Laut Indonesia Terpapar ‘Bom Waktu’ Sampah Plastik

Pekerja membersihkan sampah yang terbawa arus di kawasan pesisir
Pekerja membersihkan sampah yang terbawa arus di kawasan pesisir

LABUANBAJO NTT –  MARITIM : Pelayaran dari Pelabuhan Labuanbajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur menuju ke Pulau Padar, menyuguhkan romantika dan suspence khas. Di samping “mimpi” akan segera jumpa dengan kadal raksasa Varanus Komodoensis, serta rasa kagum terhadap pesona wisata, juga terdapat kecemasan dalam hati, ketika beberapa kali juru mudi speed boat mendadak mengurangi laju kendaraan airnya, karena berpapasan dengan onggokan sampah yang terbawa arus laut dan angin. Tidak hanya potongan kayu dan serpihan ranting, tetapi juga botol minuman dan kemasan plastik lain yang tak diketahui asalnya, tampak di antara tumpukan sampah.

Setiba di lokasi yang dituju, keadaan yang hampir sama juga ditemukan di daratan. Di gang-gang sekitar kawasan kuliner Kampung Ujung tak jauh dari pelabuhan, juga tampak adanya sampah plastik yang terserak di jalanan, dalam wujud arang sisa pembakaran maupun juga karena jumlah tong sampah yang jauh dari cukup. Menurut catatan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, NTT, produksi sampah di kabupaten yang terbentuk pada 2003 itu, tiap harinya mencapai pada kisaran 14 ton. Padahal, volume sampah tahun lalu masih 12,8 ton per hari. Sampah itu berasal dari rumah tangga dan wisatawan.

Read More

Masalah sampah di ujung barat Pulau Flores itu, dinilai tak lepas dari dampak pertumbuhan pariwisata yang sedemikian pesat sejak program Sail Komodo dibuka mulai 2013. Setahun kemudian, jumlah wisatawan meningkat tajam. Ditambah pula dengan penetapan Labuan Bajo sebagai salah satu dari destinasi “sepuluh Bali baru”, sebagai objek wisata potensial untuk menjadi seperti Bali, pada tahun 2016 kian memicu jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) maupun wisatawan domestik menjadi kian deras. Apabila di tahun 2013, jumlah wisatawan baru mencapai 44.579 orang, maka 5 tahun kemudian jumlah itu sudah berada pada jumlah 163.807 orang.

Akibat yang langsung menimbulkan keresahan seluruh pemangku kepentingan pariwisata, bukan hanya makin terasa kurangnya jumlah akomodasi, tetapi juga sampah di Labuanbajo sempat mengusik hati Hadi Sucahyono Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Selama ini BPJW merupakan institusi yanf diberi tugas merancang infrastruktur pendukung di 12 kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN). Salah satunya ialah di Labuanbajo, dengan anggaran infrastruktur pendukung pariwisata dari APBN sekitar Rp1 triliun pada 2020. Ungkapnya kepada awak media, termasuk dari maritim.com yang berkunjung ke destinasi unggulan ini pada akhir bulan siilam: “Kalau problem sampah di Labuanbajo ini tidak segera ditangani dengan cepat dan cara lebih baik, maka percuma saja pemerintah membangun infrastruktur pendukung pariwisata di sini”.

Sumber Sampah

Denfgan maksud melakukan kajian komprehensip, mulai 2020 mendatang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berencana menelusuri sumber sampah plastik yang berada di lautan Indonesia. Dina Migfar Ridha, Direktur Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Pesisir dan Laut KLHK menjelaskan, penelusuran perlu dilakukan karena sampah di laut, dapat bersumber dari mana saja.

Ujar Dina, di sela diskusi permasalahan sampah plastik laut pada SDGs Annual Conference 2019 di Jakarta Pusat: “Kami mmbuat pemodelan berdasar berbagai informasi. Sekarang sampah yang ada di satu lokasi digambarkan bersumber dari mana saja. Saat sumber sudah diketahui, orang dapat tahu siapa saja penyebabnya. Nanti pemda akan bertanggung jawab. Upaya itu dilakukan untuk mengetahui secara pasti pihak-oihak yang berkontribusi terhadap pencemaran laut dengan sampah plastik”.

Menurutnya, sampah-sampah plastik yang ada di laut Indonesia kemungkinan selain berasal dari dalam negeri, dapat juga disebabkan sampah dari negara lain. Dicontohkan, sampah yang ada di perairan Gorontalo yang jika dilihat dari kemasan maupun nama produknya bukan berasal dari Indonesia. Berdasar penelusuran tersebut, sumber dari sampah-sampah plastik yang masuk ke perairan Indonesia akan dapat diketahui. Untuk itu, penelusuran sumber sampah yang masuk ke laut Indonesia akan dimulai tahun depan menggunakan pemodelan yang dibuat bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB).

Ujar Dina lebih jauh: “Penting untuk mencari asal-usul sampah itu, agar tak ada perselisihan. Karena kalau pemodelan sudah menunjukkan seperti itu, mereka tak mungkin mengelak”.

Masalah sampah plastik di laut menjadi salah satu fokus bahadan dalam SDGs Annual Conference 2019, yang mengangkat tema dari Tujuan Bersama Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) nomor 14 tentang ekosistem laut. Data KLHK menunjukkan jumlah timbulan sampah di Indonesia secara nasional 175.000 ton per hari atau setara 64 juta ton per tahun yang meliputi 50% sampah organik (sisa-sisa makanan/tumbuhan), 15% plastik, 10% kertas, dan sisanya terdiri atas logam, karet, kain, kaca, dan lain-lain.

Dari total timbulan sampah plastik, yang didaur ulang diperkirakan baru 10-15%. Sebanyak 60-70% ditimbun di tempat pembuangan akhir dan 15-30% belum terkelola dan terbuang ke lingkungan, terutama ke lingkungan perairan seperti sungai, danau, pantai, dan laut.

Yeti Darmayati Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan bahwa LIPI memonitor sampah laut melalui 18 stasiun yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Menurut hasil pemantauan stasiun LIPI, terdapat sekitar 50% sampah laut adalah plastik yang banyaknya antara 300 ribu sampai 600 ribu ton per tahun.

Petugas mengumpulkan tumpahan minyak yang tercecer di laut

Kurang Penuhi Aturan

Terkait dengan fakta terjadinya pencemaran laut, Kemenhub nyatakan belum ada 1/5 dari total ribuan operator pelayaran yang wajib memenuhi aturan penanggulangan tumpahan minyak dan limbah kapal di Indonesia. Kasubdit Penanggulangan Musibah dan Pekerjaan Bawah Air, Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Ditjen Hubla Kemenhub Een Nuraini Saidah katakan jumlah itu masih sedikit meskipun pemerintah telah mewajibkan para operator melakukan assesment penanggulangan pencemaran di laut. Ujarnya: “Belum ada 1/5 dari total operator yang mengajukan, tetapi kini mereka satu-persatu mengajukan. Beberapa Tersus Pertamina sudah complied, tetapi memang banyak juga yang belum”.

Saat ini, pemerintah berupaya mencari solusi penanggulangan tumpahan minyak maupun limbah kapal, meskipun pihaknya juga mengakui solusi yang ditawarkan ini belum dapat menyelesaikan permasalahan. Kemenhub bersama dengan kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah terkait terus bekerja sama menemukan solusi maraknya tumpahan minyak dan pencemaran di laut yang sudah terjadi bertahun-tahun. Berdasar Peraturan Menhub No.58/2013 tentang Penanggulangan Pencemaran di Perairan dan Pelabuhan, para awak kapal diwajibkan melakukan risk assesment penanggulangan pencemaran.

Selain itu, awak kapal dan operatornya harus memahami prosedur tetap serta mempunyai peralatan pencegahan tumpahan minyak sesuai prosedur yang ditetapkan, serta melakukan latihan evaluasi rutin. Een menyebut bahwa masih sedikit operator yang memenuhi aturan tersebut. Sejauh ini, pemerintah belum tahu secara langsung operator yang melakukan penumpahan minyak yang selama ini terjadi, hingga sering disebut unknown resources.

Selain itu, pihaknya juga belum pernah menangkap basah operator kapal yang bertindak demikian namun pemerintah terus lakukan pengintaian melalui satelit dengan menemukan indikasi tumpahan minyak di laut. Sampai kini, KPLP juga membina para operator untuk memenuhi peraturan hingga kejadian-kejadian tersebut dapat lebih diminimalisasi, hingga ke depannya lautan Indonesia tak terus menerus menimbun “bom waktu” akibat sampah, utamanya yabngf saat ini kian menyita pwerhatian adalah kian “ganas”nya gangguan yang timbul dari kemasan berbahan plastik untuk berbagai macam kebutuhan.

Adapun, lima pangkalan armada KPLP yang melakukan monitor, patroli dan penindakan hukum untuk menangani tindakan atau kejadian tersebut terjadi, yakni di Pelabuhan Tanjung Priok , Tanjung Uban, Tanjung Perak, Bitung, dan Tual, Maluku. Pungkas Een: “Hubla hanya menilai pemenuhan tersebut dan melakukan supervisi melalui kantor UPT di daerah, atau langsung lewat kantor pusat. Peraturan ini kami adopsi berdasar aturan internasional. Kecelakaan penumpahan minyak dan pembuangan limbah kapal ke laut sering terjadi pada tiap tahun. Tahun ini, tumpahan minyak terjadi di wilayah Karawang, kepulauan Seribu, serta Balikpapan”.

“Tong Sampah”

Usus kura-kura dipenuhi sampah plastik.

 Ini kisah lain, terkait kekurangpedulian manusia terhadap lingkungan. Terjadi di Gumbo Limbo Nature Centre, beberapa waktu lalu mengunggah foto seekor kura-kura yang tersapu ke bibir pantai pada Selasa (8/9/2019), dan membutuhkan bantuan. Satwa laut itu membuat hati banyak orang tersentuh karena telah memakan 104 potong plastik.

“Bukan seekor kura – kura muda yang gembira. Satwa lucu ini berusaha berenang menuju ke bibir pantai. Namun dia tak berhasil karena di bagian ususnya penuh dengan sampah plastik. Kura – kura yang seukuran telapak tangan ini telah memakan 104 potong plastik, dan jadikan perutnya seakan tong sampah” tulis Gumbo Limbo Nature Centre, seperti dikutip dari mirror.co.uk, Senin (7/10/2019).

Temuan kura – kura itu disebut Gumbo Limbo Nature Centre sebagai peringatan agar semua pihak harus ambil bagian menjaga laut bebas dari sampah plastik. Unggahan Gumbo Limbo Nature Centre itu langsung dihujani komentar, yang mengutarakan kesedihan, namun juga berterima kasih kepada Gumbo Limbo Nature Centre atas usaha mereka. Tulis salahsatunya:

“Ini sungguh membuat saya patah hati. Mulai sekarang berusahalah mengurangi sampah plastik yang kita gunakan selama bertahun-tahun” .

Gumbo Limbo Nature Centre mengatakan banyak kura-kura muda sekarat akibat dampak sampah plastik.  (Erick Arhadita)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *