AMBON – MARITIM : Menjawab dan memenuhi harapan masyarakat Maluku, Pemerintah terus optimalkan pelayanan tol laut yang sangat dibutuhkan kehadirannya.
Dalam siaran pers yang diterima Tabloid maritim.com, Minggu (21/7) Staf Khusus Menteri Perhubungan Bidang Antar Lembaga, Buyung Lalana,mengatakan,
keberadaan program tol laut terus mendapatkan dukungan dan dibutuhkan oleh masyarakat di wilayah Tertinggal, Terpencil, Terluar dan Perbatasan (3TP) . Masyarakat di wilayah ini, telah merasakan langsung manfaat dari keberadaan tol laut dalam penurunan disparitas harga dan konektivitas antar wilayah di Indonesia, ditengah keterbatasan subsidi tol laut untuk tahun 2019.
Buyung Lalana pada acara Diskusi Terbatas Penyelenggaraan Angkutan Tol Laut di Hotel Santika Ambon, Maluku Sabtu malam (20/7) mengatakan,
konektivitas di wilayah Indonesia Timur khususnya di kepulauan Maluku sangat dibutuhkan. Untuk itu, negara sudah hadir melalui program tol laut.
Namun lanjutnya, program ini bukan semata mata, milik satu Kementerian atau Lembaga saja. Tapi milik bersama antara kementerian, lembaga dan juga Pemerintah Daerah serta masyarakat yang harus bersinergi agar program tol laut dapat berjalan optimal.
Menurut Buyung, Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan cq. Ditjen Perhubungan Laut terus memberikan perhatian terhadap konektivitas wilayah di Indonesia bagian Timur, salah satunya dengan mengalokasikan 30 kapal perintis dan 5 kapal tol laut dari total 158 kapal yang dimiliki Kementerian Perhubungan untuk melayani masyarakat di wilayah Propinsi Maluku dan Maluku Utara.
Begitu pentingnya konektivitas di wilayah Maluku dan Maluku Utara, Pemerintah mengalokasikan 22 kapal perintis untuk propinsi Maluku dan 8 kapal perintis untuk propinsi Maluku Utara serta 3 kapal tol laut untuk Maluku dan 2 kapal tol laut termasuk kapal Feeder untuk Maluku Utara.
“Dengan demikian, terlihat jelas bentuk perhatian dan kepedulian Pemerintah terhadap akses konektivitas di wilayah Indonesia Timur khususnya Maluku dan Maluku Utara,” kata Buyung.
Pada tahun 2019, lanjut Buyung Pemerintah menyediakan 158 kapal yang terdiri dari 113 unit kapal perintis, 4 unit kapal tol laut utama untuk logistik, 15 unit kapal kontainer feeder, 6 unit kapal ternak dan 20 unit untuk kapal Rede.
“Dari jumlah 113 kapal perintis itu, 46 trayek diberikan penugasan kepada PT. Pelni, dan 67 trayek untuk swasta. Dari seluruh armada tol laut yang dijalankan, sebanyak 80 persen beroperasi di wilayah Indonesia Timur.
Sementara itu, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Capt. Wisnu Handoko mengatakan bahwa Pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pelayanan Tol Laut diantaranya dengan adanya perubahan yang cukup mendasar dari yang semula pelayanan Tol Laut itu bersifat Direct diubah menjadi pola Hub and Spoke di tahun 2019.
Perubahan tersebut ditujukan untuk tetap dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik dengan jumlah daerah yang dilayani lebih luas ditengah keterbatasan subsidi tol laut untuk tahun 2019.
“Selain meningkatkan pelayanan, Pemerintah juga melakukan langkah-langkah efisiensi biaya subsidi dengan menyelenggarakan trayek tol laut menggunakan pola hub dan spoke mengingat kapal feeder 1.500 DWT Kendhaga Nusantara sebagian besar telah selesai dibangun sehingga pertimbangan Pemerintah tidak hanya biaya logistik saja tetapi juga perluasan daerah yang dilayani seiring dengan perkembangan tol laut,”ujar Capt. Wisnu.
Sebelum diselenggarakannya program kewajiban pelayanan publik tol laut, banyak masyarakat yang tinggal di wilayah Tertinggal, Terpencil, Terluar dan Perbatasan (3TP) yang tidak dapat membeli barang kebutuhan pokok dengan harga terjangkau karena minimnya frekuensi kapal barang yang singgah di pelabuhan daerah 3TP.
Lebih lanjut, Capt. Wisnu menjelaskan bahwa perubahan sistem tersebut menjadikan wilayah pelayanan Tol Laut di 3TP yang pada tahun 2016 hanya singgah di 31 pelabuhan, untuk tahun 2019 menjadi 76 pelabuhan dan volume muatan Tol Laut juga mengalami peningkatan dimana volume muatan pada tahun 2016 sebesar 81.404 ton dan pada tahun 2018 meningkat menjadi 239.875 ton.
Untuk itu, lanjut Capt. Wisnu Pemerintah secara proaktif dan responsif akan memprioritaskan pemanfaatan subsidi Tol Laut dimana masyarakat pada daerah 3TP masih sangat membutuhkan Tol Laut dan mengevaluasi Tol Laut termasuk mengkaji kembali efektivitas pola subsidi freight pada biaya pelayaran serta mempertimbangkan pola subsidi lain yang lebih efektif dan efisien.
Hal lainnya, meningkatnya respon dan keragaman muatan balik dimana sebelumnya respon muatan balik Tol Laut sangat minim. Saat ini muatan balik tersebut sudah meningkat dari segi jumlah dan keragamannya. Tol Laut dapat mengangkut muatan balik garam dari Pulau Sabu dan muatan balik Ikan dari daerah Natuna, Tahuna dan Morotai namun harus diakui bahwa perubahan sistem ini juga membawa dampak pada perubahan lintas, jarak dan waktu pelayanan.
“Untuk itu, perlu kiranya mengoptimalkan ruang muat peti kemas yang ada, serta memaksimalkan peranan pemerintah daerah, BUMD/BUMdes untuk mengkonsolidasikan barang dari dan ke daerah 3TP agar diangkut menggunakan tol laut,” jelas Capt. Wisnu.
Capt. Wisnu mengatakan, Kementerian Perhubungan juga tengah menyiapkan sistem Informasi Muatan dan Ruang Kapal (IMRK) dan sistem pemantauan distribusi bahan pokok penting dan pengawasan harga jual barang yang diangkut tol laut secara digital. Bersama Kementerian Perdagangan mengevaluasi dan mengkaji peraturan jenis barang yang diperbolehkan menggunakan kapal tol laut.
Dalam hal peningkatan muatan balik kapal tol laut, Capt. Wisnu menjelaskan bahwa Pemerintah terus melakukan koordinasi dan sinergi antar kementerian dan Lembaga, dengan pemerintah daerah untuk meningkatkan pemanfaatan tol laut untuk mengangkut industri daerah dan mengangkut barang yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Pemerintah, lanjut Capt. Wisnu akan langsung turun ke daerah untuk melihat dan mendengar langsung aspirasi serta kebutuhan masyarakat di wilayah 3TP.
Sebagai contoh, para pengusaha di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), khususnya pulau Moa dan pulau Kisar ingin agar kapal tol laut tetap masuk pelabuhan Moa maupun pelabuhan Wonreli. Begitu pula dengan pemerintah daerah setempat berharap kapal tol laut masih menyinggahi di kedua daerah tersebut.
“Kemarin, Tim dari Kantor Pusat telah diturunkan ke Moa dan Kisar setelah adanya informasi yang menyebutkan ada keterlambatan pengiriman barang (kontainer) ke kedua wilayah itu. Setelah bertemu dengan para pengusaha diperoleh kesimpulan kalau sebenarnya program tol laut tetap dibutuhkan, hanya saja yang mereka minta agar tidak ada keterlambatan kapal lagi,” tutur Capt. Wisnu.
Terkait Kapal Perintis Sabuk Nusantara 87 yang rusak kemudi dan hampir 3 bulan belum beroperasi sehingga menyebabkan layanan pada trayek 50 dengan pangkalan Ambon terhambat, Ditjen Perhubungan Laut mempercepat pelaksanaan docking di Ambon oleh PT. Pelni selaku operator meskipun kapal sebenarnya masih dalam masa garansi oleh pembuatnya di Galangan Kapal Palembang.
Menurut Capt Wisnu, galangan di Palembang bisa berkoordinasi dengan galangan di Ambon untuk melakukan pekerjaan perbaikan kemudi di Ambon sehingga bisa efisien waktu dan biaya mobilisasi kapal.
Sementara menunggu untuk diperbaiki, layanan bisa dilakukan dengan mendeviasi kapal perintis lain di sekitarnya untuk melayani pulau-pulau yang disinggahi kapal Sabuk Nusantara 87 sambil menunggu kesiapan PT. Pelni untuk menyiapkan kapal pengganti.
“Saat ini ada 22 trayek di Provinsi Maluku yg terdiri dari 8 trayek Pangkalan Ambon, 6 trayek Pangkalan Tual dan 8 trayek Pangkalan Saumlaki. Jumlah kapal baru dari seri Sabuk Nusantara terbaru ada 8 yang sudah dikirim dan masih ada beberapa kapal yang akan menyusul dikirim dalam tahap penyelesaian dan persiapan mobilisasi,” ujar Capt. Wisnu.
Sebagai informasi, Diskusi Terbatas mengenai Penyelenggaraan Tol Laut di Indonesia Timur dihadiri oleh Staf Khusus Menteri Perhubungan bidang antar Lembaga, Buyung Lalana, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Capt. Wisnu handoko, Ketua Komisi C DPRD provinsi Maluku, Anos Yeremias, perwakilan PT. Pelindo IV, PT. Pelni dan beberapa awak media di wilayah Ambon dan sekitarnya.(Rabiatun)