DERMAGA UJUNG –MARITIM : Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Strategis PT PAL Indonesia, pada saat ini masih lebih fokus dalam memproduksi Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista), utamanya kapal perang pesanan dari Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan TNI Angkatan Laut (TNI AL) dibanding dengan pembuatan baru kapal niaga dan lainnya.
Terkait hal itu, Irianto Sunardi Direktur Keuangan PT PAL Indonesia pada saat menerima kunjungan para juruwarta peliput Kemenhan di Kantor PT PAL Indonesia, Dermaga Ujung Surabaya, mengungkapkan: “Kami tetap fokus pada pembuatan alutsista terutama matra laut, dalam hal ini berupa kapal-kapal perang. Hal tersebut juga seperti yang diamanatkan Undang Undang dan Keputusan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). Karenanya
porsi pembuatan kapal perang lebih banyak, yakni 60% dibanding pembuatan kapal niaga dan kapal.jenis lainnya.
BUMN yang bergerak di bidang industri galangan kapal ini, menurut Irianto masih lebih mengandalkan pesanan dari Kemenhan dan TNI AL sebagai sumber pendapatan utama. Kebijakan itu mengantarkan posisi margin pendapatan usaha, berupa 60% berasal dari sektor pertahanan dan sisanya berasal dari sektor niaga. Dijelaskan pula, memenuhi pesanan dari Kemhan dan TNI tidak memiliki resiko yang tinggi dibandingkan dengan bisnis kapal niaga.
Diungkapkan pula, berdasar beberapa pengalaman sebelumnya, dari sebagian dengan pihak swasta PT PAL Indonesia justru sempat mengalami kerugian, yang disebabkan olrh karena kontrak tiba-tiba dibatalkan, sementara PT PAL Indonesia terlanjur mengambil kredit dari sektor jasa keuangan. Kata Irianto pula: “Jadi, jangan salah paham kalau permintaan dari TNI dan Kemhan bukan sekedar bisnis, tetapi lebih merupakan tugas dari negara. Oleh karena itu dinilai dari sisi bisnis, kendati marginnya kecil tetapi sangat mendukung, karena terdapat kepastian bayar”.
Ia menambahkan penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp1,5 triliun juga menjadi alasan utama mengapa PT PAL Indonesia menerima proyek kapal dari Kemhan dan TNI-AL, karena perusahaan ini memiliki kewajiban mengembalikan PMN. Setidaknya PT PAL diharuskan kembalikan minimal sebesar Rp50 miliar per tahun atau setara dengan harga satu unit kapal sehingga untuk dapat mengembalikan PMN diharapkan adanya pesanan berkelanjutan.
Memungkasi penjelasannya, Direktur Keuangan PT PAL Indonesia katakan: “Mengapa kami sangat menunggu order dari TNI maupun Kemhan, karena biaya operasional yang harus kami tutup, daripada hanya menunggu pihak swasta yang belum pasti. Terlebih, orderan dari pihak swasta mengandung risiko yang sangat tinggi”. (Erick Arhadita)