JAKARTA-MARITIM : Target ekspor US$5 miliar pada 2024 yang telah dicanangkan HIMKI bersama pemerintah dianggap bukan sesuatu yang sulit untuk dicapai mengingat potensi yang dimiliki Indonesia cukup besar mulai dari ketersediaan bahan baku yang berlimpah dan peluang pasar yang terus tumbuh didukung oleh sumber daya manusia yang cukup mumpuni pada industri ini.
Hal itu dikatakan oleh Ketua Presidium HIMKI, Abdul Sobur, saat ditanya wartawan terkait target ekspor US$5 miliar pada 2024, usai acara Simposium Nasional GSP HIMKI, yang dibuka oleh Dirjen Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika mewakili Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita, di Jakarta, Kamis (10/11).
Menurut Sobur, kita juga bisa melihat peluang pasar global yang semakin terbuka dan terus bertumbuh didorong oleh maraknya pembangunan hotel, area komersil dan perkantoran baru, serta perkembangan smart city termasuk pembangunan perumahan golongan menengah-atas atau real estate yang diproyeksikan akan menciptakan permintaan yang cukup besar akan produk mebel dan kerajinan nasional.
Demikian juga dengan menjamurnya pembangunan hotel dan restoran seiring dengan perkembangan pariwisata nasional juga ikut berkontribusi dalam meningkatkan permintaan di pasar lokal saat ini.
Namun ironisnya di balik potensi yang besar tersebut sampai saat ini para pelaku industri masih juga dihadapkan pada berbagai permasalahan antara lain sulitnya mendapatkan bahan baku sesuai kebutuhan; masih terbatasnya promosi dan pemasaran; belum berkembangnya kualitas produk dan desain, kurangnya ketersediaan tenaga kerja siap pakai yang memiliki etos kerja yang tinggi dan integritas yang kuat; penggunaan teknologi tinggi produksi yang belum merata; dan akses permodalan yang dinilai masih terkendala.
Atas dasar tersebut di atas, sambungnya, HIMKI mencoba untuk memetakan permasalahan tersebut dengan lebih mendalam dan sekaligus merumuskan solusi terbaik yang dikemas dalam suatu dokumen berupa Grand Strategy Plan (GSP) Industri Mebel dan Kerajinan Nasional.
Disebutkan, GSP merupakan landasan para stakeholder dalam pengambilan keputusan. GSP disusun dengan maksud dan tujuan mencapai sejumlah sasaran strategis dalam mengembangkan industri mebel dan kerajinan nasional yang disusun untuk jangka waktu 4 tahun periode 2022-2025. Sebagai dokumen yang hidup, maka GSP ini dapat ditinjau kembali setiap tahunnya sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan.
Secara internal organisasi GSP bertujuan untuk memberikan pedoman kepada pengurus HIMKI dalam mengembangkan industri mebel dan kerajinan nasional sehingga dalam melaksanakan semua program kegiatannya berjalan secara efektif, efisien, terukur, konsistensi, dan terintegrasi serta berkelanjutan. Lebih jauh lagi GSP juga diharapkan menjadi landasan para pemangku kebijakan dalam merumuskan suatu kebijakan agar sesuai dengan kebutuhan industri saat ini.
Dalam merealisasikan target ekspor US$5 miliar di tahun 2024 khususnya, dan lebih jauh lagi dalam upaya kita bersama untuk menyukseskan Indonesia menjadi negara produsen dan eksportir terbesar di kawasan regional dan terkemuka di dunia tentunya perlu dukungan dari para stakeholder khususnya dukungan dari pemerintah.
Untuk itu diperlukan suatu forum bersama yang mempertemukan seluruh stakeholder terkait untuk membahas rencana aksi yang telah disusun oleh HIMKI yang dikemas dalam strategi induk yang disebut Grand Strategy Plan Industri Mebel dan Kerajinan Nasional 2022-2025.
Pertemuan ini juga nantinya bisa menjadi ajang bersama dalam menyusun program-program kementerian/lembaga pemerintah ke depan sehingga program yang dibuat sesuai dengan yang dibutuhkan oleh para pelaku usaha Industri Mebel dan Kerajinan Nasional.
Sementara Sekjen HIMKI, Heru Prasetyo, menambahkan dalam rangka finalisasi draft Grand Strategy Plan (GSP) Industri Mebel dan Kerajinan Nasional 2022-2025, HIMKI akan menyelenggarakan kegiatan Simposium Nasional dengan tema “Melalui Grand Strategy Plan Kita Tingkatkan Kontribusi Industri Mebel dan Kerajinan Terhadap Kesejahteraan Bangsa pada Kamis, 10 November 2022 di Ruang Garuda, Gedung Kemenperin. Acara diikuti oleh 100 peserta yang terdiri dari para pelaku industri mebel & kerajinan dan para stakeholder industri.
Heru menyampaikan, ada dua tujuan diselenggarakannya simposium. Pertama, menyinergikan rencana aksi Grand Strategy Plan Industri Mebel dan Kerajinan Nasional 2022-2025 dengan program-program pemerintah sebagai turunan dari Rencana Strategis dan/atau Rencana Induk dan atau kebijakan Kementerian/Lembaga terkait. Kedua, menyatukan visi dan misi, tujuan, sasaran strategis, arah kebijakan dan strategi pembangunan bidang Industri Mebel dan Kerajinan Nasional.
Output yang diharapkan dari simposium ini adalah: Pertama, tersusunnya program-program kementerian/lembaga pemerintah yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha industri mebel dan kerajinan saat ini.
Kedua, terjalin kesepakatan bersama untuk melakukan pertukaran informasi dua arah antara pihak Asosiasi dan/atau Lembaga Swasta dengan Kementerian/Lembaga pemerintah termasuk BUMN bidang Industri dan Perdagangan Industri Mebel dan Kerajinan.
Ketiga, menyusun naskah akademik untuk penyusunan Peraturan Presiden (Perpres) penguatan industri mebel dan kerajinan yang akan menjadi acuan kebijakan Pemerintah agar menjadi lebih fokus dan spesifik sesuai dengan karakteristik, kapabilitas dan kapasitas industri mebel dan kerajinan nasional termasuk poin kritis yang ada di sektor industri pendukung dan industri terkait, sehingga tercipta kebijakan industri dan perdagangan yang berwawasan sumber daya nasional, kebijakan harmonis antar sektor ekonomi nasional.
Keempat, kebijakan ke depan menjadi lebih responsif, adaptif dan antisipatif sehingga dapat meminimalisir pengaruh negatif terhadap dunia usaha industri khususnya industri mebel dan kerajinan nasional.
GSP, Sumber Rujukan
Penting bagi suatu industri untuk memiliki GSP yang akan menjadi rujukan dalam meningkatkan daya saing. Output dari GSP ini sudah jelas yaitu meningkatkan besaran ekspor hingga mencapai US#5 miliar di tahun 2024. Sasaran akhir ini akan semakin ideal, jika diikuti dengan sasaran lainnya seperti naiknya kontribusi ekspor dan peringkat ekspor produk Industri Kecil dan Menengah (IKM) di pasar global. Penetapan target ini sangat rasional mengingat posisi Indonesia di pasar global untuk beberapa produk mebel dan kerajinan sangat unggul. Meskipun, orientasi GSP ini secara eksplisit mengarah ke pasar global, bukan berarti pasar domestik diabaikan.
Keunggulan di pasar global, merupakan konsekuensi dari posisi atau eksistensi industri di pasar nasional yang juga kuat, khususnya dalam bersaing dengan produk-produk impor sejenis. Mengingat daya saing bersifat dinamis, maka perbaikan terhadap aspek-aspek pembentuk daya saing menjadi sangat penting untuk dituangkan dalam GSP.
Penyusunan GSP dibangun dengan menggunakan konsep diamond Porter yang menjadi dasar dalam perencanaan dinamika industri. Aplikasi five forces dalam konteks industri diaplikasikan dalam konsepsi net value atau mengedepankan kerja sama untuk setiap pelaku usaha di dalam industri, sehingga dapat terbagun posisi skala usaha (economies of scale) dan skala cakupan (economies of scope) yang lebih baik. Konsep Porter ini memberikan fondasi bahwa kondisi pasar (demand) perlu dijelajah secara optimal terutama pasar-pasar yang belum mendapat perhatian.
Selanjutnya, strategi yang baik tidak hanya terkait dengan upaya untuk mencapai efisiensi teknis (operational effectiveness) atau hal yang mudah untuk ditiru, namun perlu lebih fokus pada area upaya menuju posisi strategis (strategic positioning). Untuk mencapai hal ini, industri akan menghadapi pilihan-pilihan yang sulit terutama terkait dengan komitmen, di antaranya memastikan bahan baku diperoleh dengan cara-cara yang berkelanjutan secara lingkungan. Hal mendasar lainnya adalah upaya melakukan inovasi yang tiada henti. Konsepsi ini merupakah roh dari GSP HIMKI 2022-2025 dan perlu mendapat tindak lanjut yang berarti dari semua pihak yang terlibat di dalam organisasi ini.
GSP disusun dengan menggunakan metode penelitian campuran. Metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui obserbasi, wawancara mendalam, kelompok diskusi terpumpun, dan telaah media menjadi inti dari penelitian ini. Untuk melengkapi analisis, metode kuantitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui kuesioner serta analisis data perdagangan juga dilakukan.
Hasil analisis data memperlihatkan, potensi pasar produk industri mebel dan kerajinan masih besar baik dalam konteks lokal dan global. Bahkan dalam kondisi pandemi, kondisi permintaan masih cukup baik. Namun demikian, arah pendalaman pasar telah bergesar menuju pada standar yang lebih ketat dari sisi lingkungan, sosial, dan perdagangan yang sehat. Belum semua pelaku usaha mampu merespon transformasi pasar ini. Beberapa kendala utamanya terkait kendala sumber daya dan kapabilitas.
Pendalaman pasar membutuhkan komitmen melampaui standar lokal, misalnya proses pengurusan dokumen SVLK, FSC, BSCI, dan WFTO. Pemenuhan persyaratan tersebut akan memberikan nilai bagi produk industri mebel dan kerajinan. Namun demikian, upaya pemenuhan persyaratan tersebut memerlukan proses persiapan, biaya, dan kepatuhan yang tidak mudah dengan biaya yang mahal.
Organisasi perlu menjadi fasilitator dan akselerator bagi penyiapan dokumen tersebut sebagai suatu bentuk budaya baru, yang tidak hanya akan memberikan pengakuan nasional namun juga internasional. Studi juga memperlihatkan bahwa, pengakuan atas keberadaan dokumen tersebut, akan memperbaiki posisi perusahaan dalam marjin keuntungan atau formula keuntungan (profit formula).
Merujuk pada temuan studi, maka tematik GSP 2022-2025, dapat mempertimbangkan tiga kekuatan industri ini di masa depan atau kami istilahkan sebagai tiga pilar kunci keunggulan bersaing (three key pillars of competitive advantage). Pertama, environmentally sustainable, yaitu semakin bercirikan pada industri yang berkelanjutan dari sisi bahan baku, bahan penolong dan mampu menuju pada zero waste industri. Hal ini tentu membutuhkan perubahan paradigma dari pola produksi linier menjadi sirkuler (from linear to circular).
Kedua, creative in design, mampu mengombinasikan tradisionalitas dan kreativitas dalam wujud produk yang inovatif. Ketiga, technologically sound, terutama dari sisi kemampuan pengembangan material yang lebih berkelanjutan dan teknik produksi yang semakin handal dan berkualitas. Dalam konteks ini dapat dipertimbangkan untuk melakukan benchmarking ke Vietnam untuk mengejar operational effectiveness (perlu ditentukan target waktu covergency); demikian juga dengan pendalaman akan country strategy dalam menembus high end market secara berkelanjutan penting untuk dipelajari. (Muhammad Raya)