Pemerintah Diminta Batalkan Hasil RUPS Garuda

Jakarta, Maritim
Pemerintah didesak segera membatalkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Garuda Indonesia, sekaligus mengaktifkan kembali Direktorat Operasi dan Direktorat Teknis PT Garuda. Selain melanggar peraturan nasional, penghapusan kedua direktorat itu  juga melanggar ketentuan internasional, sehingga Garuda bisa terkena sanksi internasional.
“Menteri BUMN selaku kuasa pemegang saham Garuda harus segera membatalkan keputusan RUPS Garuda,” tegas Hanafi Rustandi, Ketua Perwakilan ITF  di Indonesia atau ITF Indonesian National Coordinating Committee (NCC), seusai memimpin rapat dengan sejumlah pimpinan Serikat Pekerja (SP) Sektor Transportasi yang berafiliasi ke ITF di Jakarta, pekan lalu.
Rapat diikuti pimpinan SP JICT, SP Terminal Peti Kemas Koja, SP Kereta Api, Kesatuan Pelaut Indonesia, Ikatan Awak Kabin Garuda (Ikagi) dan Sekretariat Bersama (Sekber) Serikat Karyawan Garuda Indonesia.
Hanafi menegaskan, sikap ITF ini diputuskan setelah mendengar penjelasan pimpinan Sekretariat Bersama Serikat Karyawan PT Garuda (Sekber Skarga) tentang hasil RUPS Garuda yang menghapus direktorat operasi dan direktorat teknis.  Di forum itu, Sekber Skarga menuntut pemerintah segera membatalkan keputusan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) PT Garuda pada 12 April 2017 yang telah menghapus Direktorat Operasi dan Direktorat Teknis PT Garuda Indonesia.
Mengutip keterangan tokoh pekerja maskapai penerbangan nasional itu, Hanafi mengatakan, dengan menghapus kedua direktorat tersebut maka para pemegang saham telah melanggar UU No.1/2009 tentang Penerbangan (pasal 42 huruf d). Juga melanggar ketentuan internasioal, yakni Civil Aviation Safety Regulation (CASR) 121.59 tentang Management Personel Required, dan CASR 121.61 tentang Minimum Qualifications of Management Personel, serta Operasition Manual-A dari Garuda Indonesia. Akibat pelanggaran ini, Garuda Indonesia akan terkena sanksi internasional, apalagiu kalau terjadi kecelakaan penerbangan.
“Selain itu, dihapusnya dua direktorat tersebut, maka beban kerja dan tanggung jawab keselamatan maupun keamanan penerbangan tidak lagi jadi tanggung jawab direksi (operasional dan teknis), tapi sepenuhnya akan menjadi tanggung jawab pilot. Ini nggak bener,” tegasnya.
Menurut Hanafi, kasus RUPS menghilangkan direktorat operasi dan teknik ini hanya sebagian permasalahan yang dihadapi karyawan Garuda. Perpanjangan perjanjian kerja bersama yang belum disepakati dam di dalamnya tercantum pensiun di usia 36 tahun, juga menjadi masalah. Begitu pula skema gaji yang sampai sekarang belum dibenahi, khususnya bagi awak kabin Garuda.
“Awak kabin telah tiga kali berturut-turut meraih the best cabin crew, tapi sekarang jumlah awak kabin malah dikurangi, sementara perusahaan menuntut peningkatan pelayanan,” ujarnya.
 
Angkutan kontainer
Mengenai angkutan kontainer ke pelabuhan (Tg. Priok dan Tg. Perak) menggunakan kereta api, Hanafi menjelaskan, fungsi ini masih sangat kecil. Dari sekitar 150.000 boks kontainer yang bongkar muat di JICT setiap hari, baru 60 boks/hari yang diangkut dengan kereta api.
“Pengangkutan kontainer yang masih dominan menggunakan truk, perlu dialihkan dengan kereta api karena akan lebih efisien dan menguntungkan pemilik barang,” sambungnya.
Ia juga menyoroti penggunaan personil TNI aktif di PT Kereta Api Indonesia (KAI). Meski jumlahnya hingga sekarang terus menurun, Hanafi minta Panglima TNI segera menarik seluruh personil TNI aktif yang menjabat di PT KAI, baik di pusat maupun di daerah.
Purwanto.
 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *