JAKARTA — MARITIM :
Indonesia diproyeksikan masuk dalam kelompok lima besar negara dengan pendapatan tertinggi di dunia, pada tahun 2045. Ini akan dicapai melalui transformasi ekonomi yang didukung oleh hilirisasi industri dengan memanfaatkan sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, penyederhanaan regulasi, dan reformasi birokrasi. Tentu saja,pembangunan di periode (2020-2024) menjadi krusial, karena berperan sebagai titik tolak menuju visi 2045 tersebut.
Demikian Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, ketika membuka Rapat Kerja (Raker) BPPT 2020, di Auditorium BJ Habibie, Gedung BPPT Senin (24/2).
Dikatakan,pencapaian visi “Indonesia Maju” pada 2045 dan kebebasan dari middle income trap pada 2036 dapat terwujud.Jika dilakukan dengan strategi terpadu, antara pemerintah dan segenap stakeholders-nya. Strategi tersebut termasuk dalam bidang teknologi.
Sebagai target jangka pendek menurut Airlangga, setidaknya terdapat empat langkah yang perlu dilakukan untuk memperkuat sisi permintaan. Masing-masing menjaga daya beli masyarakat, mendorong investasi terutama di sektor manufaktur yang memiliki nilai tambah tinggi, transfer teknologi terkini, dan/atau investor besar, dengan dukungan penyederhanaan prosedur investasi, fiskal sebagai stimulus ekonomi yang berfungsi sebagai counter-cyclical policy; dan peningkatan net ekspor yang dilakukan bersamaan dengan pengelolaan impor, substitusi impor dan safeguards, serta pengembangan pariwisata.
Sedangkan, untuk jangka menengah lanjutnya, dilakukan transformasi sisi produksi melalui peningkatan produktivitas, serta mendorong inovasi dan transfer teknologi.“Kami berharap Badan Pengembangan dan Pengkajian Teknologi (BPPT) dapat banyak berkontribusi dalam pelaksanaan transformasi sisi produksi ini. Sisi produksi termasuk dalam fokus pengembangan industri nasional,” ungkap Menko Airlangga.
Dalam Raker yang bertema “Penguatan Daya Saing Melalui Inovasi, Transformasi Digital, dan Kualitas SDM”, Menko Airlangga melanjutkan, pengembangan industri secara garis besar difokuskan kepada lima kelompok, yaitu industri berorientasi ekspor, hilirisasi industri, industri substitusi impor, industri berbasis kimia, dan industri lainnya.
Pengembangan industri berorientasi ekspor difokuskan kepada lima sektor prioritas Revolusi Industri 4.0, yaitu sektor makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, elektronik, otomotif, dan kimia. Kelompok ini perlu dikembangkan karena memiliki nilai ekspor tinggi, serta revealed competitive advantage lebih besar dari satu.
Pada kelompok hilirisasi industri, gasifikasi batu bara menjadi prioritas. Sumber batu bara Indonesia cukup melimpah, yaitu sekitar 125,28 miliar ton dalam bentuk sumber daya dan 32,36 miliar ton dalam bentuk cadangan, namun belum dilakukan pengolahan untuk memberikan nilai tambah. Di sisi lain, konsumsi LPG Indonesia besar, yaitu 7,11 juta ton (2017) yang mana 67% di antaranya dipenuhi melalui impor.
“Langkah kami mendorong gasifikasi batubara menjadi dimethyl ether (DME) diambil sebagai upaya substitusi LPG. Selain itu, hilirisasi produk turunan CPO dilakukan untuk memperkuat produk CPO dalam negeri dalam rangka mendorong kinerja ekspor,” tutur Menko Airlangga.
Menko pun menganjurkan , BPPT untuk membantu proses uji coba Biodiesel 40 (B40), sehingga akan bisa diimplementasikan pada Juli 2021, yang mana ini akan membantu mengurangi impor pemerintah.“Lalu, ke depannya juga bisa diciptakan minyak berbasis algae. Chevron sudah mempromosikan, lalu ini jadi tantangan BPPT untuk menerapkan. Sebagai negara penghasil algae yang cukup besar, jangan sampai kita ketinggalan oleh negara lain untuk memanfaatkan ini,” ujarnya.
Kemudian, untuk mengurangi defisit neraca perdagangan dan memberikan kepastian ketersediaan bahan baku, lanjutnya, pengembangan industri substitusi impor difokuskan kepada farmasi (obat dan bahan baku obat). Saat ini 90% bahan baku obat masih mengandalkan impor.Jadi, perlu didorong pengembangan penelitian dan pengembangan (litbang) industri farmasi guna meningkatkan kemampuan industri farmasi ke arah litbang yang memprioritaskan bahan baku dalam negeri.
Kami harapkan BPPT secara konsisten menghasilkan inovasi teknologi produksi bahan baku obat yang untuk 5 (lima) tahun ke depan diprioritaskan pada produksi antibiotik amoksisilin, parasetamol, insulin, adjuvant vaksin dan herbal, sebagaimana telah ditetapkan dalam Program Prioritas Nasional Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.(Rabiatun)