ASOSIASI Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jawa Tengah berharap adanya sinkronisasi aturan antar kementerian yang berlaku di pelabuhan, yang masuk ke dalam ranah Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan serta Kementerian Perdagangan. Harapan itu mengemuka, terkait dengan fenomena bahwa saat ini biaya logistik di Terminal Peti Kemas Semarang (TPKS) yang kian membengkak, yang diduga disebabkan persoalan birokrasi yang tumpangtindih antar kementerian.
Menanggapi opini dari ALFI Jateng, Arief Prabowo General Manager TPKS katakan
fihaknya akan bekerja sama dengan Bea Cukai untuk menekan angka kepadatan lapangan penumpukan (YOR, Yard Occupancy Ratio) yang saat ini mencapai 80%. Menurutnya, saat ini pihaknya telah memberlakukan tarif progresif untuk mengurangi penumpukan peti kemas di lapangan penumpukan. Namun diakuinya, penumpukan peti kemas khususnya di container yard (CY) impor masih sulit ditekan, karena adanya berbagai alasan.
“Terkadang secara administrasi sudah beres. Tetapi dari fihak importir tidak segera mengeluarkannya. Secara pasti, kami takmengetahui apa alasan dan penyebab sebenarnya” jelas Arief, Minggu (23/7/2017).
Kendai demikian, GM TPKS berjanji akan berkoordinasi lebih lanjut dengan Bea Cukai dan importir yang tergabung dalam Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), untuk memintt pengusaha melakukan pengurusan dokumen secara lengkap supaya proses mengeluakan petikemas dari wilayah pelabuhan lebih cepat. Sebab dengan banyaknya jumlah penumpukan dan lamanya waktu pengeluaran, akan dapat mengganggu aktivitas bongkar muat TPKS.
“Prisip kami adalah lebih cepat bongkar, agar lebih cepat dikeluarkan dari lapangan penumpukan. Kalau dibiarkan menumpuk akan memunculkan masalah tesendiri, karena seuai dengan ketentuannya, empat hari sudah harus keluar” jelas Arief Prabowo.
Lebih jauh GM TPKS menjelaskan bahwa kapasitas eksisting CY impor TPKS Tanjung Emas sebesar 400.000 TEU’s atau 50% dari kapasitas total yang mencapai 800.000 TEU’s.
Hal itu berarti, penumpukan kontainer itu membuat utilitas CY yang dapat digunakan untuk aktivitas bongkar hanya 20% saja atau 80.000 TEU’s. Kondisi seperti itu hanya terjadi pada blok impor yang kapasitasnya 400.000 TEU’s. ***ERICK A.M.