JAKARTA, MARITIM: Para pengusaha yang menggeluti bisnis penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sangat kecewa dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Ketenagakerjaan (Kepmenaker) No. 291/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Kerajaan Saudi Arabia Melalui Sistem Satu Kanal.
SK Menaker tersebut semula diharapkan akan dapat membangkitkan kembali bisnis penempatan TKI yang terpuruk dalam 8 tahun terakhir menyusul diberlakukannya moratorium penempatan TKI ke berbagai negara di Timur Tengah, termasuk Arab Saudi. Namun, penerapan SK Menaker tersebut ternyata tidak sesuai dengan harapan pengusaha.
Para pengusaha menilai terbitnya Kepmenaker 291/2018 yang ditindaklanjuti dengan SK Dirjen Bina Penta & PKK (Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja) tidak adil karena justru menciptakan monopoli dan diskriminasi. Dalam SK No. 735/PPTKPKK/IV/2019 tentang Penetapan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) sebagai pelaksana penempatan dan perlindungan pekerja migran di Saudi melalui sistem satu kanal, Dirjen Bina Penta menetapkan 58 perusahaan yang diizinkan menempatkan TKI yang kini disebut Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi berdasarkan aturan baru tersebut.
Terkait hal ini, Himpunan Pengusaha Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Himsataki) sangat tidak puas dengan kinerja Menaker bersama Dirjen Bina Penta. Untuk itu, Himsataki meminta Presiden Joko Widodo segera mengganti Menaker M. Hanif Dhakiri dan Dirjen Binapenta Maruli Apul Hasoloan, karena kebijakannya dinilai tidak mampu menyelesaikan dengan tuntas masalah penempatan TKI ke Timur Tengah, khususnya Arab Saudi.
“Menaker dalam kepemimpinannya telah membuat kebijakan yang menciptakan monopoli dan diskriminasi dalam penempatan dan perlindungan TKI ke Timur Tengah, khususnya Saudi Arabia,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Himsataki, Amin Balbaid, kepada awak media di Jakarta, Rabu (24/4).
Menurut Sekjen, dalam 4,5 tahun terakhir selama menjabat Menaker Hanif Dhakiri dan Dirjen Binapenta Maruli sebagai penanggung jawab teknis penempatan TKI ke luar negeri tidak mampu memecahkan permasalahan TKI di Timur Tengah, khususnya Saudi Arabia.
Sejak 2011, pemerintah telah melakukan moratorium (menghentikan sementara) penempatan TKI ke Saudi Arabia. Bahkan, pada tahun 2015 Menteri Hanif Dhakiri telah mengeluarkan SK penutupan penempatan TKI ke 22 negara di Timur Tengah.
Pada Desember 2018, Menaker mengeluarkan Surat Keputusan No. 291/2018. Kebijakan tersebut tentunya sangat menggembirakan PPTKIS (Pelaksana Penempatan TKI Swasta – kini P3MI) yang telah menunggu selama 8 tahun untuk bangkit kembali.
Namun sayangnya, SK Menteri tersebut dirasakan atau diduga telah menciptakan diskriminasi dan sistem monopoli dalam penempatan TKI ke Arab Saudi. Amin menilai, penempatan TKI model seperti ini dinilai iIlegal, bahkan bisa terkena UU Human Trafficking atau Perdagangan Orang.
Pengawasan KPK
Menurut dia, selama 4,5 tahun Hanif Dhakiri tidak pernah menggubris keluhan atau masalah yang dihadapi PPTKIS. Bahkan orang nomor satu di Kemnaker itu terkesan tenang saja, seolah tidak ada masalah.
Amin menilai, Kepmenaker No. 291/ 2018 terlihat jelas justru mengarah ke diskriminasi dan monopoli. Dia menduga kebijakan ini akan ada aliran dana yang masuk ke rekening oknum pejabat.
Sehubungan dengan itu, Himsataki berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut mengawasi penempatan TKI ke Arab Saudi tersebut karena diduga untuk bisa menempatkan TKI ke Saudi Arabia akan disertai dengan aliran dana.
Sebelumnya, Himsataki telah mengirim surat ke pejabat Kemnaker menyusul terbitnya SK tersebut. Namun surat itu tidak mendapat tanggapan. Bahkan ketika mencoba datang ke Kemnaker, pengurus Himsataki tidak berhasil menemui pejabat tersebut.
“Kedatangan kami sia-sia, tidak diterima pejabat yang seharusnya melayani masyarakat,” ungkap Amin.
Kekesalannya itu berujung Himsataki meminta kepada Presiden Jokowi untuk segera mencopot kedua pejabat tersebut.(Purwanto).