KSOP TANJUNG PERAK BELUM TERAPKAN PM 27/2012

Tanjung Perak Surabaya – Maritim

KENDATI Semester I tahun 2017 belum berakhir, tetapi perairan Indonesia telah diwarnai dengan puluhan musibah pelayaran, dari yang “kecil”, sedang hingga besar, yang mayoritas merupakan kebakaran. Di antara yang cukup menyita perhatian ialah kebakaran

yang menimpa KMP “Mutiara Persada III” di Selat Sunda pada 9 April dan terhadap “KMP Mutiara Sentosa I” yang berpenumpang 178 orang pada 19 Mei di perairan Masalembo pada 19 Mei 2017. Kedua kasus kebakaran di atas kapal jenis roll on – roll off (ro-ro) itu tentu belum menandingi dramaiknya musibah yang menimpa KMP “Tampomas II” (6.138 GRT, panjang 125,6 meter, lebar 22 meter) yang terjadi 27 Januari 1981. Dalam musibah itu tercatat 105 penumpang serta 82 ABK tewas/hilang, diambah kerugian materiil 191 mobil dan 200 sepeda motor yang terbakar kemudian ikut tenggelam.

Mungkin akibat lupa terhadap sejarah atau disebabkan pendeknya memori kolektif, bahkan mungkin karena sikap abai terhadap standard operational procedure (SOP), hingga saat ini belum diterapkannya secara penuh Peraturan Menteri Perhubungan No. 27 tahun 2012 yang antara lain mengatur ketentuan pemuatan barang dalam truk yang diangkut dengan kapal ro-ro. Hal ini mengemuka dalam diskusi di tengah buka puasa bersama awak media yang digelar PT Dharma Lautan Utama (DLU) di Surabaya beberapa waktu lalu.

Ketika seorang juru warta media online mengkonfirmasi tentang masih terjadinya toleransi terhadap ketentuan batas ketinggian muatan truk yang diangkut oleh kapal ro-ro, Erwin H. Poedjono Direktur Utama DLU menjelaskan: “Yang terjadi dilapanan memang demikian.Tetapi untuk mencari akar masalahnya, harus ditanyakan kepada fihak intansi berwenang, yang dalam hal ini Kepala Kantor Kesyahbandaran & Otoritas Pelabuhan (KSOP).  Kalau bagi kami selaku operator akan selalu mengikuti ketentuan KSOP, termasuk apabila KSOP sebagai regulator masih molor penerapkan peraturan yang ada”.

Erwin yang pegiat beladiri “Tarung Derajat” ini mejelaskan pula bahwa  sampai saat ini Otoritas Pelabuhan Utama Tanjun Perak masih pemberlakuan aturan ketinggian muatan truk berdasar aturan yang lama, maka fihaknya juga akan tetap melaksanakan kebijakan pemerintah lewat OP. Menyinggung masalah keselamatan, keamanan dan kenyamanan berlayar, Erwin mengakui seharusnya sesegera mungkin di terapkan pemberlakuan tinggi angkutan truk yang dibatasi hingg 3,8 meter, agar bisa masuk ke dalam kapal ro-ro sebagai moda transportasi angkutan barang dari pelabuhan asal ke pelabuhan tujuan.

Memperjelas tentang aturan tersebut, Bamban Harjo SoekartonoPenasihat PT DLU mengatakan: “Untuk tingkat keselamatan, angkutan truk di kapal ro-ro harus terdapat jarak antara barang muatan dengan atap kapal sekitar 50 cm, hingga manuver springkle untuk semprotan air bisa leluasa membasahi sasaran, jika terjadi kebakaran. Tetapi sampai saat ini pemberlakuan ketinggian muatan truk masih dipakai aturan yang lama, karena pihak OP belum memberlakukan aturan tersebut. Padahal, batas muatan truk itu juga merupakan hal penting menjaga stabilitas, sebab makin tinggi muatan, titik seimbangan kian menurun”.

Bambang Harjo menambahkan: sebetulnya agar lebih terjaminnya keselamatan,  keamanan dan kenyamanan moda angkutan penumpang dan barang menggunakan kapal ro-ro, harus disesuaikan dengan aturan Internasional seperti yang di terapkan di luar negeri anatar lain Singapore dan Jepang. Di sana ketinggian angkutan barang truk hanya berkisar 3,5 meter, tetapi di indonesia termasuk Surabaya sampai saat ini masih memakai ketentuan lama setinggi 3,8 meter. Mungkin pertimbangannya didasari masalah perut menyangkut sandang pangan sopir, hingga pemerintah memberi dispensasi.

Menanggapi masalah itu, Khoiri Soetomo Ketua Gapasdap mengatakan:”Sebenarnya

sudah ada Permenhub No: 27 tahun 201 yang mengatur ketinggian 3,8 meter, tetapi sampai saat ini belum diberlakukan. Bahkan idealnya, agar pelayaran menjadi lebih aman jarak dari springkle penyemprot air, seharusnya sekitar satu meter agar semprotan air bisa menyebar ke seluruh jangkauan. Tetapi entag mengapa pemerintah entah belum memberlakukan itu”.

Memungkasi diskusi tersebut, Bambang Harjo brucap: “Sekarang tinggal pemerintah melalui regulator, harus segera terapkan aturan yang ada. Perusahaan pelayaran tinggal melaksanakan, untuk mewujudkan komitmen keselamatan berlayar”. ***ERICK A.M.           

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *