibawa masuk ke dalam negeri usai bepergian dari luar negeri.
“Yang saya takutkan generasi terakhir yang mau buat pabrik, setelah itu nanti temen-temennya ke bawah maunya jadi seller, tiktoker atau jastiper,” terangnya.
Ian juga menilai, fenomena tenaga kerja wanita (TKW) yang diperbolehkan membawa barang dengan nilai maksimal hingga US$1.400 ke dalam negeri. Hal ini membuat semakin maraknya barang impor masuk ke dalam negeri melalui jasa titip atau jastip.
“Jastiper sempat dihalangi kan bawa baju-baju itu. Tapi mana sekarang normal kembali. Karena kita bisa lihat di tik tok berapa banyak jastiper yang online di sana langsung bisa kirim dalam waktu seminggu. Dan itu betul-betul membunuh industri kreatif kita, terutama UKM,” ungkapnya. (Muhammad Raya)