JAKARTA–MARITIM: Sebagai negara kepulauan, yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, transportasi laut menjadi urat nadi perkembangan perekonomian nasional. Untuk mempersatukan kepulauan, Pemerintah mencanangkan Tol Laut, yang dicanangkan sejak 2015.
Harry Budianto yang mewakili PT Pelni dalam pada acara Bedah Buku “Tol Laut Jokowi, Denyut Ekonomi NKRI” Senin (21/5) diselenggarakan Forum Wartawan Kementerian Perhubungan (Forwarhub), mengatakan, Tol Laut dimulai sejak akhir 2015. Ini merupakan terjemahan dari program pemerintah Jokowi, yang diimplementasikan bagaimana mendistribusikan kebutuhan masyarakat , dari Jawa ke luar Jawa.
Sebagai perusahaan BUMN, PT Pelni menurut Harry, menjadi tanggung jawab pertama merealisasikan program Tol Laut. “Tugas ini secara berangsur disempurnakan penyelenggaraannya, sesuai fasilitas armada,”ujarnya .
Ia menambahkan, ditahun 2019 ini titik-titik singgah kapal Tol Laut, terus bertambah dari 18 trayek awalnya kini sudah mencapai sekitar 100 trayek.
Tol Laut , secara bertahap akan menghilangkan disparitas harga antara Wilayah Timur dan Barat. Minimal, harga kebutuhan masyarakat, yang sebelumnya tinggi, kini berangsur turun atau bisa ditekan.
Intinya kata Harry, Tol Laut merupakan ide memadukan
kinerja antara lembaga, untuk meningkatkan hajat hidup masyarakat di daerah terpencil, dan mengurangi disparitas agar pertumbuhan ekonomi merata dari Barat hingga Timur Indonesia.
Pelayaran Langsung Terjadwal :
Dalam kesempatan tersebut penulis buku “Tol Laut Jokowi, Denyut Ekonomi NKRI” Akhmad Sujadi, memaparkan , sebelum ada Tol Laut, masyarakat yang tinggal di daerah tertinggal, terpencil, terdepan dan perbatasan (T3P) mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok dan barang penting. Bahkan di daerah Natuna, Tarempa, Kepulauan Riau dan Nunukan, Kalimantan Utara sebagian kebutuhan pokok dipenuhi dari negara tetangga, Malaysia. Demikian pula bagi warga di Moa dan Kisar, Maluku Tenggara Barat, sebagian kebutuhan dipasok dari Timor Leste.
Diakui, Tol Laut, memang kurang tenar dibandingkan jalan Tol Trans Jawa dan jalan Tol Trans Sumatera serta jalan Tol Kalimantan yang dibangun pemerintah. Padahal, menurut Sujadi, panggilan pria yang sudah menulis sembilan buku ini, Tol Laut menfaatnya sangat terasa bagi warga negara RI yang tinggal di daerah T3P.
Tol Laut yang merupakan pelayaran langsung, terjadwal dan rutin ini telah berhasil menurunkan disparitas harga sehingga kebutuhan pokok lebih terjangkau dan memberikan efek ekonomi.
“Warga di Tarakan, Kalimantan Utara kini mulai merintis berjualan ayam geprek yang di Jawa menjamur. Harga ayam beku yang lebih murah dari sebelumnya, membuat remaja di Tarakan merintis, membuka usaha ayam kripsi dan ayam geprek”, terang Sujadi.
Tidak hanya terjadi penurunan harga di daerah T3P, Pak Hadi, pelaku Tol Laut dari Anambas menuturkan, sebelum ada Tol Laut ikan gurita atau octopus tidak laku. Sekalipun ada yang beli hanya dihargai Rp10 hingga Rp15 ribu per kg. Setelah ada Tol Laut, ikan dapat dipasarkan di Jakarta dan harganya naik menjadi Rp40 hingga Rp55 ribu per kg. “Pak Hadi beli dari nelayan yang makin bergairah melaut sejak dijalankan Tol Laut dari Tanjung Priok, Jakarta ke Natuna”, terang Sujadi.
Tidak hanya terjadi penurunan harga di daerah T3P, kata Hadi, sebelum ada Tol Laut ikan gurita atau octopus tidak laku. Sekalipun ada yang beli hanya dihargai Rp10 hingga Rp15 ribu per kg. Setelah ada Tol Laut, ikan dapat dipasarkan di Jakarta dan harganya naik menjadi Rp40 hingga Rp55 ribu per kg. “Pak Hadi beli dari nelayan yang makin bergairah melaut sejak dijalankan Tol Laut dari Tanjung Priok, Jakarta ke Natuna”, terang Sujadi.
Dalam Bedah Buku oleh Forwarhub ini juga terungkap bahwa Tol Laut terus berkembang, dari 2 rute sejak diluncurkan pada 4 November 2015 menjadi 18 rute pada 2018. “Tol Laut juga tidak hanya mengoperaikan kapal kargo untuk angkutan bahan pokok dan barang penting saja, namun Tol Laut juga mengoperasikan 6 kapal ternak”.(Rabiatun)