JAKARTA – MARITIM : Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSYFI) meminta Presiden Jokowi segera membenahi berbagai aturan yang menghambat minat investasi dan ekspor di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional. Karena di Indonesia banyak punya peraturan yang tumpang tindih. Sehingga industri ini selalu kalah dalam daya saing.
“Berbagai peraturan yang tumpang tindih itu menghambat minat investasi dan komitmen ekspor industri TPT nasional. Sehingga perlu dibenahi segera oleh Presiden Jokowi,” kata Ketua Umum API, Ade Sudrajat, pada acara pertemuan dengan Presiden Jokowi dengan API dan APSYFI, di Istana Negara, Jakarta, Senin (16/9).
Menurutnya, saat ini saja peraturan presiden bisa dikalahkan dengan keputusan kepala desa, sehingga tantangannya ke depan cukup banyak juga yang perlu dibenahi.
Hal lain, nilainya, Presiden Joko Widodo perlu membenahi ekosistem industri tekstil dan pakaian jadi di tengah gempuran impor dan perang dagang. Ini penting dilakukan untuk mendorong giat ekspor sekaligus mengajak investor masuk ke Tanah Air.
Selain itu, dalam pertemuan dengan Presiden, dia menekankan perlunya perbaikin kinerja TPT berupa harmonisasi hulu-hilir. Yakni penyesuaian terhadap tarif bea masuk untuk menjamin konektivitas industri TPT hulu-hilir : BMAD untuk SDY 15% masih di BKF. Anti dumping untuk poliester stapel fiber (PSF) 3 tahun agar harmonis. Karena impor kain saja bisa masuk 0%.
Sementara untuk pengamanan pasar domestik perlu instrumen safeguard. Instrumen itu bertujuan mengharmonisasikan tarif barang-barang impor, khususnya terkait Asean-China Free Trade. Sebenarnya, safeguard atas produk TPT hulu sampai hilir telah disepakati lintas kementerian, namun oleh Menteri Keuangan masih dipending.
“Asean-China Free Trade Agreement karena ada nol persen. Di mana khususnya untuk kain jadi dan garmen 0%. Sedangkan hulunya ada bea masuk 50%, bahkan ditambah dengan anti dumping 9%, bisa ada yang menjadi 15% serta menjadi 20%. Tentu itu yang membuat industri kita jadi lemah,” hitungnya.
Peluang industri TPT nasional saat ini kapasitas produksi serat dan benang masing-masing sebesar 3,31 juta ton/tahun dan 3,97 juta ton/tahun. Yang oleh produsen dalam negeri sebagian produksinya diekspor. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri masih impor serat 1,21 juta ton dan benang 275,8 ribu ton.
Ade memandang, industri hulu tekstil memiliki peluang yang sangat luas untuk meningkatkan investasi, agar utilisasi kapasitas produksinya meningkat dari 45% saat ini menjadi 70% pada 2020-2024.
New Direction of TPT Indonesia dengan motto “everything Indonesia”, (menggunakan serat rayon sebagai ikon Indonesia untuk dunia), adalah sebuah langkah substitusi bahan baku dari kapas ke serat rayon. (Muhammad Raya)