JAKARTA, MARITIM
Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan wajib dibayarkan kepada pekerja selambat-lambatnya 7 hari sebelum Hari Raya Idul Fitri 1438 H. Perusahaan yang terlambat memberikan THR atau tidak membayar THR kepada karyawannya akan terkena sanksi administratif berupa denda dan pembatasan kegiatan usaha.
“Pengusaha akan dikenakan denda sebesar 5% dari total THR harus dibayarkan, tapi tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar THR kepada pekerja,” tegas Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri seusai Media Gathering di Jakarta, Selasa (6/6).
Dijelaskan, sanksi administratif ini tercantum dalam Peraturan Menaker (Permen) No.6/2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan dan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 78/2015 tentang Pengupahan. THR Keagamaan merupakan pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja menjelang Hari Raya Keagamaan.
Dalam Media Gathering yang dipandu Kepala Biro Humas Kemnaker Sahat Sinurat, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI & Jamsos) Haiyani Rumondang mengatakan, denda tersebut dikenakan bila setelah diberikan teguran tertulis pengusaha tidak juga membayar THR kepada karyawannya. Denda tersebut akan dikelola dan diperghunakan untuk kesejahteraan pekerja yang diatur dalam peraturan perusahaan (PP) atau perjanjian kerja bersama (PKB).
Bila tetap tidak juga membayar THR, perusahaan tersebut akan mendapat sanksi berikutnya, yakni pembatasan kegiatan usaha. Untuk itu, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait dan Pemda untuk menentukan kegiatan usaha yang dibatasi. “Jadi mirip-mirip penghentian pelayanan publik,” ujarnya.
Besaran THR
Selanjutnya dijelaskan, THR wajib diberikan kepada pekerja yang mempunyai hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
Pekerja yang mengalami PHK sejak 30 hari sebelum hari raya, kata Haiyani, tetap berhak mendapatkan THR. Tapi ketentuan ini tidak berlaku bagi pekerja berstatus PKWT yang kontraknya berakhir sebelum hari raya.
Pekerja yang memiliki masa kerja 12 bulan terus menerus atau lebih, wajib mendapat THR satu bulan gaji. Pekerja yang masa kerjanya di bawah 12 bulan (termasuk hanya sebulan) mendapat THR secara proporsional. Perhitungannya, masa kerja dibagi 12 dikalikan satu bulan upah.
Namun, bila nilai THR yang ditetapkan berdasarkan PP atau PKB lebih besar ketimbang yang diatur dalam Permen 06/2016, maka pengusaha wajib membayar THR berdasarkan PP atau PKB. Kewajiban pengusaha membayar THR ini, kata Dirjen PHI & Jamsos, akan diawasi oleh Pengawas Ketenagakerjaan.
Dalam kesempatan itu, Direktur Pengawasan Norma Kerja dan Jamsostek Bernawan Sinaga yang mewakili Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan & Kesehatan Kerja Maruli A. Hasoloan menegaskan pihaknya akan melakukan pengawasan ketat terhadap pelaksanaan THR 2017. Perusahaan yang lalai atau tidak membayar THR akan ditindak tegas sesuai ketentuan yang berlaku.
Pihaknya juga tidak akan memberikan toleransi kepada perusahaan yang mau menghindari kewajiban membayar THR. Termasuk adanya perusahaan yang merumahkan karyawan selama bulan puasa dengan maksud tidak membayar THR.
Namun dia mengakui ada kesulitan dalam pengawasan di lapangan, antara lain tuntutan THR dari pekerja berstatus PKWT yang masih dalam proses perkara menjadi PKWTT. Pengesahan status menjadi PKWTT diawali dengan nota pemeriksaan oleh pegawai pengawas dan selanjutnya harus diajukan ke pengadilan negeri untuk mendapat pengesahan.
Tapi banyak pengadilan negeri di daerah menolak membuat ketetapan hukum dan mengembalikan berita acara pemeriksaan (BAP) ke Ditjen PHI untuk dilimpahkan ke pengadilan hubungan industrial. “Dalam proses tersebut jika muncul tuntutan THR dari pekerja, pengawas kesulitan menindaklanjuti sesuai Permen 06/2016,” ujar Bernawan.
Belum adanya kepastian tentang pengadilan mana yang berwenang menangani kasus tersebut, pihaknya akan meminta fatwa dari Mahkamah Agung. “Masalah ini sebenarnya sudah lama kita ajukan ke MA tapi belumada kejelasan. Dalam waktu dekat kita akan membuat surat lagi untuk minta ketegasan dari Mahkamah Agung,” ujarnya.
Haiyani menambahkan, dalam tahun 2016 Posko Satgas THR menerima 557 pengaduan dari masyarakat, tapi hanya 120 yang berkaitan dengan THR. Dari kasus itu, 3 perusahaan di Jawa Tengah telah membayar THR. Sedang sisanya diserahkan kepada Dinas Ketenagakerjaan di daerah untuk menyelesaikan, antara lain 6 perusahaan di Yogyakarta, 10 di Jabar, 67 di DKI Jakarta, 6 di Banten dan 4 perusahaan di Sumatera.
Untuk mengawal pembayaran THR tahun ini, Kemnaker membuka Posko Peduli Lebaran 2017 di Pusat Pelayanan Terpadu Satu Atap (PTSA) Gedung Kemnaker Jl Gatot Subroto 51 Jakarta. Pelayanan yang dibuka mulai 8 Juni – 5 Juli 2017 meliputi konsultasi dan pengaduan tentang THR, serta pemantauan mudik lebaran.**Purwanto.