JAKARTA – MARITIM : Terkait dengan hal penanganan tindak illegal, unreported, unregulated (IUU) fishing, Indonesia berupaya mengajukan perkuatan kerja sama regional dengan sejumlah negara yang berkepentingan. Agus Supriyono, Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP KKP) menyebutkan saat ini telah ada bentuk kesepakatan bersama antara negara-negara anggota Regional Plan of Action to Promote Responsible Fishing Practices including Combating IUU Fishing in the Southeast Asia Region (RPOA-IUU).
Ujar Agus Kamis lalu: “Ini kan semacam kesepakatan bersama dan baru bersifat bargaining,, yang akan kita fokuskan ke RPOA nanti di pertemuan berikutnya”.
Dijelaskan, sejauh ini keseriusan terkait pemberantasan IUU fishing oleh negara-negara anggota RPOA masih bersifat sukarela atau voluntary. Ke depan nanti, diharap akan dapat terbentuk suatu komitmen bersama untuk benar-benar memberantas IUU Fishing, baik melalui sanksi yang disepakati bersama maupun upaya lainnya.
Seperti diketahui, Indonesia menjadi salah satu negara yang mengeluarkan sikap tegas terhadap tindakan penangkapan ikan secara illegal di perairannya. Hal ini terbukti dari sejumlah tindakan keras, termasuk penangkapan kapal asing serta sanksi penenggelaman yang telah dilakukan terhadap 488 kapal dalam empat tahun terakhir. Kendati demikian, dalam beberapa bulan tekahir, intensitas kapal asing yang masuk ke wilayah perairan Indonesia tampaknya makin meningkat. Selama ini tercatat tak kurang dari 28 kapal ikan berbendera asing yang telah dihadang dan diamankan. Selain itu, terdapat pula 10 kapal ikan berbendera Indonesia yang turut diamankan.
Sementara itu, Direktur Jenderal PSDKP Agus Suherman menyebutkan kian banyaknya kapal asing yang masuk ke perairan Indonesia, disebabkan sumber daya perikanan Indonesia yang terus meningkat dengan potensi perikanan mencapai 12,5 juta ton. Sedang sumber daya perikanan di negara-negara tetangga jauh berbeda. Selain itu, diperketatnya pengeluaran ikan dari wilayah Indonesia membuat pasokan ikan ke negara-negara tetangga tidak lagi melimpah seperti dulu. Kata Agus: “Stok mereka mulai terbatas, sedang kebutuhan pangan makin meningkat, hingga akhirnya terpaksa mengupayakan kebutuhan pangan dengan berbagai cara. Mungkin mereka mengira kita lengah. Pada hal ternyata kita patroli terus”.
Di sisi lain, kendati terus ditingkatkan dari sisi kualitas dan kuantitasnya, kekuatan penjaga perbatasan Indonesia, khususnya di perairan masih belum benar-benar sebanding dengan luas wilayah perbatasan Indonesia. Terkait hal ini, dalam kesempatan berbeda Menteri Koordinator Bidang Maritim Luhut B Pandjaitan menyebutkan penguatan pengawasan di perbatasan Indonesia menjadi penting, khususnya di daerah-daerah yang dikenal kaya ikan seperti Natuna.
“Kita nggak punya ocean going freight guard. Adanya hanya kapal sepanjang 105 meter. Tahun ini kami berharap dapat tambahan kapal 138 meter ocean going freight guard yang nanti ‘main’ di seputaran Laut Natuna. Untuk mampu mengakomodasi kapal tersebut, pelabuhan yang pangkalan untuk kapal-kapal TNI Angkatan Laut yang ada disana masih memerlukan pembenahan” jelas Menko Maritim.
Menurut Menko Maritim, selain kapal freight guard, menurutnya, pemerintah juga akan menyiapkan floating storage untuk penyiapan bahan bakar guna menunjang operasional kapal patroli dan kapal-kapal lain yang membutuhkan. Hal ini diperlukan guna memangkas biaya yang harus dikeluarkan jika kapal pengawas dan kapal penangkap ikan harus bergerak bolak-balik ke stasiun pengisian bahan bakar terdekat pada saat ini. Keseluruhan program penguatan penjagaan kawasan perikanan di Natuna tersebut rencananya akan dijalankan pada kuartal III tahun 2019 ini juga.***MRT/2701