BATAM – MARITIM : Keputusan penggunaan bahan bakar kapal (marine fuel oil/MFO) dengan sulfur rendah, seperti yang ditetapkan Organisasi Maritim Dunia (International Maritime Organization/ IMO), menurut Eddy Kurniawan Logam Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai Indonesia (Iperindo), tak akan berdampak besar pada industri galangan kapal di Indonesia. Menurut prediksinya, penerapan MFO dengan kadar sulfur di bawah 5% hanya akan meningkatkan utilitas reparasi tak lebih dari 5%. Tetapi akan mengakibatkan kapal-kapal berbobot besar harus memasang komponen baru berupa scrubber.
“Apakah ada pekerjaan buat galangan? Tentu saja ada, tetapi tak akan terlalu signifikan. Sebab peralatan Scrubber ini lebih mahal harga alatnya apabila dibanding dengan ongkos pasangnya. Jadi, yang akan lebih diuntungkan adalah manufaktur dari alat tersebut” ungkap Eddy Kurniawan Logam, pekan lalu.
Lebih jauh dikatakan bahwa saat ini belum terdapat pelaku industri lokal yang memproduksi scrubber. Karenanya, pemilik kapal harus mengimpor alat tersebut dari pasar global. Terkait hal itu, fihaknya belum melihat adanya peningkatan kapasitas produksi MFO sulfur rendah oleh PT Pertamina (Persero).
Industri galangan kapal dalam negeri saat ini memiliki kapasitas produksi sebesar 1,2 juta dead wieght ton (DWT), sedangkan untuk reparasi kapal, sebesar 10 juta DWT per tahun. Eddy mengatakan utilitas produksi pembangunan kapal baru saat ini berada di level 20%-30%. Indutri galangan lokal hanya memproduksi 240.000—360.000 DWT per tahun. Pada hal, menurutnya industri galangan kapal lokal idealnya harus mencapai angka produksi di kitaran 840.000—960.000 DWT per tahun.
Peningkatan utilitas pabrikan lokal tersebut, katanya, hanya dapat dibantu oleh adanya program pembangunan kapal baru oleh pemerintah. Walaupun jumlah pelaku industri kapal swasta lebih banyak, tetapi kekuatan industri perkapalan nasional masih dimiliki oleh fihak pemerintah. (Mrt/2701)